Gemerlap Angkringan di Bandar Lampung
Menikmati kopi susu sambil mendengarkan musik di angkringan saat ini menjadi gaya hidup kaum muda di Bandar Lampung. Angkringan tak hanya menjadi tempat pelepas penat, tapi juga menjadi ruang ekspresi bagi pemusik.
Menikmati kopi susu sambil mendengarkan musik di angkringan saat ini menjadi gaya hidup kaum muda di Bandar Lampung. Angkringan tak hanya menjadi tempat pelepas penat, tapi juga menjadi ruang ekspresi bagi pekerja seni musik lokal di Lampung.
Dua jam menjelang tengah malam, suasana di sepanjang jalan protokol Kota Bandar Lampung, masih ramai. Belasan angkringan yang berjejer di sepanjang Jalan Teuku Umar hingga Jalan Jenderal Sudirman masih disesaki anak-anak muda. Ornamen lampu-lampu gantung membuat tempat nongkrong itu tampak gemerlap.
Usaha angkringan yang dirintis anak-anak muda Bandar Lampung itu memanfaatkan halaman ruko yang tutup pada malam hari. Mereka memilih letak yang strategis untuk membuka usaha, seperti di dekat lampu merah atau pertigaan.
Tidak hanya menyediakan makanan murah, setiap angkringan juga menampilkan pertunjukan musik dengan genre berbeda-beda. Musik akustik, pop, hingga dangdut koplo menjadi daya tarik tersendiri yang ditawarkan masing-masing angkringan.
Seperti suasana di Angkringan Toxsik Kedaton yang terletak di Jalan Teuku Umar pada Minggu (13/8/2023) malam, puluhan pengunjung asyik bernyanyi lagu ”Nemen” yang dirilis grup musik GildCoustic.
Lagu berbahasa Jawa yang bercerita tentang pengkhianatan cinta itu semakin populer setelah dinyanyikan sejumlah penyanyi dangdut koplo Denny Caknan, Happy Asmara, dan Nella Kharisma.
Pengunjung yang sebagian besar berusia 20-30 tahun asyik berjoget sambil berdiri atau duduk di kursi plastik. Tak sedikit pengunjung yang siaran langsung di akun Instagram atau Tiktok-nya masing-masing.
”Saya ke sini bareng temen-temen kantor untuk santai. Ya, biasalah melepas penat habis lembur,” ujar Yeti Noviani (30), karyawan swasta, saat ditemui Minggu malam.
Malam itu, ia bersama tiga temannya larut dalam suasana santai ditemani beragam menu angkringan, mulai dari nasi kucing, mi instan, hingga aneka jajanan sosis bakar. Berbagai minuman kopi, susu, teh, dan beragam minuman segar juga tersaji.
Angkringan menjadi tempat nongkrong yang asyik dan ramah di kantong pekerja di perkotaan. Dengan uang Rp 100.000, Yeti bisa memesan makanan dan minuman untuk berempat.
Menu-menu di warung angkringan memang dijual dengan harga terjangkau, mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 15.000. Beberapa menu angkringan dibuat sesuai selera masyarakat Sumatera yang menyukai rasa pedas.
Angkringan Toxsik tahu bagaimana memanjakan konsumen. Selain harga terjangkau, mereka juga menghadirkan grup musik setiap malam. Genre musik pop dan dangdut koplo menjadi ciri khas musik yang sering ditampilkan di angkringan ini.
”Kami tidak hanya menjual makanan, tapi juga suasana dan kenyamanan. Dengan harga terjangkau, pembeli sudah bisa nongkrong sambil menikmati penampilan grup musik. Kami memang membidik demikian,” ujar sang pemilik Angkringan Toxsik, Ahmad Permana (30).
Sejak dibuka pada September 2020, angkringan Toxsik alias Tongkrongan Asyik Live Musik mengalami pasang surut. Sempat dibatasi karena pandemi Covid-19, usaha yang dirintis Ahmad bersama istrinya itu kini sudah mempunya konsumen setia.
Dalam semalam ada lebih dari 100 orang yang datang ke warung angkringan tersebut. Omzet usahanya berkisar Rp 4 juta-Rp 7 juta dalam enam jam buka pada pukul 18.00-24.00.
Ahmad menuturkan, usahanya semakin terkenal setelah beberapa kali viral di media sosial. Awalnya, Ahmad pernah viral karena berdebat dengan petugas Satgas Covid-19.
Saat itu, banyak netizen yang bersimpati dengan Ahmad. Kemudian banyak orang yang datang karena ingin tahu usaha angkringannya.
Kini, Ahmad semakin gencar memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan usahanya. Setiap minggu, Vina yang merupakan istri Ahmad menjadi admin Tiktok dan melakukan siaran langsung. ”Ada juga yang request lagu dan titip-titip salam,” ujar Vina.
Promosi dan interaksi lewat media sosial itu tak hanya mendatangkan pelanggan baru. Vina juga mengaku sudah mendapat penghasilan dari live Tiktok. Selama empat bulan terakhir, ia mendapat uang sekitar Rp 1,7 juta.
Ruang ekspresi
Kemunculan usaha warung angkringan di Bandar Lampung juga menjadi ruang ekspresi bagi para pekerja musik di Bandar Lampung. Grup musik yang digawangi anak-anak muda Lampung kini mendapat peluang yang lebih besar untuk manggung. Tidak hanya di kafe, mereka juga mendapat tawaran untuk tampil di warung-warung angkringan.
”Kalau lengkap anggota grup musik kami ada lima orang, tapi malam ini hanya dua orang yang manggung,” ucap Vandi (25), vokalis grup musik Finger Zone.
Menurut dia, grup musiknya tidak selalu bisa manggung dengan personel lengkap. Pasalnya, terkadang ada beberapa anggota yang sedang bekerja di tempat lain. Selain itu, ada pula permintaan dari pemilik angkringan yang hanya ingin 2-3 tiga personel saja yang tampil.
Malam itu, Vandi bersama rekannya tampil di Angkringan Gadun yang berada di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Bandar Lampung. Vandi lebih banyak menyanyikan lagu-lagu pop bertema cinta. Ia juga sering diminta menyanyikan lagu-lagu yang sedang tren oleh pengunjung. Ada juga yang ingin bernyanyi bersama.
Menurut Vandi, angkringan kini menjadi ruang ekspresi bagi grup musik lokal. Penikmat musik juga semakin beragam, mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran, hingga keluarga.
Dimas Ari Dermawan (35), pemilik Angkringan Gadun, menuturkan, dirinya memilih musik akustik untuk menghibur pelanggan karena ingin memberikan suasana yang lebih tenang untuk pengunjung. Tempat duduk di angkringan itu juga disusun agak berjauhan agar pengunjung mempunyai privasi.
Selain mengobrol, pengunjung biasanya bersantai di angkringan sambil bermain game bersama teman-temannya. Ada juga yang datang untuk memberikan kejutan ulang tahun. Suasana perayaan ulang tahun di angkringan bisa lebih meriah karena pengunjung lain ikut bernyanyi lagu ”Selamat Ulang Tahun”.
Ketua Umum Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Lampung Ahmad Giri Akbar berpendapat, anak-anak muda yang membuka usaha angkringan di Bandar Lampung sebagian besar terinspirasi dari temannya yang lebih dulu berhasil di usaha serupa. Kaum muda yang cenderung bertindak cepat ini kemudian mengikuti hal serupa.
Ia menilai, para wirausaha muda yang banyak bermunculan di Bandar Lampung berdampak positif karena dapat menjadi penggerak ekonomi pascapandemi Covid-19. Karena itulah, pemerintah daerah perlu memberikan pembinaan agar usaha ini bisa bertahan dan berkelanjutan.
Di sisi lain, fenomena angkringan juga dapat menunjukkan turunnya daya masyarakat pascapandemi Covid-19. Masyarakat yang semula memilih kafe atau restoran sebagai tempat nongkrong, kini beralih ke angkringan yang menawarkan harga lebih terjangkau. Di angkringan, mereka tetap bisa mendengarkan musik seperti di kafe.
Angkringan di Bandar Lampung kini menjadi pilihan tempat nongkrong untuk kaum muda melengkapi gaya hidup. Angkringan tetap bertahan dengan konsep harga dapat, suasana dapat. Murah, meriah.