Budidaya Bambu, Solusi Mengatasi Kekeringan dan Lahan Kritis di NTT
Budidaya tanaman bambu bisa mengatasi kekeringan dan lahan kritis di NTT. Satu rumpun bambu bisa menghasilkan 5.000 liter air per tahun. Belasan sampai puluhan hektar bambu hasilkan satu mata air.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Budidaya bambu di Nusa Tenggara Timur memiliki sejumlah manfaat, termasuk mengatasi kekeringan dan lahan kritis di sejumlah wilayah Nusa Tenggara Timur. Dusun bambu di ketinggian bisa menghasilkan sumber mata air, juga menyuburkan lahan kritis. Bambu telah mengubah kesejahteraan ”mama-mama bambu”.
Ketua Program Yayasan Bambu Lingkungan Lestari Nurul Firmansyah di Kupang, Senin (21/8/2023), mengatakan, sejak 2021-2022, Yayasan Bambu Lestari (YBLL) membantu 532 kelompok ”mama-mama bambu” di tujuh kabupaten di NTT, menghasilkan 3,5 juta anakan bibit bambu. Jumlah ini antara lain 1,5 juta anakan sudah ditanam di areal seluas 500 hektar.
Penanaman diprioritaskan di lahan kritis, sumber mata air, dan perhutanan sosial. Sampai 2025 akan ada 4.000 hektar bambu dikembangkan di kawasan serupa, di 10 kabupaten. Masing-masing kabupaten 400 hektar. Bibit bambu disiapkan kelompok mama-mama bambu. Mereka sudah sangat terampil soal pembibitan.
Disebutkan, bambu bisa mengatasi kekeringan. Satu rumpun bambu sehat menghasilkan maksimal 5.000 liter air. Untuk menghasilkan satu atau beberapasumber mata air butuh dusun bambu, dengan areal belasan sampai puluhan hektar.
”Untuk itu, bambu harus ditanam di ketinggian. Di sejumlah wilayah dengan rumpun bambu yang cukup luas, pasti ada sumber mata air di dekatnya,” kata Firmansyah.
Di Kabupaten Sikka telah dikembangkan 12 hektar bambu, dan menghasilkan satu sumber mata air setelah 4 tahun bambu itu ditanami. Jenis bambu petung lebih bernilai ekonomis, selain jenis air. NTT memiliki sekitar tujuh jenis bambu sebagian masih dalam proses survei.
Selain itu, bambu juga menyuburkan lahan-lahan kritis. Metode penanaman dengan sistem biochar di lokasi itu sehingga bambu bisa tumbuh subur. Proses ini agak mahal tetapi butuh kesabaran. Sebaiknya, penanaman dilakukan setelah 7-14 hari proses biochar, dan ditanam di musim hujan.
Menjadi kawasan subur
Setelah sekian tahun, lahan kritis itu berubah menjadi kawasan subur dan ditanami jenis tanaman lain. Petani bambu bisa menanam tanaman lain sekitarnya, seperti pisang, mangga, umbi-umbian, jagung, dan jenis tanaman ekomis lain. Sebelumnya, tanaman itu tidak bisa hidup di lokasi itu. Bambu sebagai tanaman perintis.
Dengan dukungan Pemprov NTT, pemkab, dan pemerintah pusat, program bambu bakal menjadi salah satu program unggulan NTT. Saat ini budidaya bambu dikembangkan di tujuh kabupaten melibatkan 532 kelompok mama-mama bambu. Masing-masing kelompok beranggotakan 25-30 orang. Mereka juga melibatkan suami, anak-anak, anggota keluarga, dan tetangga.
Jumlah 532 kelompok mama bambu, sebagian dari mereka sudah sukses secara ekonomi. Membuat teh berbahan bambu, kerajinan dari bambu, memanfaatkan rebung untuk pangan, dan belajar membuat demplot agroforestry bambu untuk sayur sawi, kol, tomat, wortel, dan jagung pulut. Ada agroekologi, satu ekosistem yang utuh. Sambil menunggu 4 tahun masa panen bambu di lahan itu.
”Tahun ini dilakukan pelatihan ke mama bambu soal produk, terintegrasi dengan pabrik. Jenis bambu timber, sepeda bambu setelah dilaminasi, mangkok bambu, dan sedang dikembangkan arang bambu, menganyam dari serat bambu dan cara menyuburkan lahan kritis sebelum ditanami. Arang bambu sebagai substitusi batubara, sumber energi terbarukan,” kata Nurul.
Ia mengatakan, timber bambu sudah menghasilkan koperasi produksi di Labuan bajo. Pabrik berskala menengah. Budidaya bambu disepuluh kabupaten akan diterintegrasi dengan pabriktadi, termasuk semua kegiatan di Kampus Bambu Komodo di Labuan Bajo, dan Kampus Bambu Turetogo, Bajawa.
Untuk itu, bambu harus ditanam di ketinggian. Di sejumlah wilayah dengan rumpun bambu yang cukup luas, pasti ada sumber mata air di dekatnya. (Firmansyah)
Khusus kampus Turetogo Bajawa, dengan dukungan YBLL mama-mama bambu sudah membuat perabot-perabot sederhana. Paling utama, bagaimana mereka bisa belajar mengawetkan bambu. Kualitas bambu yang bagus dihasilkan dari karya mereka. Selama ini proses pengawetan menggunakan sistem boraks tetapi ke depan akan diawetkan dengan air laut.
Gubernur NTT Viktor Laiskodat menandatangani prasasti pendirian Kampus Bambu Turetego di Desa Ratogesa,, Ngada, Senin (24/5/2021).
Ia mengatakan, YBLL masuk Ngada 2009 diawali dengan survei potensi. Mulai efektif kegiatan tahun 2021, setelah adanya dukungan Pemprov NTT. Kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan MOU antara YBLL dan Bupati Ngada, Nagekeo, Ende, dan Manggarai Barat. Tiga kabupaten sedang dalam proses, yakni Sikka, Manggarai, dan Manggarai Timur. Ke depan lagi, akan ada kerja sama dengan Pemkab Alor, Timor Tengah Utara, dan Pemkab Sumba Timur.
Saat ini sedang dibentuk komunitas ”Tukang Keren”, yakni program transfer pengetahuan. Tukang dari Jawa dan Bali yang terampil di bidang bambu didatangkan ke Flores. Mereka bekerja sama dengan tukang lokal, mengolah kerajinan bambu menjadi berbagai jenis perabot.
”Mereka mengerjakan sejumlah proyek di Flores sekaligus menjadi mandor sambil membagikan pengetahuan ke tukang lokal. Ini akan lahir jaringan kerja sama bidang keterampilan bambu,” kata Firmansyah.
Ahli Taksonomi Bambu dari YBLL, Prof Elizabeth Widjaya, mengatakan, NTT memiliki 19 jenis bambu empat di antaranya endemik. Beberapa jenis bambu baru ditemukan, termasuk satu jenis bambu di Kabupaten Sikka, yang baru ditemukan, bertepatan dengan kedatangan Presiden Jokowi pada peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 2022.
”Saya beri nama bambu itu, ’Jokowi’. Ini sebagai penghormatan terhadap kunjungan Presiden ke kampus bambu, bentukan YBLL. Setelah merayakan peringatan 1 Juni di Ende, Presiden melanjutkan perjalanan dengan helikopter ke Bajawa, menyaksikan karya mama-mama bambu di sana, termasuk kampus Bambu Turetogo Bajawa. Masih ada beberapa jenis bambu baru, yang belum saya beri nama,” kata Widjaya.
Indonesia memiliki 176 jenis bambu yang sudah diberi nama. Masih banyak bambu yang belum bernama. Penelitian terhadap jenis-jenis bambu ini terus dilakukan. Jenis bambu yang lebih popular yakni petung.
Ia mengatakan, rumah berbahan bambu sangat cocok di daerah rawan gempa dibandingkan batu bata atau batako. Hanya, di Indonesia rumah bambu dinilai masih miskin atau terbelakang. Akhirnya banyak keluarga mengganti rumah bambu dengan batu bata. Rumah menjadi tidak aman di daerah gempa.
”Daerah Cianjur, Jawa Barat. Itu daerah lapisan sesar. Dulu masyarakat membangun rumah dari bambu, tetapi dinilai tidak layak huni, akhirnya diganti dengan bata. Sekarang, mereka balik lagi ke bambu. Rumah bambu bisa dibangun lebih cantik dipandang, hanya butuh biaya tidak murah,”katanya.
Inilah proses pembangunan Kampus Bambu Turetogo sebagai pusat pembelajaran ratusan, bahkan ribuan ibu dari tujuh kabupaten di NTT. Selama belajar, mereka menginap di lima unit quest house milik desa. Mereka belajar soal bambu dari hulu sampai hilir. Hasil pembibitan anakan bambu dibeli Rp 2.500 per anakan oleh YBLL.