Kendalisada Art Festival Berlangsung Semarak di Banyumas
Kendalisada Art Festival berlangsung meriah di Kaliori, Banyumas. Masyarakat antusias menonton pertunjukan para seniman dan penari lintas genre.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Pergelaran Kendalisada Art Festival di Pasar Wisata Kalisada, Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sejak Sabtu (9/9/2023) hingga Minggu (10/9/2023) malam, berlangsung meriah. Masyarakat antusias menonton para seniman serta penari lintas genre, bahkan negara, yang turut berpartisipasi.
”Senang ada hiburan buat masyarakat. Tahun ini lebih ramai dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” kata Darsim (50), warga Desa Kaliori, saat menyaksikan rangkaian pertunjukan tari dan teater di sekitar panggung utama, Minggu malam.
Darsim datang bersama istrinya. Di lapangan serta areal persawahan yang mengering itu, duduk ribuan orang mengenakan jaket untuk melindungi tubuh dari dinginnya angin malam. ”Selain ramai, pertunjukan tahun ini juga lebih banyak. Tadi siang, anak-anak dan warga juga ada kegiatan lomba,” tuturnya.
Selain Darsim, ada pula Nanki (32) yang datang bersama keluarganya dari Desa Kalibagor. Menurut dia, festival ini dapat menjadi magnet ekonomi serta wadah untuk tampilnya sanggar-sanggar seni lokal. ”Saya baru nonton dua pertunjukkan. Tadi yang kedua sepertinya memang masih butuh jam terbang untuk pentas,” kata Nanki.
Pertunjukan pada Minggu malam itu antara lain dimeriahkan oleh para seniman dari Rumah Lengger, Pulung Rangga Jati, Sanggar Tari Putra Bongas, Sekolah Teater Indramayu, juga penampilan penari Jepang, Miray Kawasima dan Kaori Okado. ”Saya senang bisa kembali menari di sini,” kata Miray seusai pentas dan dengan ramah melayani permintaan foto bersama warga sekitar.
Ray, seniman dari Sekolah Teater Indramayu, mengatakan, dirinya juga senang bisa ikut terlibat dalam festival ini. Selain menjadi ajang silaturahmi dengan sesama seniman, acara ini juga jadi sarana untuk saling mengenal dan menambah wawasan tentang kearifan lokal.
”Kami mengapresiasi dan senang bisa ke sini. Kami juga tertarik dengan legenda tempat ini yang berkaitan dengan kisah Hanoman. Kami juga melihat bagaimana kesenian itu dekat dengan masyarakat. Tempat ini menyenangkan dan dekat dengan alam. Biasanya pertunjukan ditampilkan di tempat eksklusif, sedangkan ini berbaur dengan masyarakat,” tutur Ray yang datang bersama tujuh rekannya untuk menampilkan aksi teatrikal bertema Mapak Tamba (menjemput obat), yaitu tradisi persiapan sebelum menanam padi di Indramayu.
Rianto, penggagas Kendalisada Art Festival, mengatakan, pergelaran ini sempat vakum tiga tahun akibat pandemi Covid-19 dan kini kembali hadir dengan lebih banyak melibatkan masyarakat serta seniman. ”Alhamdulillah tempatnya juga lebih mudah diakses. Kalau dulu itu, kan, di atas bukit,” kata Rianto yang juga maestro tari lengger lanang.
Rianto menyebutkan, masyarakat antara lain terlibat dalam penampilan tarian lengger dan kentongan. Selain itu, diangkat pula kesenian begalan yang mulai jarang dipentaskan, juga ada lima gunungan sebagai simbol Pancasila. ”Hasil bumi yang ada di masyarakat didoakan sebagai berkah atau rasa syukur masyarakat kepada jagatnya,” tutur Rianto.
Para pedagang pun turut kecipratan rezeki dari pergelaran ini. Catur (35) salah satu penjual kudapan di acara ini bersyukur bisa mendapatkan omzet Rp 800.000 pada hari pertama dan menembus Rp 1 juta pada hari kedua. ”Alhamdulillah ada acara ini. Semoga bisa rutin digelar,” ucap Catur yang berasal dari Sokaraja, Banyumas.