Sejumlah wilayah Kalimantan Barat masih berpotensi mengalami kebakaran hutan dan lahan. Tim gabungan masih menemukan asap seusai hujan beberapa hari ini di sejumlah kabupaten.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Sejumlah wilayah Kalimantan Barat masih dibayangi kebakaran hutan dan lahan. Tim gabungan menemukan asap seusai hujan beberapa hari ini pada sejumlah kabupaten.
Ketua Satuan Tugas Informasi Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Barat Daniel, Selasa (12/9/2023), menuturkan hampir semua kabupaten/kota berpotensi mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Masih ada asap menyelubungi Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kubu Raya, dan Kabupaten Mempawah.
”Pagi ini (Selasa) tim gabungan dari BPBD Provinsi Kalbar dan BPBD kabupaten/kota serta TNI-Polri melaksanakan patroli darat dan udara,” ujar Daniel.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandara Supadio, Pontianak, Supriyadi, menyebut 129 titik panas menyebar di Kalbar, Senin lalu. Titik panas terbanyak terdapat di Kabupaten Ketapang, yaitu 99 titik.
Wilayah Ketapang berada pada kategori mudah hingga sangat mudah terbakar hingga sepekan ke depan. Sementara Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, dan Kabupaten Melawi berkategori mudah hingga sangat mudah terbakar.
Potensi hujan diprakirakan terjadi pada 16 dan 17 September dengan intensitas sedang hingga lebat di sebagian besar wilayah Kalbar. Kondisi setelahnya masih ada potensi hujan meski tidak merata.
Berdasarkan aplikasi Info BMKG, kualitas udara di Kabupaten Kubu Raya pada Selasa (12/9/2023) pukul 01.00 kategori sangat tidak sehat hingga pukul 03.00. Kemudian, pada 04.00, kualitas udara di Kabupaten Kubu Raya tidak sehat dan pukul 09.00 pada kategori sedang.
Adapun kualitas udara di Kota Pontianak sangat tidak sehat berdasarkan aplikasi Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Net, Selasa pukul 13.00.
Kepala Divisi Kajian dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar Hendrikus Adam menilai, diperlukan terobosan langkah mitigasi ataupun langkah hukum yang lebih serius dengan upaya profesional, terbuka, dan berkeadilan dalam mengurai persoalan seputar karhutla. Jika tidak, karhutla dianggap seolah bencana musiman. Padahal, ini merupakan kejahatan luar biasa yang perlu diatasi dengan cara-cara yang seharusnya tidak biasa.
Adam menuturkan, El Nino hanyalah momentum. Proses mitigasi dan penindakan yang tidak tuntas atas karhutla, ditambah dugaan adanya pihak tertentu yang memanfaatkan momentum tersebut, menjadikan situasi ini bisa semakin kompleks dan meningkat intensitasnya.
”Terlebih selama ini langkah awal proses hukum melalui penyegelan oleh Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahkan tidak menjadi jaminan efek jera. Itu benar-banar nyata, terutama bagi sejumlah korporasi yang saat ini masih terus mengalami kebakaran pada areal konsesinya,” ujar Adam.
Sebelumnya, Walhi Kalbar pernah mengungkap, selama Agustus 2023 ada 7.376 titik panas di kawasan perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI) di Kalbar. Temuan pada 1-17 Agustus lalu, terdapat 3.275 titik panas di areal kebun sawit dan 1.675 titik panas berada di areal HTI.
Pada 18-31 Agustus terdapat 1.726 titik panas di kebun sawit dan 700 titik panas berada di HTI.