Air Macet Satu Minggu, Warga Batam Cuci Baju dan Piring di Kantor PAM
Selama satu minggu terakhir, warga di sejumlah wilayah di Kota Batam mengalami kesulitan air bersih. Mereka meluapkan kekesalan dengan mencuci baju dan piring kotor di depan kantor penyediaan air minum.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Suplai air bersih sejumlah wilayah Kota Batam, Kepulauan Riau, macet sejak satu minggu terakhir. Untuk memprotes hal itu, ratusan warga melakukan demonstrasi dengan mencuci baju dan piring kotor di depan kantor penyediaan air minum.
Macetnya suplai air bersih di Batam disebabkan rusaknya dua mesin pompa di Waduk Duriangkang. Dampaknya, 36.000 pelanggan tidak mendapat akses air bersih.
Batam tidak memiliki sungai dan cadangan air tanah sebagai sumber air bersih. Oleh karena itu, akses air bersih warga bergantung sepenuhnya dari instalasi pengolahan air bersih dari Duriangkang dan lima waduk penampung hujan lainnya.
Untuk memprotes macetnya suplai air bersih, ratusan warga dari Perumahan Bukit Raya, Kecamatan Batam Kota, melakukan demonstrasi di depan Kantor Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam, Rabu (2/8/2023). Di sana, warga beramai-ramai mencuci baju dan piring kotor yang mereka bawa dari rumah.
Salah seorang perwakilan warga, Zuldhi (43), menyatakan, warga mendesak pemerintah segera mengerahkan tangki air ke daerah terdampak. Warga Perumahan Bukit Raya membutuhkan sedikitnya 5-8 mobil tangki per hari.
”Selama air macet selama satu minggu ini, kami harus beli galon untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus. Itu menambah pengeluaran, padahal kami sudah bayar SPAM juga per bulan,” kata Zuldhi.
Ia menuturkan paling tidak harus mengeluarkan uang Rp 24.000 untuk membeli delapan galon air mentah setiap hari. Dalam satu minggu hari terakhir, ia sudah menghabiskan Rp 168.000 untuk membeli galon. Biaya itu amat tinggi karena tagihan air SPAM satu bulan hanya berkisar Rp 40.000.
Pelayanan air bersih di Batam saat ini bukan hanya amburadul, tetapi sudah di fase darurat.
Lewat pernyataan tertulis, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol Badan Pengusahaan Batam Ariastuty Sirait menyatakan, perbaikan salah satu dari dua pompa di instalasi pengolahan air Duriangkang telah selesai. Aliran air ke sejumlah perumahan sudah mulai normal kembali.
”Di beberapa wilayah, air sudah kembali normal. Namun, (suplai air) untuk daerah yang letaknya jauh dari waduk atau daerah yang lokasinya tinggi masih akan mengalami normalisasi secara bertahap,” kata Ariastuty.
Menurut Zuldhi, warga Perumahan Bukit Raya sudah berulang kali terdampak krisis air. Peristiwa terakhir terjadi pada awal tahun lalu. Penyebab macetnya suplai air itu juga serupa, yakni kerusakan pompa di Waduk Duriangkan.
”Warga berulang kali menderita karena krisis air. Semakin lama krisis air juga semakin parah. Sekarang ini merupakan krisis air terpanjang yang dialami warga, bayangkan sudah satu minggu tidak ada air,” ucap Zuldhi.
Warga lain, Saprul (50), mengatakan, warga menanti realisasi janji pemerintah yang akan segera mengirimkan tangki air ke perumahan yang terdampak. Warga akan menggelar demonstrasi lebih besar apabila pemerintah tidak segera mengatasi krisis air.
Anggota Komisi IV DPRD Kepri, Uba Ingan Sigalingging, menilai, pemerintah harus bertanggung jawab untuk segera menyelesaikan krisis air di Batam. Air bersih adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi.
Pada 1 Agustus, Uba mendatangi Kantor BP Batam untuk menumpang mandi karena tempat tinggalnya juga terdampak krisis air. Selain itu, ia membawa sejumlah drum dan ember untuk meminta air dari BP Batam.
”Pelayanan air bersih di Batam saat ini bukan hanya amburadul, tetapi sudah di fase darurat. Pemerintah tidak bisa melayani kebutuhan dasar warga,” kata Uba.