Wangi Gula Kelapa ”Wong Gunung” Banyumas Merambah Dunia
Gula kelapa semut atau kristal asal Banyumas diekspor ke sejumlah negara. Wangi dan manisnya gula ini menggerakkan ekonomi warga desa.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Lima ibu rumah tangga duduk fokus menghadap meja sortir. Buliran serbuk gula kelapa menggunung di depan mata. Mengenakan masker, sarung tangan, dan celemek, mereka memunguti serpihan selain gula, seperti kepala semut, gula gosong, atau juga serabut kelapa dengan sendok plastik.
Bekerja dekat rumah dengan upah mencapai Rp 1,3 juta sebulan, mereka bersyukur menikmati manisnya produksi gula kelapa di Desa Semedo, Banyumas.
”Saya sudah empat tahun bekerja di sini. Sebelumnya saya ibu rumah tangga. Senang bekerja dekat rumah. Biasanya mulai pukul 07.00 sampai selesai sekitar pukul 16.00 atau 17.00,” kata Nur Kholifah (29), saat istirahat bekerja di rumah produksi gula semut kelapa Semedo Manise di Desa Semedo, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (27/7/2023).
Ibu satu anak ini merupakan lulusan SMP dan warga Desa Petahunan yang bersebelahan dengan Desa Semedo. Dia bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Pendapatan suaminya sebagai buruh pabrik tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, jika tidak ada penghasilan tambahan dari Nur.
”Alhamdulillah, sebulan bisa dapat Rp 1 juta lebih tergantung banyaknya gula yang disortir,” tutur Nur sambil tersenyum.
Nur dan rekan-rekannya bekerja dengan standar higienitas yang tinggi. Untuk masuk ke ruangan produksi, mereka mengenakan sandal khusus di ruangan itu, mengenakan masker, sarung tangan, dan penutup kepala jika tidak berkerudung.
”Kalau sedang menyortir, tidak boleh ngobrol supaya fokus,” kata Nur.
Standar kehigienisan harus dijaga supaya tidak ada benda-benda lain tercampur ke dalam serbuk gula kelapa itu. Bahkan jika ditemukan sehelai rambut dalam kemasan gula kelapa itu, konsumen bisa komplain.
Tidak hanya Nur dan rekan-rekannya yang bekerja dalam standar higienitas yang tinggi. Imah (53), pembuat gula kelapa, juga memproduksi gula dengan menggunakan pawon alias dapur yang bersih serta sudah berlantai keramik. Umumnya, pawon di desa itu beralaskan tanah.
Dengan memakai tungku tanah liat dan kayu bakar, per hari Imah bisa membuat sedikitnya 10 kilogram gula kelapa dari nira kelapa yang dideres oleh suaminya. Gula dijual ke Koperasi Semedo Manise Sejahtera dengan harga Rp 18.000 per kilogram. Ini artinya, per hari Imah dan suaminya bisa mendapatkan penghasilan hingga Rp 180.000.
”Suami saya menderes kelapa dan saya yang memasaknya. Proses memasak sekitar 3-4 jam sampai jadi gula,” kata Imah sambil mengaduk nira kelapa yang menguarkan wangi di seluruh sudut ruangan.
Founder Semedo Manise, Akhmad Sobirin (36), menyampaikan, kebersihan menjadi salah satu faktor untuk menjaga kualitas produknya. Selain itu, pembinaan penderes serta pengawasan terhadap pohon kelapa yang dideres juga rutin dilakukan guna menjaga kualitas organiknya.
”Pohon kelapa yang ditanam di pematang sawah misalnya, itu tidak boleh dideres karena rawan tercemar pupuk kimia,” tutur Sobirin.
Libatkan 1000 petani
Produksi gula kelapa Semedo Manise telah menyerap gula dari sekitar 1.000 petani yang berasal dari 10 desa dan tersebar di lima kecamatan di Banyumas. Pada unit produksi pengolahan dan pengemasan, Semedo Manise memiliki 22 karyawan. ”Produksi gula kelapa semut per hari bisa mencapai 2 ton,” ujar Sobirin.
Untuk ekspor, kami kirim antara lain ke Spanyol, Perancis, dan Jerman. (Sobirin)
Pada 2012, harga gula kelapa di tingkat petani di sana hanya sekitar Rp 5.000 per kilogram. Kini, dengan diserap Semedo Manise, harga jualnya mencapai Rp 18.000 per kilogram. Lewat Semedo Manise, produksi gula semut atau gula kristal ini sudah tersebar ke seluruh daerah di Nusantara bahkan sudah ekspor ke sejumlah negara, baik di Eropa maupun Amerika.
”Untuk ekspor, kami kirim antara lain ke Spanyol, Perancis, dan Jerman,” katanya.
Selain produk gula kelapa original, lewat beragam inovasi, gula kelapa ini diolah menjadi Coffee Gula Rempah dan gula cair, serta ada pula beragam varian rasa gula kelapa meliputi kunyit, daun sirsak, kencur, jahe, dan kayu manis.
Mengonsumsi gula kelapa pun dinilai lebih sehat dan cocok bagi penderita diabetes karena gula ini memiliki index glycemic (Gl 35) yang lebih rendah dari gula tebu dan madu.
Upaya menjaga kualitas lewat memperhatikan kebersihan tempat produksi juga didorong oleh program yang dicanangkan oleh Yayasan Dharma Bhakti Astra.
”YDBA masuk sini tahun 2021, kami difasilitasi bagaimana penerapan SOP, kemudian standar 5R di tingkat unit produksi maupun petani, sanitasi, dan lain-lain,” kata Sobirin.
Ketua Pengurus Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) Sigit P Kumala menyampaikan, pembinaan 5 R, meliputi ringkas, rapi, resik (bersih), rawat, dan rajin, dilatihkan kepada petani maupun karyawan di Semedo Manise guna meningkatkan kualitas produksi.
”Kami juga membantu tim Semedo Manise mengenalkan stakeholder binaan kami juga ke stakeholder lain yang mungkin ada kaitannya. Misalnya ada stakeholder manufaktur binaan kami yang membuat pisau atau parang untuk penderes kelapa. Jadi saling melengkapi,” ucap Sigit.
Menurut Sobirin, berdasarkan memori masa kecilnya, karena tinggal di Desa Semedo yang distigma tertinggal dan memiliki ketinggian sekitar 300 meter di atas permukaan laut, orang-orang malu dan sering dijuluki ”wong gunung” atau orang gunung yang udik.
”Kami waktu zaman sekolah memang kurang percaya diri sebagai orang Semedo karena anak gunung. Terkesan anak gunung itu terbelakang dan secara profesi mayoritas adalah penderes. Kini, dengan adanya Koperasi Semedo Manise Sejahtera, kami ingin menunjukkan bahwa kami bisa. Pernah ada mural dengan tulisan desane inyong (desaku) mendunia karena kami ingin membuktikan bahwa kami berprestasi,” kata Sobirin.
Lewat Semedo Manise serta berbagai kolaborasi yang terjalin, kiranya wangi gula kelapa semut ini bisa kian mendunia sekaligus melahirkan senyum termanis bagi ribuan warga desa.