Akses Menuju Stasiun Kereta Cepat Diharapkan Terus Bertambah
Jembatan Cibiru Hilir ini menjadi infrastruktur penting dalam konektivitas Stasiun Tegalluar dengan Kota Bandung. Akses yang mudah dicapai oleh publik ini adalah hal penting dalam memaksimalkan potensi kereta cepat.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Jembatan Cibiru Hilir di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang menghubungkan Stadion Gelora Bandung Lautan Api dengan Stasiun Tegalluar, resmi dibuka pada Kamis (10/8/2023). Infrastruktur yang melintang di atas jalur Tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi (Purbaleunyi) ini diharapkan bisa menarik minat masyarakat untuk menggunakan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi menyatakan, infrastruktur ini dibangun untuk menunjang mobilitas masyarakat dan aksesibilitas menuju Stasiun Tegalluar. Jembatan ini dibangun sejak November 2020 dalam dua tahap dan rampung selama lebih dari dua tahun.
”Ini menjadi open traffic Jembatan Cibiru Hilir sebagai salah satu akses menuju Stasiun Tegalluar. Ini diharapkan memberi akses bagi para calon penumpang menuju stasiun. Kami juga terus memperbanyak akses dan layanan agar masyarakat lebih mudah menjangkau stasiun KA Cepat,” ujarnya di sela peresmian.
Jembatan ini memiliki lebar jalan hingga 9 meter dan membentang sepanjang 734 meter. Menurut Dwiyana, lebar jalan ini mampu mengakomodasi pergerakan untuk dua kendaraan roda empat sekaligus.
Di samping jembatan, Dwiyana juga menyatakan, pihaknya telah mengupayakan akses naik-turun penumpang di Km 151 B atau jalur tol dari Cileunyi menuju Jakarta. Jembatan menuju Km 151 A atau jalur tol sebaliknya juga tengah diupayakan.
Menurut dia, kedua pintu tol ini diharapkan bisa menambah alternatif akses lalu lintas menuju salah satu stasiun kereta cepat di Bandung ini. Apalagi, dalam sekali perjalanan, kereta cepat buatan China ini mampu mengangkut hingga 600 penumpang.
Bupati Bandung Dadang Supriatna menyebut, kesiapan kereta cepat ini diharapkan bisa memberikan alternatif transportasi bagi para peserta hingga penonton Piala Dunia U-17. Salah satu arena pertandingan pergelaran sepak bola tingkat dunia ini adalah Stadion Si Jalak Harupat di Kabupaten Bandung yang berjarak sekitar 28 kilometer jika menggunakan jalur tol.
Dadang juga mendorong pihak KCIC untuk membuka akses yang lebih banyak menuju Tegalluar. Dia berujar, fasilitas kereta cepat yang dibangun oleh pemerintah pusat ini mampu mempercepat laju perekonomian di Kabupaten Bandung, terutama di kawasan Tegalluar.
”Stasiun Tegalluar menjadi akses transportasi pemain (Piala Dunia U-17) yang mau ke Jalak Harupat. Terima kasih kepada Presiden yang sudah memberikan perhatian. Semoga ini menjadi awal dari pertumbuhan ekonomi dan kemajuan di Kabupaten Bandung,” ujarnya.
Dwiyana menanggapi dengan optimistis usulan dari Bupati Bandung untuk menambah akses. Dia juga meminta bantuan dan kerja sama kepada Dadang dalam pengadaan akses. Apalagi, banyaknya akses menuju Stasiun Tegalluar mampu mendorong minat masyarakat untuk mencoba kereta tercepat di Asia Tenggara ini.
Lokasi stasiun yang mudah dijangkau masyarakat bisa mengurangi kelemahan kereta cepat yang melintasi Jakarta-Bandung ini.
”Saat ini Stasiun Padalarang terus dibangun, dan saat ini telah mencapai 70 persen. Kami menunggu sertifikasi dari Kementerian Perhubungan dengan mengikuti regulasi yang ada,” papar Dwiyana.
Ketua Forum Transportasi Angkutan Jalan dan Kereta Api Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menyatakan, lokasi stasiun yang mudah dijangkau masyarakat bisa mengurangi kelemahan kereta cepat yang melintasi Jakarta-Bandung ini. Jarak yang relatif dekat dan di bawah 250 kilometer ini membuat masyarakat memiliki alternatif lain sehingga menjadi tantangan bagi kereta cepat.
”Pembangunan kereta cepat itu biasanya untuk menyambungkan dua titik yang berjarak minimal 250 kilometer. Sementara untuk Jakarta-Bandung, publik masih memiliki banyak pilihan moda transportasi dengan waktu tempuh yang tidak jauh berbeda jika akses menuju stasiun sulit dicari,” ujarnya.
Tidak hanya terkait aksesibilitas, menurut Aditya, tantangan operasional kereta cepat ini juga dilihat dari daya beli masyarakat. Dia tidak menampik potensi Bandung yang bakal menjadi kota yang akan menopang Jakarta, tetapi butuh waktu untuk mencapai kondisi tersebut.
”Jadi, manfaat dari kereta cepat ini tidak akan langsung dirasakan karena ability to pay (kemampuan membayar)masyarakat saat ini terkait kereta cepat masih belum maksimal. Nanti bisa saja Bandung menjadi sentra ekonomi baru, dan saat itu terjadi, manfaat kereta cepat akan lebih terasa,” ujarnya.