Produk Kerajinan Purun dan Eceng Gondok Kalsel Siap Diekspor
Peluang untuk mengekspor produk kerajinan berbahan purun dan eceng gondok dari Kalimantan Selatan kini terbuka dengan hadirnya program desa devisa di Hulu Sungai Utara.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Produk kerajinan berbahan purun dan eceng gondok dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, dipersiapkan untuk menembus pasar luar negeri. Peluang mengekspor produk kerajinan purun dan eceng gondok kini terbuka dengan kehadiran program desa devisa di Hulu Sungai Utara.
Program desa devisa di Kalimantan Selatan baru saja diresmikan pada Jumat (22/9/2023), tepatnya di Desa Banyu Hirang, Kecamatan Amuntai Selatan, Hulu Sungai Utara, sekitar 200 kilometer dari Banjarmasin.
Desa devisa merupakan program pembinaan kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) lokal. Tujuannya, agar produk yang dihasilkan bernilai tambah dan sanggup menembus pasar global.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalsel Wahyu Pratomo lewat keterangannya di Banjarmasin, Minggu (24/9/2023), menjelaskan, program desa devisa merupakan sinergi antara Kantor Perwakilan BI Kalsel, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Pemerintah Provinsi Kalsel, dan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara.
”Produk kerajinan purun dan eceng gondok (ilung) yang dikembangkan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Kembang Ilung di Desa Banyu Hirang, Hulu Sungai Utara, sangat berpotensi menembus pasar global,” katanya.
Untuk itu, menurut dia, ada tiga syarat utama bagi perajin di Hulu Sungai Utara supaya bisa menembus pasar ekspor. Pertama, jangan takut bermimpi. Kedua, konsisten meningkatkan keahlian. Dan ketiga, senantiasa belajar untuk meningkatkan kualitas produk.
”Kami sangat mendukung ekspor produk kerajinan dari Hulu Sungai Utara,” ujarnya.
Wahyu menyebutkan, pihaknya memberi dukungan lewat program pembinaan UMKM. Di samping itu, dukungan juga diwujudkan melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
”Kami menyerahkan bantuan sarana dan prasarana kriya eceng gondok bagi KUB Kembang Ilung, yang merupakan UMKM binaan BI Kalsel,” katanya.
Kepala Divisi Jasa Konsultasi LPEI Sofyan Irianto Naibaho berpendapat, para perajin KUB Kembang Ilung sudah menghasilkan produk yang bagus dan siap ekspor. Karena itu, pihaknya juga siap mencarikan calon pembeli dari luar negeri.
”Kami bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri rutin menyelenggarakan business matching (pertemuan bisnis) dengan pembeli luar negeri dan terus menggali produk UMKM yang bisa diekspor, termasuk dari Hulu Sungai Utara,” katanya.
Sofyan memastikan, LPEI akan memberikan dukungan berupa pendampingan, pelatihan, serta bantuan dalam menjalankan pertemuan bisnis untuk mengakses pasar global. Selain itu, pihaknya juga akan memfasilitasi pameran bagi UMKM yang ingin melakukan ekspor.
”Saya berharap para perajin di Hulu Sungai Utara terus menjaga kualitas produk yang akan diekspor. Jangan sampai hanya pada saat ekspor perdana produknya bagus, setelah itu kualitas produknya menurun,” ujarnya.
Di Pasar Kerajinan Amuntai, Kalsel, setiap Kamis pagi, pedagang menjual beragam barang kerajinan, seperti tas, tikar, topi, keranjang, dan kursi. Produk kerajinan itu dipasarkan ke sejumlah kota di Pulau Kalimantan hingga ke luar Pulau Kalimantan.
Begitu pula berdasarkan pantauan di Galeri Kembang Ilung milik KUB Kembang Ilung di Desa Banyu Hirang, Amuntai Selatan, ada berbagai macam produk kerajinan berbahan purun dan eceng gondok di sana. Produknya pun telah dipasarkan ke berbagai daerah di Indonesia.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Hulu Sungai Utara Akhmad Rijani bersyukur masih banyak potensi alam di daerahnya yang bisa dikembangkan menjadi pendapatan masyarakat. Sebagai daerah dengan hamparan rawa yang luas, purun dan eceng gondok cukup melimpah di Hulu Sungai Utara.
”Dengan hadirnya program desa devisa, kami berharap potensi alam yang ada dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Menurut Rijani, program desa devisa menjadi salah satu langkah penting meningkatkan kualitas masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di desa. Program ini bisa membuka lapangan kerja, meningkatkan industri lokal, dan mendorong UMKM berorientasi ekspor.
”Program desa devisa adalah bentuk gotong royong semua pihak untuk memajukan Hulu Sungai Utara,” ujarnya.