Mbah Gepuk dan Pesugihan dalam Lintasan Sejarah Bentara Budaya
Bentara Budaya menggelar pameran yang menampilkan tokoh dan peristiwa yang bertaut dengan institusi itu. Di ruang pamer dijumpai seniman lintas disiplin, warga Badui, hingga makhluk halus dalam ritual pesugihan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Lukisan berjudul Tergerus Zaman karya Yantoto Warno ditampilkan dalam pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan, Jumat (15/9/2023), di Bentara Budaya Yogyakarta, Kota Yogyakarta.
Lukisan itu menggambarkan seorang lelaki tua yang sedang membuat wayang dari rumput. Tangan keriput lelaki tersebut tampak merangkai jalinan suket atau rumput berwarna kekuningan menjadi figur wayang. Di antara sosok wayang yang belum sepenuhnya jadi itu, terlihat tiga figur pahlawan super, yakni Superman, Spiderman, dan Hulk.
Lelaki tua dalam lukisan tersebut adalah Mbah Gepuk, seniman pembuat wayang suket asal Purbalingga, Jawa Tengah. Pada tahun 1995, seniman yang memiliki nama asli Kasanwikrama Tunut itu pernah diundang untuk memamerkan wayang suket buatannya di Bentara Budaya Yogyakarta, Kota Yogyakarta.
Sekitar 28 tahun kemudian, Mbah Gepuk kembali hadir ke Bentara Budaya Yogyakarta melalui pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan. Dalam pameran yang dibuka pada Jumat (15/9/2023) malam itu, ada sejumlah lukisan yang menggambarkan sosoknya.
Salah satunya adalah lukisan berjudul ”Tergerus Zaman” karya Yantoto Warno yang menyandingkan sosok Mbah Gepuk dan wayang suket buatannya dengan beberapa superhero.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Pengunjung memotret lukisan yang menampilkan seniman pantomim Jemek Supardi dalam pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan, Jumat (15/9/2023), di Bentara Budaya Yogyakarta, Kota Yogyakarta. Pameran yang diikuti 23 seniman dan berlangsung pada 15-21 September 2023 itu merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk menyambut ulang tahun ke-41 Bentara Budaya pada 26 September 2023.
Melalui lukisan itu, Yantoto tampaknya ingin membuat kontras antara wayang suket dan para superhero. Beberapa superhero dari negeri jauh itu sangat populer di Indonesia, berkebalikan dengan nasib wayang suket yang telah tergerus zaman dan nyaris tak terdengar lagi gaungnya. Apalagi, Mbah Gepuk telah meninggal dunia bertahun-tahun lalu.
Meski begitu, sosok Mbah Gepuk sebenarnya tak pernah benar-benar terlupakan. Beberapa lukisan yang ditampilkan dalam pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan menjadi bukti bahwa maestro wayang suket itu masih terus dikenang oleh sebagian orang. Selain Yantoto Warno, ada dua pelukis lain yang menghadirkan sosok Mbah Gepuk dalam pameran itu, yakni Sigit Ananta dan Sriyadi Srinthil.
Pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk menyambut ulang tahun ke-41 Bentara Budaya pada 26 September 2023. Pameran yang berlangsung hingga Kamis (21/9/2023) itu menampilkan lukisan dari 23 seniman yang merespons foto-foto kegiatan dan peristiwa di Bentara Budaya.
Berdiri di Yogyakarta pada 26 September 1982, Bentara Budaya merupakan lembaga kebudayaan di bawah kelompok usaha Kompas Gramedia. Lembaga ini sempat melebarkan sayap ke tiga wilayah lain, yakni Jakarta, Surakarta, dan Bali. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, aktivitas Bentara Budaya dipusatkan di Jakarta dan Yogyakarta.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Pengunjung melihat lukisan yang menggambarkan sosok dalang Ki Manteb Soedharsono dalam pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan, Jumat (15/9/2023), di Bentara Budaya Yogyakarta, Kota Yogyakarta.
Pengelola Bentara Budaya Yogyakarta, Ni Made Purnamasari, menuturkan, lukisan-lukisan dalam pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan menggambarkan sejumlah tokoh yang pernah bertemu dan berkarya di Bentara Budaya. Pertemuan yang terjadi di Bentara Budaya itu dinilai turut memengaruhi dinamika seni di Indonesia.
”Kami kira, pertemuan-pertemuan itu sangat berharga karena itu juga mewarnai dunia ide, dunia seni, dan dunia pemikiran. Ini adalah penghormatan dari kami untuk para seniman yang sudah pernah hadir, bertemu, dan bertukar gagasan di Bentara Budaya,” ujar Purnama saat pembukaan pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan.
Kiprah panjang
Selain Mbah Gepuk, lukisan-lukisan dalam pameran ini menampilkan beberapa seniman lintas disiplin yang pernah bersentuhan dengan Bentara Budaya. Salah satu yang berkesan adalah lukisan karya AK Harun yang berjudul ”Orasi Senyap”. Lukisan tersebut menampilkan sosok seniman pantomim asal Yogyakarta, Jemek Supardi, yang meninggal pada Juli 2022.
Dalam lukisan itu, Jemek digambarkan tengah memegang megafon, seolah sedang menyampaikan orasi. Padahal, sebagai seniman pantomim, Jemek tentu tak pernah menyampaikan kata-kata saat pentas. Namun, melalui lukisannya, AK Harun tampaknya ingin menunjukkan bahwa pertunjukan-pertunjukan Jemek telah berhasil menyampaikan pesan tanpa harus mengeluarkan sepatah kata pun.
Lukisan berjudul Orasi Senyap karya AK Harun ditampilkan dalam pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan, Jumat (15/9/2023), di Bentara Budaya Yogyakarta, Kota Yogyakarta.
Sosok lain yang juga dihadirkan kembali melalui pameran ini adalah maestro seni lukis Affandi. Tiga perupa, yakni Bagus Triyono, Emma Dessy, dan Iskandar Sy, masing-masing membuat satu lukisan tentang Affandi. Sosok Affandi muncul dalam pameran ini karena dia pernah menjadi pembicara dalam diskusi di Bentara Budaya Yogyakarta bersama perupa Batara Lubis.
Seniman lain yang ditampilkan dalam lukisan-lukisan di pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan adalah penari topeng Dewi Losari, perajin topeng Ki Warno Waskito, dalang Ki Manteb Soedharsono dan Ki Gondo Darman, budayawan Sindhunata, pelukis Hendra Gunawan, serta Toet yang merupakan seniman didong, yakni seni pertunjukan asal Gayo, Aceh.
Ini adalah penghormatan dari kami untuk para seniman yang sudah pernah hadir, bertemu, dan bertukar gagasan di Bentara Budaya.
Sementara itu, sejumlah lukisan lain di pameran ini berkait dengan kegiatan yang pernah digelar di Bentara Budaya. Lukisan karya Angga Yuniar, misalnya, menggambarkan suasana Jazz Mben Senen yang merupakan pentas musik rutin di Bentara Budaya Yogyakarta.
Tiga lukisan karya Danang Lemu, Giring Prihatyasono, dan Nur Iksan Breykele mengambil inspirasi dari pameran foto kehidupan masyarakat Badui yang digelar di Bentara Budaya Yogyakarta pada tahun 1988.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Lukisan berjudul Eling-eling karya Susilo Budi ditampilkan dalam pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan, Jumat (15/9/2023), di Bentara Budaya Yogyakarta, Kota Yogyakarta.
Adapun lukisan Susilo Budi berjudul ”Eling-eling” menggambarkan sosok Semar bersama seorang raksasa bertubuh hijau yang tengah memegang tulang. Lukisan itu tampaknya terinspirasi dari figur makhluk halus untuk ritual pesugihan yang kerap muncul dalam lukisan karya Tjitro Waloejo, pelukis tradisional asal Surakarta yang karya-karyanya pernah dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta.
Secara umum, pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan berhasil menjadi salah satu catatan atas kiprah panjang Bentara Budaya di dunia seni Indonesia. Pameran ini juga menunjukkan luasnya bidang kesenian yang hadir dalam lintasan sejarah institusi tersebut.
General Manager Bentara Budaya and Communication Management Corporate Communication Kompas Gramedia Ilham Khoiri mengatakan, sejak berdiri sekitar 41 tahun lalu, Bentara Budaya telah memanggungkan beragam ekspresi seni budaya di Nusantara. Acara yang digelar di Bentara Budaya pun tak hanya pameran seni rupa, tetapi juga seni pertunjukan, diskusi, bedah buku, pemutaran film, pentas musik, dan lainnya.
”Semua itu menunjukkan upaya Bentara Budaya untuk menjadi rumah kebudayaan bagi beragam ekspresi seni dari para seniman Nusantara,” kata Ilham dalam tulisan di katalog pameran Mikul Duwur Mendhem Jero #2: Pertemuan.