Memanen Untung Berganda dari Pertanian Urban di Semarang
Kelompok tani di Kota Semarang, Jateng, mendapat keuntungan ganda dari aktivitas pertanian urban. Selain menjaga ketahanan pangan, cuan dari hasil penjualan hasil panen dan bibit pun mengalir.
Matahari di atas langit Kota Semarang, Jawa Tengah, bersinar terik pada Jumat (25/8/2023) siang. Suhu udara menunjukkan angka 35 derajat celsius. Panasnya sinar matahari turut membuat angin yang bertiup menjadi hangat tak mampu mengusir gerah.
Namun, memasuki Kebun Pancasila di Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, bagai masuk ke dimensi lain. Hawa panas perlahan berganti menjadi lebih sejuk, diserap oleh aneka tanaman yang tumbuh subur di kebun itu. Jenis tanaman di kebun itu ada puluhan, mulai dari tanaman buah, sayur, hingga bunga.
Di salah satu sudut kebun, Ragil Budi Prasetyo (48) sedang memanen tomat. Setelah itu, dia mengecek tanaman-tanaman lain di sekitarnya. Sejumlah daun dipegangi, kemudian dibolak-balik untuk melihat ada atau tidaknya hama yang menempel. Ketua Kelompok Tani Tambakrejo itu ingin memastikan semua tanaman dalam kondisi sehat dan tumbuh optimal.
”Jangankan panen, dulu, tidak pernah ada yang menyangka kalau ada tanaman yang bisa hidup di sini. Maklum, daerah ini dikenal gersang dan panas karena kawasan pesisir. Kalau sekarang, mau panen setiap hari juga bisa,” kata Ragil.
Ragil menuturkan, warga mulai melakoni urban farming atau pertanian urban di Kebun Pancasila pada tahun 2020. Kala itu, warga resah karena lahan seluas 30 meter persegi di bantaran Sungai Tenggang itu dipakai para pemulung untuk menyimpan rongsokan. Kondisi itu membuat lingkungan kumuh.
Warga lalu berembuk dan sepakat memanfaatkan kawasan itu untuk pertanian. Setelah itu, mereka meminta izin kepada pemilik lahan, yakni Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana, untuk menanam. Sesudah izin diberikan, pengolahan tanah dan penanaman pun dimulai.
Awalnya, para anggota Kelompok Tani Tambakrejo yang mayoritas tidak punya keterampilan bertani itu belajar secara mandiri. Seiring berjalannya waktu, mereka mendapatkan bimbingan dari Dinas Pertanian Kota Semarang. Mereka juga mendapatkan bantuan berupa bibit tanaman. Kemampuan bertani bertambah, jumlah dan jenis tanaman pun bertambah.
Kini, hasil panen dari kegiatan pertanian urban di Tambakrejo bisa untuk mencukupi kebutuhan pangan 28 keluarga di kawasan itu. ”Kalau mau masak tinggal ambil di kebun. Terung ada, tomat ada, sawi ada, kangkung ada, labu ada. Mau bikin sambal, cabai juga ada. Kalau di pasar, harga cabai naik sudah tidak pusing,” tutur Ragil.
Baca juga: Berkebun Buah Melon di Perkotaan
Kebutuhan warga untuk mengonsumsi buah juga bisa terpenuhi dari hasil panen di Kebun Pancasila. Dari kebun itu, warga bisa memanen jambu kristal, belimbing, alpukat, melon, dan jeruk.
Sebagian hasil panen itu juga dijual ke warga sekitar untuk menambah pemasukan kas kelompok. Biasanya, mereka menjual hasil panen dengan harga Rp 500-Rp 1.000 lebih rendah dari harga pasaran. Hal itu dilakukan karena mereka menganggap keuntungan dari hasil penjualan adalah bonus. Tujuan utama mereka adalah menjaga ketahanan pangan para anggotanya.
Kelompok Tani Tambakrejo juga melakukan penyemaian benih dan pembibitan. Mulanya, hal itu dilakukan guna menghemat biaya pembelian bibit untuk musim tanam selanjutnya.
Seiring berjalannya waktu, hasil produksi bibit terus bertambah, bahkan berlimpah. Lagi-lagi, bibit dijual dengan harga murah kepada warga sekitar. Jika harga di pasaran Rp 10.000 per bibit, kelompok tani itu menjual tiga bibit dengan harga Rp 10.000.
Baca juga: Urban Farming, Siasat Warga Kota Memanfaatkan Ruang
Informasi terkait penjualan bibit yang dilakukan oleh Kelompok Tani Tambakrejo kemudian menyebar. Hal itu lalu membuat permintaan bibit dari pihak-pihak luar, seperti sekolah atau instansi pemerintahan, berdatangan.
”Yang terbanyak, kami pernah menjual sampai dengan 200 bibit. Lama-lama kami kewalahan sehingga kami batasi penjualan bibitnya. Kalau tidak begitu, bisa-bisa kami kebingungan, nanti musim tanam selanjutnya mau menanam apa,” imbuh Ragil.
Menular
Kebiasaan para anggota Kelompok Tani Tambakrejo menanam ternyata dibawa sampai ke rumah. Di setiap rumah, mereka menanam aneka tanaman, terutama tanaman yang dikonsumsi sehari-hari. Kebiasaan itu lalu menular ke warga lain yang bukan anggota kelompok tani.
”Warga yang dulunya tidak pernah menanam jadi ikut-ikutan menanam. Sekarang ini, paling tidak, ada satu tanaman pangan di setiap rumah, minimal cabai,” ujar Lurah Tambakrejo Sukiswo.
Pada awal 2023, Pemerintah Kota Semarang mengadakan lomba kampung urban farming. Tak disangka, Kelurahan Tambakrejo keluar sebagai juara dua. Menurut Sukiswo, hasil lomba itu mengejutkan banyak pihak, terutama yang mengenal Tambakrejo sebagai daerah panas dan gersang.
Sukiswo berharap, hasil lomba itu bisa menambah semangat warga Tambakrejo untuk terus menanam. Dengan demikian, pada lomba-lomba yang akan datang, wilayah itu bisa kembali juara.
Semangat untuk terus melakoni pertanian urban juga ditunjukkan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) Puspitasari di Kelurahan Sampangan, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang. Puluhan perempuan di Kelurahan Sampangan itu pertama kali memulai kegiatan pertanian urban pada tahun 2018.
Sebuah lahan kosong seluas 250 meter persegi di kawasan itu menjadi ladang mereka mengembangkan puluhan jenis tanaman, mulai dari tanaman buah, sayur, tanaman obat, hingga bunga. Media tanam di kebun KWT Puspitasari itu tidak hanya tanah, tetapi juga air.
Sekarang ini, paling tidak, ada satu tanaman pangan di setiap rumah, minimal cabai.
Sama dengan kelompok tani di Tambakrejo, hasil pertanian urban dari KWT Puspitasari juga untuk menjaga ketahanan pangan keluarga para anggotanya. Selain itu, sebagian dijual kepada warga sekitar hingga ke tukang-tukang sayur.
”Hasil penjualannya tidak menentu. Bulan lalu, kami mendapat uang Rp 2,6 juta lalu bulan ini kami mendapatkan Rp 1,3 juta. Uangnya dipakai untuk membeli media tanam dan peralatan kebun. Kalau sisa, dimasukkan ke kas,” kata Ketua KWT Puspitasari Sampangan, Aryani, saat ditemui, Minggu (27/8/2023).
Selain bisa menjaga ketahanan pangan anggota dan mendapat cuan dari hasil penjualan, para perempuan yang mayoritas ibu rumah tangga itu mendapat manfaat lain, yakni ilmu dan keterampilan bertani. Selain dari pengalaman, keterampilan bertani diperolah para ibu itu dari pelatihan yang diselenggarakan dinas pertanian atau lembaga lain.
KWT Puspitasari pun akhirnya ditetapkan pemerintah sebagai Pusat Pelatihan Pertanian dan Perkotaan Swadaya karena banyak anggotanya yang memiliki sertifikasi pelatihan pertanian. Para anggota kelompok itu pun bisa memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada siapa pun yang ingin belajar pertanian.
Masyarakat yang datang untuk belajar ke KWT Puspitasari beragam, mulai dari anak taman kanak-kanak sampai mahasiswa. KWT Puspitasari juga sering diundang ke sejumlah tempat untuk memberikan pelatihan maupun penyuluhan pertanian.
Konsistensi para ibu tersebut dalam menekuni bidang pertanian urban banyak diganjar penghargaan. Sejak tahun 2019, kelompok itu telah memenangi berbagai kompetisi, baik di tingkat Kota Semarang, Provinsi Jateng, maupun kancah nasional.
Bahkan, Aryani pernah mendapatkan penghargaan dari Ibu Negara Iriana Joko Widodo sebagai perempuan yang berjasa di bidang pertanian pada Peringatan Hari Kartini tahun 2022.
Sekretaris Daerah Kota Semarang Iswar Aminuddin mengatakan, pertanian urban menjadi hal penting bagi perkembangan suatu kota. Menurut dia, kota tidak bisa berkembang jika ketahanan pangan tidak diupayakan.
”Kemandirian pangan suatu kota harus disiapkan melalui urban farming. Kalau belum bisa menghasilkan padi lewat urban farming, setidaknya kita sudah bisa menghasilkan sayuran sendiri,” ujar Iswar.
Dinas Pertanian Kota Semarang mencatat, hingga Agustus 2023, ada 415 kelompok tani dan 115 kelompok wanita tani di Semarang. Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang Hernowo Budi Luhur mengatakan, pihaknya mendorong kelompok-kelompok tani itu untuk melakukan pertanian urban.
”Kami akan terus menggelorakan urban farming, tidak hanya sekadar seremoni tetapi menjadi sebuah kebiasaan. Kami berharap, masyarakat menyadari bahwa kegiatan ini bisa membantu ketahanan pangan keluarga,” ujar Hernowo.