Situasi Politik Tidak Pengaruhi Relasi Seniman Lima Gunung
Menjelang Pemilu 2024, perbedaan pilihan mulai terjadi di masyarakat. Namun, hal itu tidak memengaruhi kegiatan dan relasi antarseniman dari Komunitas Lima Gunung.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Situasi menjelang Pemilu 2024 membuat banyak orang saat ini mulai berbeda pilihan partai politik atau calon bakal calon presiden. Kendati demikian, bagi para seniman yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung, perbedaan pilihan tersebut tidak lantas berpengaruh dalam relasi dan kegiatan berkesenian mereka, termasuk dalam penyelenggaraan Festival Lima Gunung atau FLG XXII pada 25-27 Agustus 2023 ini.
Presiden Lima Gunung Sutanto Mendut menyatakan mengetahui bahwa rekan-rekan seniman ada yang mendukung partai tertentu. Ada pula yang sempat mengajukan diri menjadi calon anggota legislatif (caleg) dari suatu parpol, tetapi kemudian batal.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Saat ini pun sejumlah seniman mulai menyimpan jaket parpol tertentu. Perbicangan antarseniman juga mulai menyebutkan dukungan terhadap parpol pilihan masing-masing. Namun, segala perbedaan itu tidak pernah menjadi persoalan antarmereka.
”Anggota seniman Lima Gunung memang multipartai. Namun, perbedaan pilihan tidak pernah menjadi persoalan. Kerukunan antarkami sudah terjalin lama, bahkan sejak sebelum Jokowi bertarung melawan Prabowo dalam Pilpres 2014,” ujarnya dalam sambutannya dalam acara FLG XXII di Dusun Sudimoro, Desa Baleagung, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (27/8/2023).
Sutanto mengakui, secara pribadi, situasi politik juga cukup membingungkannya. Ia berteman baik dengan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB Yusuf Chudlori, tetapi di sisi lain dia juga berteman akrab dengan tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU) lainnya yang bukan pendukung PKB.
”Saya pun bingung bagaimana harus bersikap. Jadi apa yang harus saya lakukan selama setahun ini? Lebih baik saya memilih mendukung Lima Gunung saja,” ujarnya.
Tema FLG kali ini adalah ”Kalis ing Kahanan” yang bermakna mampu bertahan dalam berbagai situasi dan keadaan. Tema ini serupa dengan ungkapan dalam bahasa Jawa, manjing ing kahanan yang bermakna mampu beradaptasi dengan keadaan.
”Manjing ing kahanan tidak gampang dilakoni. Yang mudah dijalani itu manjing, ndherek Anies Baswedan, manjing ndherek Ganjar Pranowo, atau manjing ndherek Prabowo Subianto,” ujarnya.
Sutanto juga mengingatkan bahwa sejak lama Komunitas Lima Gunung sudah terbiasa menyelenggarakan kegiatan tanpa sponsor. Oleh karena itu, menjelang pemilu, para seniman diharapkan tidak gampang tergoda oleh pembagian uang dari parpol atau tim sukses dari caleg atau capres nantinya.
Dalam kesempatan itu, Kepala Dusun Sudimoro Sih Agung Prasetyo mengatakan, pelaksanaan FLG hanya bermodal sponsor dari Tuhan Yang Maha Esa. Sekalipun sejumlah tamu undangan yang hadir adalah orang penting, dia menyebut FLG tidak membutuhkan sumbangan dari mereka.
”Kepada semua tamu undangan yang hadir, kami hanya membutuhkan sumbangan uang parkir untuk desa saja,” ujarnya. Uang parkir untuk tamu yang hadir dalam FLG sebesar Rp 10.000 per kendaraan.
Penghargaan
Dalam hari terakhir pelaksanaan FLG XXII, Minggu (27/8/2023), Komunitas Lima Gunung juga memberikan Lima Gunung Award kepada 12 tokoh. Beberapa orang yang mendapatkan penghargaan adalah sutradara Garin Nugroho dan musikus Franki Raden.
Dalam kesempatan itu, Franki Raden mengatakan, segenap acara, ritual yang terselenggara selama FLG, dianggapnya sebagai ritual, selamatan dari desa. Ritual ini diharapkannya bisa menggantikan ritual, selamatan, yang tidak digelar pemerintah menjelang Pemilu 2024.
”Seharusnya pemerintah belajar dari budaya desa, dan mari kita semua mendoakan agar pemilu berlangsung baik-baik saja,” ujarnya.