Perputaran Ekonomi Gandrung Sewu Capai Miliaran Rupiah
Perhelatan Festival Gandrung Sewu di Banyuwangi membawa dampak ekonomi besar. Perputaran uang selama ”event” itu dilaksanakan mencapai lebih dari Rp 7 miliar.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
Para penari di Festival Gandrung Sewu 2023, Pantai Marina Boom, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (16/9/2023).
BANYUWANGI, KOMPAS — Perhelatan tari kolosal Festival Gandrung Sewu di Banyuwangi, Jawa Timur, melanggengkan budaya khas setempat sekaligus memacu roda ekonomi masyarakat. Perputaran uang selama tiga hari rangkaian festival mencapai lebih dari Rp 7 miliar.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya satu hari, Festival Gandrung Sewu pada tahun ini berlangsung tiga hari. Kegiatan itu masuk kalender event nasional Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 14-16 September, di Pantai Marina Boom, Kelurahan Kampung Mandar, Kecamatan Banyuwangi.
Pada puncak acara, Sabtu (16/9/2023), ribuan orang memadati lokasi acara. Menjelang pintu masuk, puluhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjajakan aneka produk, mulai dari makanan hingga cendera mata. Hotel dan rumah inap juga ketiban rezeki dari Gandrung Sewu.
Hadirnya demo udara pesawat EMB-314 Super Tucano dan pesawat tempur T-50i Golden Eagel serta penerjunan belasan personel TNI Angkatan Udara menambah semarak suasana festival yang bertema ”Omprog, The Glory of Art”.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi M Yanuar Bramuda, Selasa (19/9/2023), mengatakan, pihaknya masih merekap nilai ekonomi yang berputar pada perhelatan yang melibatkan 1.200 penari itu. Penari merupakan siswa SD-SMA se-Banyuwangi yang terseleksi.
”Okupansi hotel dan homestay di Banyuwangi, weekend, selama tiga hari rata-rata penuh. Saya sempat telepon-telepon ke manajer hotel, kondisinya seperti itu. Sejumlah tamu dari Jakarta yang mencari penginapan juga kesulitan,” ujarnya.
Tak hanya penginapan, menurut Bramuda, hasil survei dengan pelaku UMKM ada yang beromzet sedikitnya mencapai Rp 30 juta selama tiga hari, bahkan ada yang tembus sampai Rp 50 juta. Total UMKM yang terlibat sebanyak 60 buah, belum termasuk puluhan warung sea food dan menu lokal yang sudah ada lebih dulu di sekitar Marina Boom.
”Ini menandakan bahwa perputaran ekonomi mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Belum termasuk kegiatan persiapan dan selama geladi bersih. Banyak UMKM yang telah mendapatkan peningkatan ekonomi,” katanya.
Besarnya perputaran uang juga bisa dilihat di warung, restoran, dan sentra kuliner di sekitar lokasi, yang makanannya lebih cepat habis akibat diserbu pengunjung. Belum lagi dari sisi penerbangan, banyak tamu yang mengalihkan penerbangan melalui Denpasar dan Surabaya karena habisnya ketersediaan kursi pesawat dengan rute Bandara Blimbingsari.
Jumlah uang yang beredar sekitar Rp 7 miliar selama tiga hari.
Dari sisi perhelatan sendiri, sudah bisa dikalkulasi besarnya uang dari kegiatan rias penari. Jika satu orang saja menghabiskan dana Rp 200.000 untuk merias, total biaya yang dikeluarkan hanya untuk tata rias mencapai Rp 240 juta.
Ongkos rias itu belum termasuk sewa kostum tari gandrung. Bahkan, beberapa penari ada yang merenovasi atau beli omprog (mahkota) sendiri. Saat ini harga omprog paling murah Rp 500.000-Rp 2 juta.
”Jumlah uang yang beredar sekitar Rp 7 miliar selama tiga hari. Itu dari okupansi hotel, UMKM. Kita belum hitung perputaran uang di restoran, oleh-oleh, dan lainnya. Saat ini, teman-teman masih merekap nilai totalnya,” kata Bramuda.
Dia pun berharap strategi pariwisata Banyuwangi ini tidak saja menonjolkan keindahan, tetapi juga budaya yang ada menjadi konsolidasi. Paket dibuat lengkap sehingga orang yang berwisata bisa melihat atraksi. ”Atraksi menjadi bonus. Undangan kita itu 7.000 orang dari agen wisata, grup-grup wisata, dan lainnya,” ucapnya.
Sementara itu, terkait kelihaian siswa dalam menari, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, Suratno, mengatakan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memang fokus terhadap pelestarian gandrung sebelum Gandrung Sewu ada. Perhelatan Gandrung Sewu pertama tahun 2012.
”Generasi milenial boleh adaptif dengan perkembangan zaman. Tetapi, agar tidak tercerabut dari akar budayanya, pemerintah daerah mengembangkan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah, salah satunya seni tradisi. Oleh karena itu, tidak heran jika anak-anak kami di SD sudah piawai menari gandrung dan memukul gamelan,” tutur Suratno.