Pius Lustrilanang: Resiliensi Pemda Perkuat Otonomi Daerah
Pius Lustrilanang, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, menerima gelar profesor kehormatan dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Universitas Jenderal Soedirman mengukuhkan Profesor Kehormatan Bidang Manajemen Pemerintahan Ilmu Daerah kepada Pius Lustrilanang dalam sidang senat terbuka yang digelar di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (8/9/2023). Profesor Pius menyampaikan orasi ilmiah yang menekankan pentingnya delapan dimensi resiliensi pemerintah daerah demi memperkokoh otonomi daerah.
”Ada banyak alasan mengapa pemda di Indonesia perlu mengukur tingkat resiliensinya. Ketika dunia semakin terhubung, kemampuan pemerintah daerah untuk bertahan dan pulih dari guncangan, baik bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia, misalnya krisis ekonomi menjadi lebih penting dari sebelumnya,” kata Pius dalam orasi ilmiah berjudul ”Delapan Dimensi Resiliensi Pemerintah Daerah”, Jumat.
Pius menyampaikan, komponen kunci ketahanan adalah kemampuan untuk menyerap dan beradaptasi terhadap perubahan atau guncangan. Merujuk pada sejumlah literatur, resiliensi dapat didefinisikan sebagai ketahanan hubungan antar sub-sistem di dalam sistem dan kemampuannya untuk menyerap krisis, bertahan, dan kemudian bangkit untuk berjaya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan bersama tim dari dalam dan luar negeri, lanjut Pius, dirumuskanlah 8 dimensi resiliensi yang dapat diterapkan untuk mengukur resiliensi pemda yang kemudian dikembangkan jadi sebuah alat bernama Electronic Resilience Assessment Tool (E-RAT). “Delapan dimensi E-RAT itu adalah praktik manajemen risiko, kemampuan kepemimpinan, kemampuan teknologi informasi, kemampuan manajemen aliansi, kemampuan merumuskan strategi, kemampuan mengembangkan produk atau layanan baru, resiliensi organisasi, dan resiliensi keuangan organisasi,” kata Pius yang merupakan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Delapan dimensi pengukuran itu, kata Pius, telah diterapkan pada Provinsi Kalimantan Utara. Pius juga menyampaikan bahwa ada 7 cara untuk menumbuhkan ketahanan organisasi termasuk pemda. Pertama, menetapkan visi dan misi oraganisasi yang jelas dan dimengerti oleh semua pemangku kepentingan. Kedua, menanamkan pola pikir positif untuk semua pemangku kepentingan agar membangun ketahanan organisasi.
Ketiga, fokus pada pemberian pelayanan yang terbaik bagi semua pemangku kepentingan. Keempat, selalu mencari sumber daya baru untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh pemangku kepentingan serta perluas sumber daya kesejahteraan.
Kelima, para pemimpin harus fokus pada tujuan organisasi dan menjalin aliansi strategis. Keenam, mengadopsi praktik operasi organisasi yang fleksibel dan lincah. Ketujuh, terus berkomitmen dengan seluruh pemangku kepentingan dan patner atau aliansi.
“Daerah yang maju dan sejahtera tidak akan pernah terlahir dan terwujud dengan sendirinya, melainkan diperlukan pemerintahan yang baik, diperlukan perencanaan yang matang, kemampuan menangkap peluang, memaksimalkan potensi, serta mengantisipasi risiko, dan memitigasinya dengan baik. Oleh karena itu, praktik pengelolaan pemerintahan yang baik adalah syarat mutlak bagi kemajuan dan kesejahteraan daerah,” katanya.
Daerah yang maju dan sejahtera tidak akan pernah terlahir dan terwujud dengan sendirinya, melainkan diperlukan pemerintahan yang baik. (Pius Lustrilanang)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengapresiasi penganugerahan gelar guru besar kehormatan dari Unsoed kepada Pius. “Pengukuhan ini merupakan momentum yang penting dalam menjalankan implementasi kebijakan otonomi daerah. Kita telah melihat dampak positif dari pemberian otonomi pada pemda yakni terciptanya lebih banyak inovasi dalam upaya pembangunan,” kata Nadiem.
Nadiem mengatakan, kemerdekaan yang dimiliki pemda juga membuka ruang kolaborasi yang lebih jauh luas. “Praktik baik dan implementasi otonomi daerah menginspirasi kami di Kemendikbudristek untuk memberikan kemerdekaan yang jauh lebih besar bagi para pemangku kepentingan di bidang pendidikan,” katanya.
Rektor Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Akhmad Sodiq mengatakan, penganugerahan gelar guru besar kehormatan dari Unsoed berdasarkan amanah utama dari perguruan tinggi itu sendiri. “Amanah utamanya yaitu satu untuk penyiapan sumber daya yang unggul dan utuh. Kedua adalah pengembangan iptek dan teknologi. Kemudian di sisi lain adalah pengembangan institusi,” kata Sodiq.
Sodiq mengatakan, dari sisi akademik, bidang ilmu Pius adalah bidang ilmu manajemen pemerintah daerah. “Dalam guru besar kehormatan, itu ada yang dikatakan sebagai tacit knowledge. Ini adalah sesuatu yang pada banyak kejadian itu hanya dimiliki oleh diri seseorang. Hanya beliaulah yang tahu persis karena beliaulah yang menjalankan. Kemudian, ilmu itu akan menjadi publik, setelah itu dikenal dengan explicit knowledge. Ilmu itu dipublikasikan di berbagai jurnal. Setelah itu akan ada banyak kajian dan kemudian diterapkan,” paparnya.
Apa yang diperjuangkan dan digagas Profesor Pius, lanjut Sodiq, sejalan dengan visi-misi Unsoed. Menurut Sodiq hal itu sangat berelasi dengan pola ilmiah pokok pengembangan sumber daya pedesaan dan kearifan lokal.