Ironi di Balik Kemegahan Pos Lintas Batas Negara di NTT
Di balik kemegahan pos lintas batas, tersimpan sejumlah fakta ironis yang memerlukan perhatian serius, seperti krisis air bersih dan fasilitas kesehatan yang tidak memadai.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Gencarnya program pembangunan pos lintas batas negara terpadu di Nusa Tenggara Timur belum sepenuhnya diikuti dengan upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat setempat. Di balik kemegahan pos lintas batas, tersimpan sejumlah fakta ironis yang memerlukan perhatian serius, seperti krisis air bersih dan fasilitas kesehatan yang tidak memadai.
Pos lintas batas negara terpadu (PLBNT) dimaksud meliputi Motaain di Kabupaten Belu, Motamasin di Kabupaten Malaka, serta Wini dan Napan di Kabupaten Timor Tengah Utara. Anggaran pembangunan semua PLBNT itu berasal dari pemerintah pusat. Tiga PLBNT, yakni Motaain, Motamasin, dan Wini, sudah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.
Alex Bria (45), warga Kabupaten Belu, pada Jumat (18/8/2023) pagi, menuturkan, keberadaan PLBNT Motaain membanggakan masyarakat yang mendiami perbatasan. ”Pos perbatasan adalah wajah Indonesia. Bangunannya bagus. Orang-orang di sini sering ke sana untuk foto-foto,” ujarnya.
PLBNT Motaain merupakan fasilitas publik di daerah itu yang menelan biaya pembangunan paling tinggi. Mengutip data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, PLBNT Motaain yang berdiri di atas lahan seluas 8,03 hektar itu dibangun sejak tahun 2015. Anggaran yang dihabiskan mencapai Rp 82 miliar.
PLBNT Motaain merupakan pos yang paling strategis lantaran menjadi akses darat langsung ke Dili, ibu kota negara Timor Leste. Motaain dan Dili terpaut jarak 111 kilometer yang ditempuh dalam waktu sekitar 2,5 jam menggunakan mobil. Berdasarkan data Kantor Imigrasi Atambua, lebih kurang 300 orang melintas setiap hari.
Menurut Alex, wajah beranda negara itu belum sepenuhnya mencerminkan kondisi ekonomi masyarakat di sekitarnya. ”Di desa sekitar perbatasan Motaain, seperti Silawan, hingga kini banyak masyarakat kesulitan mengakses air bersih. Ini yang berdampak pada kesehatan mereka,” ujarnya.
Pemerintah jangan hanya mengejar fisik.
Kondisi yang sama juga terjadi di sekitar PLBNT Motamasin, Kabupaten Malaka. Biaya pembangunan PLBNT yang berada di atas lahan 11,29 hektar itu lebih mahal, yakni Rp 128 miliar. Mulai dibangun tahun 2015 dan kini sudah beroperasi, PLBNT Motamasin tergolong sepi. PLBNT itu menghubungkan Indonesia dengan Distrik Cova Lima, Timor Leste.
Selain krisis air bersih, persoalan lain yang terjadi di sekitar daerah itu adalah tingginya praktik perdagangan orang melalui rekrutmen pekerja migran nonprosedural. ”Persoalan ekonomi yang mendorong mereka menjadi pekerja migran. Pemerintah jangan hanya mengejar fisik,” kata Gabriel Goa, Ketua Dewan Pembina Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia.
Hingga Juli 2023 lalu, sebanyak 74 pekerja migran nonprosedural asal NTT meninggal di Malaysia dan jenazahnya dibawa pulang ke kampung halaman. Dari jumlah tersebut, korban terbanyak berasal dari Kabupaten Malaka, yakni 15 orang.
Sementara itu, PLBNT Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara dibangun di atas lahan seluas 4,42 hektar sejak tahun 2015. Biaya yang dihabiskan lebih kurang Rp 130 miliar. PLBNT Wini menghubungkan Indonesia dengan Oeccuse, Timor Leste. Oeccuse merupakan wilayah enklave yang dikelilingi wilayah teritorial Indonesia.
Luis Kollo (38), warga Wini, menuturkan, di Wini tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai. Pasien yang sakit harus dibawa ke Atambua, Kabupaten Belu, menggunakan kendaraan darat dengan waktu tempuh lebih kurang dua jam. Banyak pasien tidak tertolong.
”Waktu sakit, almarhum bapak saya diantar ke Atambua. Kami berharap pembangunan fasilitas kesehatan haruslah diprioritaskan karena ini menyangkut keselamatan manusia,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mengapresiasi sejumlah program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat di wilayah NTT. Salah satunya adalah pembangunan PLBNT. Viktor sudah berulang kali ke Dili melalui PLBNT Motaain.
Menurut dia, pemerintah dari pusat hingga daerah tidak tutup mata dengan berbagai persoalan pembangunan dan juga harapan masyarakat. Dengan segala sumber daya yang dimiliki, pemerintah mencoba menjawabnya secara bertahap.