Pemprov Sulut bertekad mengevaluasi penataan penginapan pariwisata menyusul viralnya video kemarahan wisatawan AS akibat suara megafon di Bunaken.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Sulawesi Utara bertekad mengevaluasi penataan amenitas pariwisata menyusul viralnya video kemarahan seorang wisatawan Amerika Serikat terhadap penggunaan megafon gereja di Pulau Bunaken. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan zona khusus penginapan.
Kepala Dinas Pariwisata Sulut Henry Kaitjily, Rabu (30/8/2023), mengatakan, komplain dari pria AS bernama Tony James Keene terhadap umat Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Patmos Bunaken akibat terganggu oleh suara ”toa” hingga larut malam pekan lalu harus disikapi sebagi masukan. Diperlukan pula sebuah solusi.
”Sektor keagamaan yang memiliki nilai kultur dan adat-istiadat masing-masing harus dihormati. Ini harus berdampingan secara harmonis dengan momentum kebangkitan pariwisata Sulut sebagai destinasi unggulan bagi wisatawan Nusantara dan mancanegara,” katanya.
Menurut Henry, keluhan serupa tidak mencuat sebelumnya dari para turis asing yang menginap di resor-resor selam (dive resort) layaknya Keene. Sebab, jarak resor cenderung jauh dari perkampungan warga setempat.
”Tetapi lain halnya dengan turis-turis yang menginap di homestay (penginapan) atau resor yang berada di wilayah padat penduduk. Kalau kondisinya begitu, pemilik tempat atau operator tur wajib menginformasikan kepada turis tentang situasi sekitar,” ujarnya.
Sebagai solusi, kata Henry, dinas pariwista di tingkat kabupaten dan kota dapat membentuk zona-zona khusus penginapan bagi wisatawan. ”Homestay dan guest room di kabupaten/kota perlu dikontrol agar sesuai dengan zonasi atau deliniasi pariwisata. Ini langkah yang harus ditempuh bersama dengan melibatkan berbagai sektor dan tentunya masyarakat,” kata Henry.
Sebelumnya, Sabtu (19/8/2023), Keene yang selama seminggu menginap di sebuah resor di sisi selatan Pulau Bunaken terlibat debat kusir dengan umat GMIM Patmos Bunaken. Pasalnya, Keene yang sedang merasa sangat lelah terganggu oleh nyaringnya suara megafon yang digunakan umat untuk menggalang dana pembangunan gereja.
Keene sudah menyatakan permintaan maaf secara publik serta berdamai dengan umat GMIM Patmos Bunaken melalui mediasi oleh Kantor Imigrasi Kelas I Manado. Namun, isu tersebut tak kunjung mereda dan justru semakin viral akibat beredarnya foto beberapa wisman yang memampang spanduk bertuliskan ”kami sedang berlibur dan tak mau dibangunkan gereja GMIM sebelum pukul 7 pagi”.
Terkait hal ini, juru bicara Gereja Masehi, Penatua John Rori, mengatakan, ada 1.063 gereja GMIM yang tersebar di tujuh kabupaten/kota di daerah Minahasa Raya serta di luar Sulut. Ia menyebut masing-masing satuan jemaat telah memiliki program ibadah yang terstruktur.
Penggunaan megafon pun ia sebut sangat esensial untuk menjangkau umat GMIM yang jumlahnya mencapai lebih dari 830.000 di seluruh gereja. ”Ada Ibadah Pengantar Kerja, itu dilaksanakan subuh dengan pengeras suara dari gedung gereja,” ujarnya.
Pemilik tempat atau operator tur wajib menginformasikan kepada turis tentang situasi sekitar.
Pemanfaatan megafon di gereja memang tidak turut diatur oleh Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Karena itu, setiap gereja bisa menyesuaikan pemanfaatan toa sesuai tempat tinggal jemaatnya.
”Ini sudah berjalan di tanah Minahasa sangat lama. Muslim juga pakai toa karena mereka ada shalat lima waktu. Itulah solidaritas dan toleransi. Kita antarumat beragama saling menghormati. Kalau ada yang memprotes itu, ya, kita perlu pertanyakan. Turis yang di Bunaken itu, kan, bukan orang Indonesia. Jadi, perlu dikasih pengertian,” tutur John.
Kepala Dinas Pariwisata Manado Esther Mamangkey telah dihubungi untuk dimintai tanggapan dan rencana penataan untuk mencegah konflik serupa terjadi. Namun, ia tak merespons telepon ataupun pesan yang dikirim Kompas.
Hingga kini, Bunaken menjadi salah satu destinasi unggulan Manado dan Sulut. Bunaken juga dimasukkan sebagai destinasi pendukung KEK Likupang yang dibingkai dalam Destinasi Pariwisata Superprioritas (DPSP) yang mencakup Manado, Bitung, Tomohon, Minahasa, dan Minahasa Utara. Gubernur Sulut Olly Dondokambey menargetkan kedatangan 100.000 wistawan asing tahun ini.
Terkait hal ini, Kepala Polresta Manado Komisaris Besar Juliantor Sirait menyatakan, pihaknya akan turut memainkan peran dengan menugasi bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban (Bhabinkamtibmas) serta polisi pariwisata untuk memberi pemahaman kepada wisatawan asing.
”Turis asing seharusnya menghormati budaya dan kebiasaan warga lokal agar tidak terjadi kesalahpahaman. Kita harus ciptakan situasi pariwisata yang nyaman, aman, dan menyenangkan untuk semua orang. Bukan hanya turis, melainkan juga masyarakat setempat,” ujarnya.