Jumlah Korban Perdagangan Orang di NTB Mencapai Ratusan Orang
Ratusan orang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang di NTB sepanjang 2023 ini. Korban tidak hanya perempuan, tetapi juga laki-laki.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Tindak pidana perdagangan orang atau TPPO masih terus terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hingga September 2023 ini, Kepolisian Daerah NTB mencatat sudah ada 31 kasus dengan ratusan korban dari berbagai wilayah di provinsi tersebut.
Kepala Subdirektorat IV Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB Ajun Komisaris Besar Ni Made Pujawati di Mataram, Senin (25/9/2023), mengatakan, dari 31 kasus TPPO itu, korbannya tidak hanya perempuan, tetapi juga laki-laki.
Pujawati merinci, jumlah korban akibat kasus dugaan TPPO itu 210 orang, terdiri dari 40 perempuan dan 170 laki-laki. ”Sementara tersangka, terdiri dari 29 laki-laki dan 21 perempuan,” kata Pujawati.
Menurut Pujawati, para korban dugaan TPPO dalam berbagai kondisi. Salah satu yang parah adalah BH (39), perempuan asal Tanjung, Kabupaten Lombok Utara.
BH bersama keluarganya pada Senin pagi melaporkan calo berinisial SR. Laporan itu untuk mendesak calo bertanggung jawab terhadap kondisi BH yang kini mengalami cacat fisik. Kondisi itu karena BH dilaporkan terjatuh di Bandara Riyadh, Arab Saudi. Akan tetapi, keluarga belum sepenuhnya yakin dan berharap polisi menyelidikinya.
Meski belum bisa menyebutkan, secara jumlah, Pujawati mengatakan kasus dugaan TPPO tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun 2022. ”Tahun ini ada satuan tugas TPPO. Jadi semua bergerak,” kata Pujawati.
Berbagai faktor
NTB saat ini menjadi satu dari lima provinsi di Indonesia yang mendapat perhatian terkait TPPO. Selain NTB, provinsi lainnnya, adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur.
Pujawati menjelaskan, ada berbagai faktor masih maraknya TPPO di NTB. ”Faktor penarik dan pendorong itu tidak bisa terlepas dari selain kebutuhan ekonomi, ada faktor kebanggaan ketika bekerja sebagai PMI. Apalagi kalau pulang sebagai PMI, perlakuan berbeda dengan tempat lain,” kata Pujawati.
Faktor lainnya, iming-iming gaji tinggi yang menarik perhatian masyarakat. ”Mereka sadar tidak siap secara keterampilan. Tetapi dengan iming-iming atau janji, sedikit membutakan untuk berani mengambil risiko,” kata Pujawati.
Tetapi dalam konteks pencegahan masih minim. Misalnya, kita semua, termasuk polda, belum punya basis data tentang pekerja migran yang berpotensi menjadi korban TPPO
Koordinator Pusat Bantuan Hukum Buruh Migran NTB Muhammad Saleh saat ditemui di Polda NTB mengatakan, penindakan TPPO di NTB sudah mulai menggeliat sehingga jumlahnya sudah besar.
”Tetapi dalam konteks pencegahan masih minim. Misalnya, kita semua, termasuk polda, belum punya basis data tentang pekerja migran yang berpotensi menjadi korban TPPO, termasuk calo di masing-masing kabupaten,” kata Saleh.
Menurut Saleh, Polda bisa mengoptimalkan keberadaan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) yang ada di setiap desa.
”Jika bicara pencegahan, dengan data itu, kita bisa mendekati calon korban dan keluarga, juga calonya. Termasuk ketika mereka sudah berada di luar negeri, kita bisa mengantisipasi (PMI jadi korban TPPO),” kata Saleh.