Enam Bulan Disandera OPM, Kondisi Pilot Susi Air Tidak Diketahui
Kondisi pilot pesawat Susi Air, Philip Mark Mehrtens, belum diketahui hingga kini. Philip disandera kelompok Egianus Kogoya selama enam bulan terakhir.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Nasib pilot pesawat Susi Air, Philip Mark Mehrtens, tidak diketahui dalam tiga minggu terakhir. Kondisi ini terjadi saat kondisi kesehatan Philip tengah menurun.
Philip adalah pilot yang disandera Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) sejak enam bulan lalu. Dia diduga masih bersama gerombolan Egianus Kogoya di kawasan Nduga, Papua Pegunungan.
Kepala Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Wilayah Papua Frits Ramandey saat dihubungi dari Jayapura, Papua, Selasa (8/8/2023), mengatakan tidak mendapat kabar Philip selama tiga minggu terakhir. Padahal, kesehatan pilot itu disebut tengah menurun.
”Kami berharap Egianus tetap berkomitmen memperlakukan Philip dengan baik,” kata Frits.
Ia menambahkan, hingga kini Komnas HAM tetap berusaha mencari cara memantau dan membebaskan Philip. Salah satu caranya, meminta Egianus segera menunjuk juru runding untuk menegosiasikan pembebasan Philip.
”Terdapat juga tim independen yang sedang berusaha membangun negosiasi dengan pihak Egianus. Tim ini telah bekerja selama tiga bulan terakhir,” tambahnya.
Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri menegaskan, kelompok Egianus masih berada di Nduga. Dia mengakui, penyanderaan Philip sudah memakan waktu cukup lama.
”Kami bersama TNI sangat berhati-hati membebaskan Philip. Hal ini demi mencegah jatuh korban,” ucap Mathius.
Penyanderaan oleh TPN-OPM bukan yang pertama kali di Kabupaten Nduga. Kelompok ini pernah melakukannya 27 tahun lalu.
Kala itu, Kelly Kwalik dan Daniel Kogoya, ayah dari Egianus, menyandera 26 orang pada 8 Januari 1996. Mereka tim peneliti Cagar Alam Lorentz dan warga Desa Mapenduma, Kabupaten Jayawijaya. Tujuh dari 26 sandera adalah warga negara Inggris, Belanda, dan Jerman.
Kelompok itu lantas melepaskan 15 orang beberapa pekan kemudian. Namun, kelompok itu terus menahan 11 orang hingga awal Mei 1996.
Akhirnya, pada 9 Mei 1996, pasukan Komando Pasukan Khusus yang dipimpin Mayor Jenderal Prabowo Subianto diterjunkan untuk membebaskan sandera.
Selama 130 hari, sembilan orang diselamatkan. Namun, dua warga Indonesia tewas.