Tari Sufi Warnai Perayaan HUT Gereja Katolik Santo Agustinus Purbalingga
Tari sufi memeriahkan rangkaian perayaan ulang tahun Gereja Katolik Santo Agustinus Purbalingga. Momen ini juga jadi sarana silahturahmi lintas iman.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Tarian sufi oleh tiga penari beragama Muslim mewarnai rangkaian perayaan ulang tahun ke-87 Gereja Katolik Santo Agustinus di Purbalingga, Jawa Tengah, Minggu (3/9/2023). Tarian meditatif yang berlangsung sekitar 10 menit di teras gereja ini mengawali perayaan ekaristi dan sekaligus jadi sarana silahturahmi untuk menjalin persaudaraan lintas iman.
”Tarian sufi dalam konteks dan kacamata Gereja Katolik, kami melihatnya sebagai sebuah tarian meditatif. Gereja Katolik mengenal doa-doa meditatif, sikap doa meditatif, dan juga berbagai kegiatan yang kaitannya menggunakan ilmu rasa,” kata Pastor Paroki Purbalingga RD FX Handy Kristian Adi Putra di Purbalingga, Minggu.
Dengan mengenakan pakaian tenur atau kostum yang menyerupai jubah dengan bentuk rok bagian bawahnya, para penari bergerak perlahan lalu berputar seiring lantunan musik shalawat. Tenur berwarna ungu dan biru itu pun berkibar-kibar bagaikan membentuk gelombang lingkaran nan halus. Anak-anak dan sejumlah umat pun mendekat untuk melihat. Beberapa di antaranya mengabadikan momen itu dengan gawainya.
Handy menyampaikan, tarian sufi menarik untuk ditampilkan di tengah umat Katolik khususnya di Purbalingga karena ada kesambungan, kesinambungan, konektivitas bahwa Gereja Katolik dalam doa-doanya melibatkan unsur reflektif dan meditatif.
”Tarian sufi saya lihat penuh dengan kekuatan meditatif, dalam diam yang hening tanpa kata-kata, tarian itu sudah amat sangat menggambarkan bagaimana hubungan Tuhan dan manusia justru terjadi bukan dalam kegaduhan, tapi justru dalam keheningan karena Allah berbicara dalam keheningan,” katanya.
Dalam kaitan dengan kebinekaan dan keberagaman, kata Handy, kehadiran tarian mistik sufi atau dalam Gereja Katolik disebut sebagai mistikus atau kaum mistikus, yaitu orang-orang yang hidupnya reflektif, mendalam, mendekatkan diri dalam kepenuhan hubungan antara Allah dan manusia.
”Ini juga sebagai bentuk keberagaman, kami menghadirkan dalam perayaan ulang tahun Gereja Santo Agustinus bahwa kita sebagai insan Tuhan pada dasarnya sama. Tuhan yang satu tetapi dengan cara yang beragam karena kita lahir dari sudah keluarga yang berbeda-beda,” ujarnya.
Menurut Handy, perbedaan dan keberagaman adalah gift (pemberian), rahmat, grace (karunia). ”Itu anugerah. Pemberian Tuhan. Maka, kita justru merajutnya supaya sama-sama, dengan keberagaman itu, tetap menyadari bahwa Tuhan yang menciptakan kita adalah Tuhan yang Esa, Tuhan yang satu, Tuhan yang tunggal,” katanya.
Aji Restu Saputra (17), salah satu penari dari Komunitas Sufi Purwokerto, mengatakan, tarian ini bermakna cinta kasih dan berasal dari Turki.
”Biasanya kami dipanggil untuk acara sholawatan dan pengajian. Ini kedua kalinya diundang untuk acara seperti ini (keagamaan lain). Pertama saat di Melung (Rumah Singgah Maria). Ini juga jadi sarana saling mengenal antarumat beragama,” kata Aji.
Ini juga sebagai bentuk keberagaman.
Meilan Lutgianti (21), penari sufi lainnya, menambahkan, kesempatan menari di gereja ini jadi sarana silahturahmi antarumat beragama. ”Luar biasa. Walaupun berbeda umat (beragama), kita saling (jaga) tali silahturahmi,” kata Meilan.
Brigita Dewi, salah satu umat Gereja Katolik Santo Agustinus, mengaku senang atas kehadiran para penari yang mewarnai rangkaian ulang tahun gerejanya.
”Exited. Tadi saat tarian dimulai, anak-anak juga senang melihatnya. Ini menjadi warna lain dalam rangkaian perayaan ulang tahun. Kami juga jadi tahu ternyata ada komunitas sufi di sini,” tutur Dewi.
Uskup Purwokerto Mgr Christophorus Tri Harsono mengatakan, Gereja Katolik sejak awal kehadirannya telah memberikan suatu dasar keberagaman yang disebut juga pluralisme.
”Itu yang menjadi tanda terus-menerus melalui Yesus Kristus dari awal mengajak banyak orang untuk selalu berjuang memberikan sesuatu kebenaran, kebaikan yang ada dari pihak lain. Maka, salah satu cara dari Gereja St Agustinus Purbalingga ini adalah memberikan suatu kekhasan apalagi dalam ulang tahun ke-87 in,” kata Christophporus.
Gereja Paroki Santo Agustinus Purbalingga lahir pada 1936. Gereja ini merupakan satu dari 26 paroki di Keuskupan Purwokerto yang berada di wilayah Jawa Tengah bagian barat dan meliputi 12 kabupaten serta 2 kota. Dalam sejarahnya, Paroki Santo Agustinus Purbalingga pernah menjadi pusat keuskupan sebelum pada akhirnya pindah ke Purwokerto.