Rebana, Senjata Para Raja di Segitiga Pantura Jabar
Kawasan Rebana di pantura Jabar punya beragam potensi yang belum diasah ideal. Pembangunan infrastruktur hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia diharapkan membuat kawasan itu semakin berkilau.
Kawasan industri Rebana, yang merupakan akronim dari Cirebon–Patimban–Kertajati, akan menjadi masa depan Jawa Barat. Regulasi hingga aneka infrastruktur jalan tol, pelabuhan, serta bandar udara sudah tersaji di sana. Semua menjadi usaha daerah-daerah di pantura Jabar menjadi raja di tanahnya sendiri.
Rebana seperti segitiga, yang terhubung dari Cirebon, Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang, dan Bandara Internasional Jabar Kertajati di Majalengka. Kawasan industri ini meliputi Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, Subang, dan Sumedang.
”Masa depan Jawa Barat ada di Rebana,” ujar Gubernur Jabar Ridwan Kamil saat menghadiri peringatan Hari Jadi Ke-654 Kota Cirebon, Rabu (19/7/2023). Masa depan yang dimaksud, pusat pertumbuhan ekonomi dan industri kelak berada di Rebana. Indikatornya, hadirnya infrastruktur.
Salah satunya, tersambungnya Jalan Tol Cileunyi–Sumedang–Dawuan (Cisumdawu) pada pertengahan Juli lalu. ”Itu membuat saya dari Bandung ke sini (Cirebon) hanya 90 menit, yang biasanya tiga jam. Sebelum ada Tol Cipali (Cikopo-Palimanan), biasanya enam jam,” katanya.
Baca juga: Ciayumajakuning Entrepreneur Festival, Ajang Tumbuhkan Ekonomi Hijau Digital
Beroperasinya Tol Cisumdawu yang dicanangkan sejak 12 tahun lalu itu memudahkan akses warga dari Bandung dan sekitarnya ke Bandara Kertajati. Sebelumnya, waktu tempuh dari Ibu kota Jabar itu ke bandara bisa dua jam. Kini, warga hanya membutuhkan kurang dari sejam.
”Bulan Oktober, penerbangan internasional juga akan lebih ramai. Bandara Kertajati tidak hanya melayani warga Jabar, tetapi juga Jawa Tengah bagian barat, khususnya untuk umrah,” kata Kang Emil, sapaannya. Saat ini, belum ada penerbangan reguler setiap hari di Kertajati.
Bandara yang mampu menampung hingga 22 pesawat itu juga bakal menggantikan peran Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Jadi, warga Bandung akan terbang dari Kertajati. Perpindahan sejumlah rute ini pernah dilakukan, tetapi tidak bertahan karena terkendala akses.
Kini, Kang Emil meyakini, Bandara Kertajati akan ”terbang tinggi” pasca-tersambungnya Jalan Tol Cisumdawu. Terlebih lagi, bandara itu terintegrasi dengan aerocity atau kota bandara seluas 3.480 hektar. Kawasan itu meliputi apartemen, pabrik, pergudangan, hingga perkantoran.
Selain bandara dan jalan tol, Rebana juga punya Pelabuhan Patimban yang berorientasi ekspor. Pelabuhan ini mampu menampung kontainer 250.000 Teus dan kendaraan sebanyak 218.000 CBU (completely built up). Pelabuhan ini mengurangi kepadatan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Meskipun luasnya hanya 37 kilometer persegi, Kota Cirebon punya puluhan hotel, restoran, hingga pusat perbelanjaan. Cirebon pun menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Jabar timur.
Dalam portofolio pembangunan kawasan Rebana tahun 2020, pemerintah bakal menambah infrastruktur, mulai dari Jalan Tol Patimban, Jalan Tol Terisi–Losarang (Indramayu), rel kereta api dari Kertajati ke Subang, hingga transportasi publik (lintas raya terpadu) Cirebon Raya ke Kertajati.
Kehadiran berbagai infrastruktur itu untuk mendukung 13 kawasan industri baru di Rebana yang totalnya mencapai 43.913 hektar. Area itu antara lain Kertajati, Jatiwangi, Cirebon, Losarang, Tukdana, Balongan, dan Patimban. Industrinya mencakup tekstil, perikanan, hingga minyak dan gas.
Jutaan pekerja
Menurut dia, Pemprov Jabar telah melobi pemerintah pusat agar menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Kawasan Rebana dan Kawasan Jabar Bagian Selatan. Rebana akan dapat Rp 200 triliun lebih dan Rp 157 triliun untuk Jabar selatan.
Pemprov Jabar memprediksi, jika kawasan Rebana berjalan, pertumbuhan ekonomi di daerah dengan penduduk hampir 50 juta jiwa itu bisa mencapai 10 persen per tahun. Saat ini, pertumbuhan ekonomi tertinggi tercatat 6 persen per tahun. Investasi pun bisa 16 persen setahun.
”Akan ada sekitar 4,5 juta lapangan pekerjaan dalam sepuluh tahun ke depan. Jangan sampai ini tidak dinikmati anak-anak di Cirebon dan sekitarnya,” ujar Kang Emil. Apalagi, tingkat pengangguran terbuka di daerah di Rebana belum merata, berkisar 4,16-9,8 persen.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jabar Lendra Sofyan mengatakan, pihaknya telah membentuk Badan Pengelola Kawasan Metropolitan Rebana sebagai perpanjangan tangan gubernur. Badan ini berkoordinasi dengan pemda dalam mempercepat pengembangan kawasan.
”Namun, sayangnya, badan pengelola ini tidak dipayungi Undang-Undang Nomor 23 (Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah),” ujarnya. Pihaknya pun berharap, pemda dapat berkolaborasi dengan badan pengelola tersebut untuk mengembangkan Rebana.
Dalam Sarasehan West Java Economic Society di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon, awal Juli 2023, sejumlah perwakilan pemda berkomitmen mendukung pembangunan Rebana. Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati menyatakan, infrastruktur di daerahnya siap menyambut Rebana. Meskipun luasnya hanya 37 kilometer persegi, Kota Cirebon punya puluhan hotel, restoran, hingga pusat perbelanjaan. Cirebon pun menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Jabar timur.
”Boleh saja pabrik ada di Kabupaten Cirebon, tetapi MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition) ada di kami. Kami siap memberikan akses untuk itu. Siang hari, pergerakan orang di Kota Cirebon bisa 2 juta orang. Padahal, warga kami hanya 340.000 jiwa,” ujar Eti.
Staf Ahli Bupati Indramayu Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Suwenda mengatakan, daerahnya siap memasok bahan pangan untuk pengembangan Rebana. Setiap tahun, produksi beras di Indramayu mencapai 1,3 juta ton, sedangkan perikanan 175.261 ton.
Namun, konektivitas masih menjadi problem. ”Makanya, jalan tol dari Kertajati ke Indramayu akan dibangun pada 2024-2029 untuk memudahkan mobilitas barang. Kami juga merevisi rencana tata ruang wilayah untuk menyiapkan 20.000 hektar lahan industri,” kata Suwenda.
Meski demikian, regulasi terkait penyediaan lahan industri di daerah menemui tantangan karena dapat menggerus lahan pertanian. Pemkab Cirebon, misalnya, telah mengajukan revisi RTRW kepada pemprov dan pemerintah pusat untuk menambah kawasan industri hingga 10.000 hektar.
”Namun, ini terkendala karena ada permintaan LSD (lahan sawah yang dilindungi) di angka 50.000 hektar. Padahal, kami rencananya hanya 40.000 hektar. Ini kebijakan yang belum terselesaikan,” ujar Staf Ahli Bupati Cirebon Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Suhartono.
Baca juga: PDI-P Jabar Janji Pembangunan Kawasan Rebana Berlanjut jika Ganjar Presiden
Di Majalengka, pembangunan kawasan Rebana mulai membuahkan hasil. Sejumlah pabrik tekstil dan produk tekstil yang sebelumnya berada di utara Jabar dan Bandung kini pindah ke sana. Saat ini terdapat 61 industri dengan serapan tenaga kerja 68.000 orang.
”Pengangguran kami berkurang. Kini, Majalengka nomor tiga terbawah di Jabar. Ini karena adanya industri,” ujar Staf Ahli Bupati Majalengka Bidang Ekonomi, Pembangunan, dan Keuangan Wawan Sarwanto. Pihaknya pun membuka pintu selebar-lebarnya untuk investor.
Butuh dukungan
Peneliti bidang perencanaan pembangunan dari Universitas Padjadjaran, Bagdja Muljarijadi, menilai, pembangunan Rebana membutuhkan infrastruktur, intensif bagi investor, hingga institusional yang efektif. ”Ini yang sulit karena berbeda daerah otonomnya,” ujarnya.
Pihaknya pun mengusulkan adanya badan otorita dengan kewenangan lebih banyak untuk mengembangkan Rebana. Harapannya, pemda dapat memanfaatkan kawasan industri sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menyejahterakan warga. ”Jangan sampai industri menambah ketimpangan di Jabar,” ujarnya.
Badan Pusat Statistik mencatat, tingkat ketimpangan ekonomi di Jabar pada Maret tahun ini adalah 0,425 poin. Rasio gini di Jabar menjadi yang tertinggi ketiga di Indonesia setelah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 0,449 poin dan DKI Jakarta 0,431.
Baca juga: Penerbangan dari Bandara Kertajati ke Malaysia Pacu Pengembangan Pariwisata
Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Bandung Koordinator Jabar Prof Martha Fani mengatakan, pemda hingga kampus perlu menyiapkan sumber daya manusia untuk menyambut Kawasan Rebana. ”Warga jangan hanya jadi penonton di daerahnya sendiri,” ujarnya.
Seperti fungsi alat musik dengan nama serupa, Rebana seharusnya dimaknai sebagai simbol rasa syukur atas berbagai perjalanan hidup manusia di sekitarnya. Harapannya, dengan dukungan kebijakan dan politik yang tepat, berbagai potensi yang ada di segitiga pantura bisa terus memberi kesejahteraan bagi semua orang.