Akses menuju stasiun-stasiun kereta cepat memegang kunci keberhasilan moda ini menarik pengguna kendaraan pribadi. Tanpa itu, kereta cepat seakan terasing dari hiruk-pikuk kota di sekitarnya.
Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG, ABDULLAH FIKRI ASHRI, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·6 menit baca
Integrasi antarmoda transportasi dan jalur akses turut memastikan sukses atau tidaknya layanan kereta cepat Jakarta-Bandung. Tanpa kemudahan mencapai lokasi yang dituju, tawaran kemewahan berupa kecepatan waktu tempuh berpotensi tinggal angan belaka.
Penyelesaian sejumlah fasilitas pendukung di empat stasiun kereta cepat terus dikebut sepanjang Agustus 2023. Jembatan Cibiru Baru sepanjang 734 meter, yang membentang di atas Tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi, resmi beroperasi pada 10 Agustus. Jalur akses yang pembangunannya memakan waktu 2,5 tahun ini menghubungkan Stasiun Tegalluar di Kabupaten Bandung dengan sejumlah pusat keramaian di Kota Bandung, seperti Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Masjid Al Jabbar, Stasiun Cimekar, Stasiun Gedebage, serta kawasan Summarecon.
Di Stasiun Halim, jembatan serupa menghubungkan stasiun dan Jalan DI Panjaitan. Jembatan yang dibangun KCIC dan Pemprov DKI Jakarta ini ditargetkan beroperasi bulan ini.
Stasiun Halim dan Tegalluar yang terletak di pinggir tol ini juga bakal dilengkapi dengan gerbang keluar tol. Akses menuju Stasiun Tegalluar kelak dapat melalui gerbang keluar tol Km 151A arah Cileunyi dan drop zone tol Km 151B arah Bandung. Akses ini sedang dipersiapkan Jasa Marga.
Di Tol Cikampek, KCIC berkolaborasi dengan Jasa Marga menyediakan gerbang keluar tol di Km 1+850 menuju Stasiun Halim.
Stasiun Halim juga terintegrasi fisik dengan Stasiun LRT Halim sehingga penumpang tinggal berjalan kaki saat akan berpindah moda. Tak hanya itu, operator kereta cepat juga menggandeng PT Transportasi Jakarta untuk menyediakan layanan bus Transjakarta yang masuk ke area Stasiun Halim.
Adapun akses menuju Stasiun Karawang masih dalam tahap persiapan pembangunan. Akses jalan ke Stasiun Karawang disiapkan dari kawasan Trans Heksa Karawang dan Deltamas serta gerbang keluar Tol Cikampek Km 42.
Dengan proses yang masih berjalan ini, Stasiun Karawang kemungkinan tidak akan disinggahi kereta cepat di awal operasionalnya.
Stasiun Padalarang
Integrasi fisik antarstasiun juga terjadi di Stasiun Padalarang, Bandung. Stasiun kereta cepat berada bersisian dengan stasiun eksisting. PT KAI menyiapkan kereta pengumpan berkapasitas 200 tempat duduk.
Menurut Manajer Humas PT KAI Daop 2 Bandung Mahendro Trang Bawono, dengan kereta pengumpan ini, perjalanan Padalarang-Cimahi membutuhkan waktu 7 menit saja dan Padalarang-Bandung 19 menit, dengan pemberhentian 2 menit di Stasiun Cimahi.
Dalam sehari, ada 72 kali perjalanan kereta pengumpan dengan waktu tunggu 25 menit.
Makin intensifnya perjalanan kereta di jalur konvensional antara Padalarang-Bandung membawa konsekuensi bertambahnya beban lalu lintas di pelintasan sebidang karena pintu palang akan lebih sering menutup.
Saat ini jalur kereta Padalarang-Bandung dilintasi 58 perjalanan kereta lokal dalam sehari.
Mahendro mengatakan, terdapat 48 titik pelintasan sebidang yang terdampak perjalanan kereta pengumpan Bandung-Padalarang. Pelintasan resmi yang diawasi pemerintah dan KAI berjumlah 17 titik, sementara 31 titik sisanya tidak dijaga. ”Rencana penutupan pelintasan sebidang di Daop 2 tahun 2023 ada di 21 titik,” ujarnya.
Kepala Dinas Perhubungan Jabar Koswara mengatakan, Pemprov Jabar memulai pembebasan lahan untuk pembangunan pelintasan tidak sebidang.
Selain itu, Koswara menambahkan, salah satu jalur bus Trans Metro Pasundan yang telah eksis dari Kota Bandung menuju Kota Baru Parahyangan akan diubah rutenya melalui Stasiun Padalarang.
Dalam perencanaan integrasi antarwilayah di Bandung Raya, lanjut Koswara, konektivitas antarmoda didorong melalui Badan Pengelola Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Di samping itu, pihaknya juga meminta bantuan pemerintah pusat untuk menyediakan transportasi di kawasan aglomerasi.
”Perencanaan angkutan massal di Bandung Raya akan terkoneksi dengan stasiun yang dilewati kereta cepat. Jadi, selain kereta (pengumpan), ada juga bus transit hingga kereta gantung (cable car),” ujarnya.
Menurut Gubernur Jabar Ridwan Kamil, permasalahan transportasi di Bandung Raya sulit diselesaikan jika hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. ”Sudah disimpulkan, masalah ini harus dikerjakan bersama pemerintah pusat karena tidak cukup hanya dengan APBD. Saya presentasi ke Istana (Presiden) tentang konsep transportasi publik ini,” ujarnya.
Kepadatan lalu lintas
Di Stasiun Tegalluar, selagi menunggu kepastian integrasi angkutan umum, kereta pengumpan, dan rampungnya gerbang keluar tol Kilometer 1 Gedebage, semua perjalanan menuju dan dari stasiun itu masih mengandalkan jalan arteri dan menggunakan kendaraan pribadi.
Pesatnya pembangunan perumahan, stadion berkapasitas 38.000 orang, hingga Masjid Al Jabbar membuat kawasan di sekitar stasiun itu tergolong padat. Calon penumpang KCJB harus berebut akses jalan arteri selebar 5 meter-6 meter dengan warga setempat.
Kepadatan itu membuat waktu tempuh menuju dan dari stasiun ke pusat Kota Bandung terasa sangat panjang. Jarak 30 kilometer menghabiskan lebih dari satu jam. Durasinya bisa jauh lebih panjang saat akhir pekan.
Kemacetan di kawasan itu bahkan pernah viral di media sosial. Penyebabnya, lampu lalu lintas di perempatan Soekarno Hatta-Kiaracondong disebut yang terlama di Indonesia. Pengemudi bisa antre lebih dari 15 menit untuk lewat kawasan itu karena terhadang lampu merah.
Ke depan, waktu tunggu itu bisa jadi lebih lama apabila KCJB mulai melayani ribuan orang per hari. Tanpa revolusi transportasi di sekitar Tegalluar, entah berapa lama lagi waktu yang terbuang akibat kemacetan.
Adrian Kusuma (40), warga Padasuka, Kota Bandung, berharap pengelola kereta cepat bisa memberikan akses yang lebih ideal seperti koneksi dengan angkutan umum hingga rute yang lebih nyaman dan bebas macet. ”Jangan sampai kemewahan waktu 45 menit di atas kereta terhapus berjam-jam saat kita hendak ke pusat kota,” katanya.
Target penumpang
Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi optimistis 68 perjalanan kereta cepat bisa mengangkut 30.000 penumpang per hari di masa awal operasionalisasi KCJB. Untuk meraih target itu, diperlukan segala upaya, termasuk menyelesaikan integrasi stasiun dengan angkutan umum, serta kerja sama dengan berbagai pihak untuk memudahkan antar-jemput penumpang kereta cepat ke berbagai tujuan.
”Kalau nanti ada investor membangun jalur kereta cepat ke Surabaya, maka skala ekonomi bertambah. Karena di negara-negara maju, indikator negara maju kalau perkeretaapian modern, yaitu kereta komuter, kereta cepat, dan kereta barang,” katanya.
Integrasi moda transportasi menjadi jalan untuk memaksimalkan potensi daerah di sekitar stasiun kereta cepat. Kepala Dishub Kabupaten Bandung Barat Fauzan Azima menyatakan, beroperasinya kereta cepat jadi momentum Kabupaten Bandung Barat memperbaiki koneksi angkutan umum antarwilayah guna mendongkrak kunjungan wisata.
”Selama ini belum ada moda transportasi yang terkoneksi dari utara hingga selatan. Dengan hadirnya kereta cepat, kebutuhan koneksi ke berbagai titik di Bandung Barat, termasuk tempat wisata, lebih dimatangkan,” ujarnya.
Di sisi utara Bandung Barat, Lembang jadi primadona destinasi wisata, dari Cikole hingga Tangkubanparahu. Namun, akses dari Padalarang ke Lembang masih mengandalkan angkutan kota.
Menurut Fauzan, akses Padalarang-Lembang mengandalkan jalan yang belum bisa dilintasi kendaraan besar. Warga hanya memiliki akses lewat Kota Bandung menuju Lembang sehingga menambah beban lalu lintas di ibu kota Jabar ini. ”Kabupaten Bandung Barat tidak bisa terus-menerus mengandalkan Kota Bandung untuk ke Lembang. Jadi, kami tengah mematangkan rencana terkoneksi menuju utara. Kami juga berkoordinasi lewat BP Cekungan Bandung agar angkutan di kawasan Bandung Raya semakin terintegrasi,” ujarnya.
General Manager Corporate Secretary PT KCIC Eva Chairunisa menyatakan, selain pebisnis, penumpang potensial kereta cepat adalah wisatawan. Kapasitas stasiun kereta cepat mampu menampung hingga 1.000 penumpang dalam waktu bersamaan. ”Kemudahan itu kami harapkan bisa dimanfaatkan berbagai pihak untuk menangkap peluang wisata yang besar.”