Populasi Badak Sumatera Kritis, Pengamanan Kolaboratif Dibutuhkan
Hasil survei sementara yang dilakukan pada 2022 menunjukkan, jejak keberadaan badak sumatera yang hidup liar di dalam kawasan hutan TNWK belum terlihat.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
LAMPUNG TIMUR, KOMPAS — Populasi badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) liar yang hidup di hutan Taman Nasional Way Kambas, Kabupaten Lampung Timur, Lampung, dalam kondisi kritis. Pengamanan kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak diharapkan bisa melindungi badak dan satwa kunci lainnya dari ancaman perburuan.
Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Kuswandono mengungkapkan, hasil survei sementara yang dilakukan pada 2022 menunjukkan, jejak keberadaan badak sumatera yang hidup liar di dalam kawasan hutan TNWK belum terlihat. Saat itu, survei dilakukan dengan memasang kamera jebak (trap) di sejumlah titik. Selain itu, tim juga berpatroli menyisir bagian tengah kawasan hutan seluas 17 hektar untuk mencari jejak keberadaan satwa liar tersebut.
Kendati begitu, kata Kuswandono, pihaknya akan melakukan evaluasi dan melakukan survei lanjutan dengan metode lain untuk mencari keberadaan badak. Pasalnya, dari hasil survei tahun 2019, populasi badak sumatera di TNWK diperkirakan berjumlah 20 ekor.
”Kami akan melanjutkan survei pada bagian tengah dan bagian posisi yang lain, tapi akan kami awali dengan menggunakan drone termal agar lebih fokus,” kata Kuswandono seusai kegiatan sosialisasi dan konsolidasi wilayah TNWK di Lampung Timur, Selasa (29/8/2023).
Menurut dia, jika keberadaan badak sumatera sudah terdeteksi dari drone termal, tim lapangan akan diterjunkan untuk menyisir kawasan tersebut. Jarak penyisiran juga akan diperluas untuk mendeteksi keberadaan badak.
Untuk melindungi populasi badak sumatera, TNWK berkerja sama dengan Yayasan Badak Indonesia melakukan pembiakan badak di habitat aslinya. Saat ini, sudah ada delapan ekor badak yang ditangkarkan di Suaka Rhino Sumatera (SRS).
Selain badak sumatera, TNWK juga rumah menjadi rumah bagi berbagai satwa kunci lain, yakni gajah sumatera, harimau sumatera, tapir asia, dan beruang madu. Karena itulah pengamanan kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak diperlukan untuk mencegah ancaman perburuan satwa ilar.
Pihaknya terus membangun kesadaran warga yang hidup di kawasan penyangga untuk sama-sama melindungi satwa liar. Saat ini, ada 38 desa penyangga yang berbatasan langsung dengan TNWK. Berbagai instansi, antara lain Polri, TNI, dan mitra terkait juga dilibatkan dalam kegiatan pengamanan.
Ahli Muda Pengendali Ekosistem Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dedi Chandra menuturkan, populasi badak sumatera di dunia diprediksi hanya tersisa 80 ekor. Selain di Lampung, badak sumatera diyakini masih terdapat di Aceh dan Kalimantan.
Menurut dia, hasil survei di TNWK pada 2022 memang belum menemukan jejak keberadaan badak sumatera. Kendati begitu, jejak kematian dan indikasi perburuan satwa liar itu juga tidak ditemukan. Karena itulah diperlukan metodologi survei yang lebih baik untuk bisa mendeteksi keberadaan badak sumatera di dalam hutan.
”Harapan kita badak sumatera masih ada, kita akan benar-benar menyisir kawasan TNWK ini,” katanya.
Harapan kita badak sumatera masih ada. (Dedi Chandra)
Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia Jansen Manansang menuturkan, program penangkaran badak sumatera yang dilakukan di TNWK sudah hampir tiga dekade. Sejak dibangun tahun 1996, sudah ada tiga ekor badak sumatera yang lahir di SRS.
Selain penangkaran badak, pihaknya juga menjalankan program Rhino Protection Unit (RPU) dengan melakukan patroli pengamanan. Saat ini sudah ada 9 unit RPU yang aktif melakukan patroli pengamanan hutan.
Sementara itu, Dewan Pembina YABI Dodik Wijanarko menuturkan, pengamanan kawasan TNWK harus ditingkatkan untuk melindungi badak dan satwa kunci lainnya dari kepunahan. Menurut dia, skema pengamanan kawasan terestrial dan perairan yang mengadopsi pengamanan kawasan di bidang militer juga dapat diterapkan dikawasan TNWK. Apalagi, saat ini, kawasan perairan berupa sungai dan laut menjadi salah satu pintu masuk pemburu.
Selain itu, pengamanan dengan teknik investigasi dan pemanfaatan teknologi juga dapat dilakukan. Penegakan hukum dan sosialisasi ke masyarakat yang ada di sekitar kawasan hutan penyangga juga harus terus dilakukan.