11 Karya Budaya Aceh Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda Nasional
Sebanyak 11 karya budaya asal Aceh ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda nasional. Penetapan itu diharapkan bisa mendorong pelestarian dan pengembangan karya budaya sekaligus berdampak pada kesejahteraan.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
DOK DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN ACEH TIMUR
Praktik Munirin Reje di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2023.
BANDA ACEH, KOMPAS — Sebanyak 11 karya budaya asal Aceh ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda nasional. Penetapan itu diharapkan bisa mendorong pelestarian dan pengembangan karya budaya di Aceh sekaligus berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Penetapan 11 karya budaya asal Aceh itu dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada Kamis (31/8/2023) di Jakarta.
Sebanyak 11 karya budaya itu adalah Seumeuleung Raja dari Aceh Jaya, Gegedem (Aceh Tengah), Keujreun Blang (Aceh Besar), Rateb Berjalan (Aceh Tamiang), Madeung (Aceh), Munirin Reje (Aceh Timur), Khanduri Uteun (Aceh Timur), Geudeu-Geudeu (Pidie), Tari Langsir Haloban (Aceh Singkil), Bahasa Devayan (Simeulue), dan Hiem (Aceh).
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh Almuniza Kamal, Sabtu (2/9/2023), mengatakan, penetapan warisan budaya tak benda itu merupakan bentuk penghargaan pemerintah pusat terhadap kekayaan budaya Aceh yang beragam dan unik.
Dengan penetapan 11 karya budaya itu, total karya budaya Aceh yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda nasional mencapai 68 karya. Karya-karya itu diharapkan dapat terus dilestarikan dan dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh.
Almuniza mengapresiasi kerja keras para pemilik karya budaya, para pakar, dan pihak-pihak terkait yang telah mengusulkan dan mendokumentasikan karya-karya itu. ”Kami mengucapkan selamat kepada para pemilik karya budaya yang telah berhasil menjaga dan melestarikan warisan leluhur mereka,” ujarnya.
Dia menambahkan, Disbudpar Aceh akan terus berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota selaku pemilik karya budaya untuk menyusun rencana aksi pelestarian warisan budaya tak benda.
Disbudpar Aceh juga akan membuat program-program untuk mendukung promosi dan pengembangan warisan budaya tak benda, seperti lokakarya, festival, pameran, dan dokumentasi.
Almuniza memaparkan, sejumlah karya budaya tersebut akan ditampilkan pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) yang digelar pada 4-12 November 2023. PKA menjadi ajang apresiasi kebudayaan terbesar di Aceh.
DOK DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN ACEH TIMUR
Praktik Khanduri Uteuen atau kenduri hutan di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Turun-temurun
Pelaksana Tugas Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Timur, Suriadi, mengatakan, pada tahun ini, ada dua karya budaya dari wilayah itu yang diusulkan sebagai warisan budaya tak benda nasional. Dua karya budaya itu adalah Munirin Reje dan Khanduri Uteun atau kenduri hutan.
Munirin Reje adalah tradisi memandikan pemimpin desa atau kepala desa sebagai simbol penyucian dan penghormatan. Adapun Khanduri Uteun adalah tradisi mengadakan pesta makan bersama dan berdoa di hutan sebagai ungkapan syukur.
Kedua tradisi itu telah berlangsung secara turun-temurun dan masih dilestarikan warga di Aceh Timur. Pengusulan sebagai warisan budaya tak benda dilakukan agar dua karya budaya itu terjaga kelestariannya.
”Kami bersyukur keduanya ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda. Namun, ini bukan hanya untuk memperoleh sertifikat. Kami harus berusaha keras melestarikan budaya itu. Eksistensinya harus tetap ada,” kata Suriadi.
Praktik Munirin Reje di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Suriadi memaparkan, setelah penetapan itu, akan dilakukan kampanye dan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dua karya budaya tersebut. Partisipasi aktif warga untuk melestarikan tradisi itu juga terus didorong.
Upaya itu dilakukan dengan cara menyelenggarakan sosialisasi, pelatihan, lomba, festival, pameran, dan publikasi terkait tradisi itu. Melalui rangkaian kegiatan itu, generasi muda juga diajak belajar dan mengamalkan tradisi tersebut.
”Kami ingin tradisi ini tidak hanya menjadi milik orangtua saja, tetapi juga menjadi milik anak cucu mereka,” ucap Suriadi.
Suriadi menambahkan, salah satu desa yang masih melestarikan tradisi Munirin Reje adalah Desa Tualang di Kecamatan Serbejadi. Di desa itu, tradisi Munirin Reje masih dilakukan dengan cara yang unik, yaitu dengan memandikan kepala desa di sungai yang berada di tengah hutan.
Sementara tradisi Khanduri Uteun dilakukan dengan membawa berbagai bahan makanan yang belum dimasak ke hutan. Bahan-bahan makanan itu lalu dimasak di hutan dengan cara tradisional.
DOK DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN ACEH TAMIANG
Praktik budaya Rateb Berjalan di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Sementara itu Pamong Budaya pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Tamiang, Elisa, menyambut antusias penetapan tradisi Rateb Berjalan sebagai warisan budaya tak benda nasional. ”Ini menunjukkan tradisi kami mendapat penghargaan dan perhatian dari pemerintah pusat,” katanya.
Rateb Berjalan atau zikir berjalan merupakan tradisi tolak bala masyarakat Melayu Tamiang di Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang. Tradisi itu memiliki nilai sejarah, religi, dan sosial bagi masyarakat setempat.
Rateb Berjalan berupa ritual zikir dan doa bersama yang dilakukan dengan berjalan beriringan dari satu desa ke desa lainnya sambil membawa obor dan panji bertuliskan kalimat tauhid.
Tradisi itu dilaksanakan pada bulan Safar dalam kalender Islam untuk memohon kepada Tuhan agar desa diberkahi, dilindungi dari segala mara bahaya.
ALFARABI UNTUK KOMPAS
Penampilan dikee pam panga oleh para pemuda dari Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh. Dikee pam panga kini telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada 1 Oktober 2022.
Pada hari terakhir pelaksanaan Rateb Berjalan, digelar kenduri laut. Dalam acara itu, masyarakat melakukan gerakan menyapu ke laut sebagai tanda semua malapetaka dilarung ke laut.
Elisa berharap tradisi Rateb Berjalan dapat terus lestari dan berkembang sebagai warisan budaya Melayu Tamiang yang unik dan kaya. Selain itu, tradisi tersebut juga diharapkan dapat menjadi daya tarik wisata budaya.