Warga di Taman Nasional Ujung Kulon Serahkan 202 Senjata Rakitan kepada Polisi
Aktivitas ilegal seperti perburuan mengancam keberlangsungan hidup badak jawa atau ”Rhinoceros sondaicus” dan satwa lain di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS – Sebanyak 202 pucuk senjata api rakitan diserahkan warga kepada polisi di Banten. Penyerahan ratusan senjata milik warga yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon itu diharapkan mengurangi aktivitas ilegal seperti perburuan yang mengancam keberadaan badak jawa (Rhinoceros sondaicus).
Warga dari 19 desa di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, menyerahkan senjata api rakitan yang disebut locok kepada Polda Banten dalam rentang 31 Juli sampai 3 Agustus 2023.
Kasubdit III Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Banten Komisaris M Akbar Baskoro mengatakan, tim gabungan menerima senjata api rakitan itu secara bertahap dari warga desa. Tahap pertama sebanyak 31 pucuk dari 6 desa di Kecamatan Sumur dan tahap kedua sebanyak 111 pucuk dari 7 desa di Kecamatan Cimanggu.
Tahap ketiga, berlangsung penyerahan 60 pucuk dari seorang penyidik pegawai negeri sipil polisi kehutanan. Polisi hutan ini memperoleh senjata rakitan tersebut dari 7 desa lain di sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.
”Pengumpulan senjata rakitan ini bagian dari penegakan undang-undang sekaligus melindungi cagar alam yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon dari perburuan liar,” kata Akbar, Sabtu (5/8/2023).
Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 melarang warga membawa senjata secara ilegal. Ancaman hukumannya dari 20 tahun penjara sampai hukuman mati.
Perburuan liar
Perburuan liar masih marak di Taman Nasional Ujung Kulon. Pada tahun 2021, misalnya, Satuan Reserse Kriminal Polres Pandeglang menangkap penjual dan penadah hewan dilindungi dari taman nasional itu.
Dari tangan kedua pelaku disita 13 burung kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostris) dewasa dan 7 anaknya, 3 burung julang emas (Aceros undulatus) dewasa dan 2 anaknya, serta 11 burung beo tiong emas (Gracula religiosa).
Burung dilindungi itu dibeli pelaku dari warga di sekitar Taman Nasional Ujung Kulon. Selanjutnya, burung dipasarkan secara daring ke sejumlah daerah di Tanah Air.
Harga burung bervariasi, seperti burung kangkareng perut-putih dewasa dibeli Rp 150.000, lalu dijual kembali Rp 250.000. Sementara burung julang emas dewasa dibeli Rp 250.000, kemudian dijual Rp 400.000.
Pengumpulan senjata rakitan ini bagian dari penegakan undang-undang sekaligus melindungi cagar alam yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon dari perburuan liar.
Bergeser ke April 2023, Auriga Nusantara merilis hasil investigasinya di Taman Nasional Ujung Kulon. Didapati 15 badak jawa, terdiri dari 7 betina dan 8 jantan dewasa, hilang dari pemantauan sejak tiga tahun terakhir. Hilangnya badak jawa itu diperkirakan terjadi akibat peningkatan perburuan ilegal satwa liar (Kompas, 11/4/2023).
Temuan dalam laporan itu disusun berdasarkan informasi dari berbagai sumber yang dikumpulkan sepanjang September 2022 hingga Maret 2023 dan pengamatan langsung di lokasi. Auriga Nusantara juga mendapatkan rekaman kamera deteksi di Taman Nasional Ujung Kulon untuk memperkuat analisis hilangnya badak jawa.
Hasil kamera deteksi menunjukkan 18 badak jawa tidak konsisten terekam kamera sejak 2019. Sebanyak 3 badak di antaranya terdiri dari 1 jantan dan 2 betina yang ditemukan dalam keadaan mati pada 2019 dan 2021.
Hasil investigasi pun mengindikasikan adanya peningkatan perburuan satwa di Taman Nasional Ujung Kulon. Buktinya, ditemukan jerat yang penggunaannya mengarah ke badak atau mamalia besar.
Dugaan kian kuat karena terdapat lubang tembus di tengkorak kepala badak jantan Samson yang ditemukan mati pada 2018. Analisis dan bukti rekaman kamera turut menunjukkan bahwa terdeteksi orang-orang yang masuk secara ilegal dan bersenjata api. Bahkan, pada 2022, aktivitas ilegal ini sudah menyebar mulai dari wilayah selatan, kemudian ke tengah, hingga sekarang menuju ke utara.
Direktur Auriga Nusantara Timer Manurung menyatakan, selama satu tahun terakhir Auriga Nusantara mendapat banyak laporan langsung tentang kondisi konservasi badak jawa dari pegawai Taman Nasional Ujung Kulon serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, konservasionis, akademisi, dan masyarakat. Laporan dari berbagai pihak inilah yang mendasari Auriga Nusantara melakukan investigasi terkait hilangnya 15 individu badak jawa dari pemantauan ini.
”Jadi, semua pihak yang diwawancarai tidak menyampaikan informasi yang bertentangan dengan temuan kami. Artinya, pada dasarnya, semua pihak yang terlibat dalam konservasi badak jawa di Ujung Kulon sudah mengetahui kondisi ini,” katanya.