Penyelamatan Bayi Logos, Waktu Panjang Menuju Jalan Pulang
Perdagangan gelap orangutan masih terjadi. Korbannya kali ini adalah Logos, bayi orangutan yang diselamatkan di Jatim. Butuh waktu panjang untuk melepasliarkannya.
Logos, orangutan berumur 1,5 tahun, kembali ke tanah Kalimantan. Namun, tanpa induknya, Logos butuh waktu panjang untuk bisa hidup di habitat aslinya.
Logos adalah nama yang diberikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya Bakar. Siti Nurbaya terinspirasi dari nama polisi yang menangkap pelaku yang menyeludupkan Logos di Jawa Timur.
Saat pelakunya menjalani proses hukum, Logos menempuh ribuan kilometer untuk pulang. Pada Senin (25/9/2023), untuk sementara, Logos tinggal di kandang demplot di Kota Palangkaraya.
Di sana, Logos akan belajar kehidupan liar. Dia bakal menjalani rehabilitasi. Senin siang, Logos terlihat sehat untuk kembali ”belajar”. Dia aktif bergerak sambil sesekali menghisap dot susunya.
Baca juga: Orangutan Belum Terbebas dari Ancaman Kepunahan
Kepala Subbagian Tata Usaha Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalteng Nizar Ardha menjelaskan, Logos dibawa ke Kalteng setelah dilakukan uji DNA. Hasil uji laboratorium di Universitas Gadjah Mada, Logos adalah spesies Pongo pygmaeus wurmbii.
Area hidup utama orangutan ini ada di Kalteng. Sebagian lainnya hidup di Kalimantan bagian barat daya.
”Saat ini kami upayakan proses rehabilitasi, kalau sudah selesai itu baru dilepasliarkan,” ujar Nizar.
Nizar menjelaskan, proses rehabilitasi bisa memakan waktu lama. Semua tergantung kemampuan orangutan beradaptasi.
Bahkan, meski sudah tiga tahun rehabilitasi, orangutan tidak sepenuhnya kembali ke sifat liarnya. ”Biasanya tiga tahun, tapi itu belum sepenuhnya kembali makanya sebelum dilepasliarkan ada prapelepasliarannya,” jelas Nizar.
Nizar menjelaskan, saat ini Logos masih berada di kandang demplot BKSDA Kalteng di Kota Palangkaraya. Menurut rencana, rehabilitasi dan pelepasliaran akan melibatkan Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) di Nyaru Menteng, Kota Palangkaraya. Hal serupa bisa juga dilakukan dengan Orangutan Foundation International (OFI) di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat.
”Semoga semua lancar hingga Logos kembali ke alam liar,” kata Nizar.
Diselamatkan
Kisah penyelamatan Logos ini bermula saat Polda Jatim mengagalkan penyelundupan satwa liar pada 23 Juni 2023. Pelakunya berinisial FF.
Dari penyelidikan, Logos dibawa dari Pelabuhan Trisakti di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, ke Pelabuhan Tanjuk Perak, Surabaya, Jatim. Namun, belum sempat menjejakan kaki di tanah Jawa, polisi meringkus FF dan menyita Logos yang dibawa di sebuah truk.
Kepala Satuan Polisi Hutan Balai Besar KSDA Jatim Harry Purnomo menjelaskan, periode Juni-September, Logos melalui beberapa tes kesehatan dan uji DNA sebelum dibawa ke Kalteng.
”Butuh kerja sama semua pihak untuk bisa menjaga satwa liar tetap di habitatnya,” ungkap Harry.
Kepala Balai Besar KSDA Jatim Nur Patria menjelaskan, memiliki program mata wali. Program ini fokus menyelamatkan satwa liar lewat kolaborasi multipihak dari hulu ke hilir.
”Sumber daya manusia kami sangat terbatas. Dukungan kawan-kawan di Polda, pelabuhan dan balai karantina sangat membantu kami, termasuk dalam kasus Logos,” ungkap Nur.
Saat ini kami upayakan proses rehabilitasi, kalau sudah selesai itu baru dilepasliarkan. Biasanya tiga tahun, tapi itu belum sepenuhnya kembali makanya sebelum dilepasliarkan ada prapelepasliarannya.
Aktivitas orangutan di pusat rehabilitasi orangutan Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Jumat (30/8/2019).
Daftar panjang
Kasus Logos menambah panjang penyeludupan satwa yang genetisnya sangat mirip dengan manusia itu. Dengan kasus ini, BKSDA Kalteng menyebut, ada dua kasus penyeludupan dalam tiga tahun terakhir.
Kasus pertama pada 2020. Saat itu, satu individu orangutan sempat diselundupkan ke kebun binatang di Solo, Jawa Tengah. Orangutan itu kemudian dikembalikan ke Kalteng. Hingga kini, orangutan itu masih menjalani rehabilitasi.
Yayasan BOSF, lembaga yang merehabilitasi dan mereintroduksi orangutan mencatat, jumlah orangutan repatriasi mencapai 54 individu. Sebanyak, 11 di antaranya sudah dilepasliarkan ke habitat aslinya.
CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite mengungkapkan, setiap ada satu bayi orangutan yang diselundupkan, bisa dipastikan ada induk yang mati. Alasannya, sangat sulit memisahkan induk dan bayinya.
Saat itu terjadi, masalah yang muncul sangat kompleks. Jamartin menyebut, tanpa induknya bayi orangutan akan lebih lama direhabilitasi dan dikembalikan sifat liarnya, 6-7 tahun.
”Di tempat kami, kasus seperti ini harus dijaga 24 jam, kami ada pengasuh yang mengawal tiap bayi orangutan sehingga dia dijaga,” kata Jamartin.
Untuk mencegah kasus seperti ini berulang, lanjut Jamartin, perlu edukasi dan sosialisasi mendalam ke seluruh lapisan masyarakat. Edukasi soal orangutan dan satwa liar dilindungi lainnya bukan merupakan satwa yang bisa dijual.
”Orangutan bukan barang dagangan. Kasus seperti ini itu kayak gunung es, yang tidak ketahuan lebih banyak. Kasus ini lewat pelabuhan besar, gimana yang pelabuhan atau dermaga kecil, enggak bisa dideteksi. Jadi edukasi itu penting,” ungkapnya.
Seperti namanya, Logos yang berarti ilmu pengetahuan, harus menjadi contoh pentingnya mitigasi lewat edukasi. Logos harus jadi yang terakhir, jangan terulang lagi.
Baca juga: Masyarakat Diajak Tingkatkan Pelestarian Orangutan