Akhir Perjalanan AFMI, Memperjuangkan Kesejahteraan Hewan di Sulut dalam Sepi
AFMI, sebuah lembaga yang membidangi kesejahteraan hewan di Sulut, memang tak pernah menjadi organisasi besar. Kini, penampungan hewan AFMI yang merupakan satu-satunya di Sulut akan ditutup.
Animal Friends Manado Indonesia atau AFMI, sebuah lembaga yang membidangi kesejahteraan hewan di Sulawesi Utara, memang tak pernah menjadi organisasi besar. Sejak dibentuk pada 2011, pengurusnya tak pernah lebih dari empat orang, itu pun yang aktif hanya dua.
Namun, kini praktis hanya Frank Delano Manus (43) selaku manajer program yang tersisa. Anne Parengkuan, pendiri sekaligus direktur utama AFMI, tak lagi bisa mengemban tugasnya secara maksimal karena masalah kesehatan yang Frank sebut serius. Di samping itu, Anne tinggal di Jerman, tak tentu kapan datang dan perginya.
Padahal, urusan AFMI tidaklah sederhana. Organisasi itu punya tempat penampungan (shelter) hewan seluas 1,3 hektar di daerah Lahendong, Tomohon. Menurut data tertulis, ada 60 anjing, 31 kucing, serta segelintir hewan domestik dan ternak lainnya di penampungan berbentuk tanah lapang yang dikelilingi rumah-rumah kayu itu. Akan tetapi, menurut Frank, secara aktual ada 92 anjing dan 46 kucing di sana.
”Mereka adalah hewan yang ditelantarkan di jalan atau sengaja ditinggal pemiliknya. Ada juga yang berasal dari pasar (untuk disembelih). Mereka didapatkan lewat program penyelamatan AFMI,” kata Frank, Sabtu (29/7/2023).
Sejatinya shelter yang dibangun di atas tanah milik keluarga Anne Parengkuan itu bisa menjadi tujuan utama bagi warga Tomohon dan sekitarnya yang ingin mengadopsi hewan, terutama anjing dan kucing. Tak ada biaya adopsi, semuanya gratis. Nyatanya, tak banyak orang mau memelihara anjing kampung, yang populasinya paling besar di satu-satunya shelter hewan domestik di Sulut itu.
”Kebanyakan mau adopsi hewan yang enak dilihat secara visual, karakternya baik, dan usianya muda, sedangkan di shelter kita agak sulit untuk mencari hewan seperti itu,” tutur Frank.
Baca juga: Penjualan Daging Anjing dan Kucing Diawasi Ketat, Pedagang Tomohon Kecewa
Tak sedikit anjing yang sudah bertahun-tahun hidup di tempat itu, sementara jumlahnya terus bertambah dari kegiatan penyelamatan. Ini berarti biaya pakan, perawatan, dan rehabilitasi hewan terus meningkat. Belum lagi upah tiga penjaga (keeper) serta gaji Frank sendiri sebagai pengurus utama.
Padahal, biaya operasional AFMI hanya sekitar Rp 40 juta per bulan, semuanya dana pribadi Anne Parengkuan. Karenanya, Frank berinisiatif membuka kanal donasi publik selama 10 bulan terakhir, tetapi sedikit sekali yang terkumpul, hanya Rp 2 juta.
Sulitnya lagi, Frank gagap media sosial yang sebenarnya bisa dipakai untuk kampanye daring. Membuat proposal kerja sama maupun permohonan donasi pun ia kesulitan. ”Saya tidak bisa komputer. Pakai e-mail saja saya tidak tahu,” kata dia.
Dalam keadaan ini, Anne yang kini sedang sakit memutuskan akan menutup shelter AFMI pada akhir 2023 nanti. Frank tak mungkin menentang keputusan itu. Maka, ia pun berupaya mencarikan rumah baru bagi anjing, kucing, dan hewan-hewan di penampungan sebelum tahun berganti.
”Hewan-hewan yang ada di sini, dalam waktu dekat, akan kami kirim ke Amerika dan Kanada untuk dicarikan adopter di sana. Mitra kami dari Humane Society International (HSI) akan memfasilitasi pengirimannya,” kata dia.
Perubahan
Sepekan sebelumnya, Jumat (21/7/2023), sebuah perubahan terjadi di Pasar Beriman Wilken Tomohon, sekitar 7 kilometer di utara shelter AFMI di Lahendong. Pemerintah kota, dalam kesepakatan dengan HSI dan AFMI, menetapkan daging anjing tak lagi bisa dijual secara bebas tanpa surat keterangan sehat hewan.
Ketetapan itu ditandai dengan aksi evakuasi 25 anjing dan tiga kucing oleh beberapa orang asing berkulit putih, lalu dibawa ke shelter AFMI. Hewan-hewan malang itu pun terbebas dari maut yang siap merenggut mereka melalui para tukang jagal.
Sulut adalah episentrum dari perdagangan anjing dan kucing yang penuh kekejaman dan berbahaya. (Lola Webber)
Pembantaian anjing seolah jadi hal lumrah di pasar itu. Semuanya dilakukan di tempat terbuka dan menjadi tontonan umum. Itulah salah satu faktor yang menjadikan Pasar Beriman Wilken lebih populer dengan nama ”Pasar Ekstrem”, di samping pemandangan penjualan daging ular piton, kelelawar, babi hutan, dan daging-daging lainnya yang tidak umum di daerah-daerah lain.
Melalui keterangan pers, Direktur HSI Lola Webber menyatakan, untuk menghentikan perdagangan daging anjing, ketetapan Pemkot Tomohon tentang pembatasan penjualan daging anjing dan kucing di Pasar Beriman Wilken akan berdampak luas. Jejaring perdagangan ilegal anjing dan kucing, yang kadang melibatkan penculikan, akan terpecah.
”Sulut adalah episentrum dari perdagangan anjing dan kucing yang penuh kekejaman dan berbahaya. Kekejamannya sangat menjijikkan, serta risiko terhadap kesehatan publik akibat pembantaian terbuka dan kontaminasi daging sungguh tiada dua. (Pembatasan) Ini adalah kemenangan bagi kesejahteraan hewan dan keamanan publik,” kata Lola.
Tak butuh waktu lama bagi Wali Kota Tomohon Caroll Senduk untuk meloloskan aturan tersebut. Alasannya adalah kekhawatiran akan rabies yang pada 2022 merenggut 13 nyawa di seluruh Sulut. Adapun pada Januari-Mei 2023, menurut catatan Dinas Kesehatan Sulut, sudah ada delapan kematian akibat rabies.
Frank Delano Manus ikut serta dalam penyelamatan ini. Ia pula yang bernegosiasi dengan enam juragan daging anjing di Pasar Beriman Wilken. Terlepas dari aturan yang diterbitkan pemkot, keenamnya menandatangani nota kesepakatan (MoU) dengan HSI dan AFMI untuk tak lagi menjual daging anjing dan kucing selamanya di pasar.
Tentu kesepakatan itu dicapai bukan tanpa imbalan. Setiap juragan mendapatkan uang ganti rugi yang nilainya hampir setara dengan harga Toyota Avanza keluaran terbaru. Mereka diharapkan bisa beralih ke pangan hewani atau bahkan bisnis lain. Jika ingkar, para juragan akan dijerat hukum perdata.
”Kami dari organisasi berinisiatif sebisa mungkin membantu pemerintah, salah satunya menyediakan kompensasi supaya mereka bisa beralih dari berdagang anjing dan kucing ke usaha lainnya. Ada yang habis terima pembayaran pertama langsung beli kebun buat tanam sayur,” kata Frank.
Keuntungan publik
Di samping itu, Frank yakin publik akan sangat diuntungkan dari kebijakan ini, terutama dalam aspek kesehatan. Sebab, ia tahu daging anjing yang diperdagangkan di Tomohon tak dapat dipastikan baik kualitasnya berdasarkan beberapa alasan.
Pertama, daging anjing maupun anjing hidup, begitu pula kucing, yang diperdagangkan di Sulut seluruhnya didatangkan via jalur darat dari provinsi lain di Sulawesi. Hampir semua merupakan anjing kampung liar atau hasil curian karena memang tak ada peternakan anjing yang produknya dimaksudkan untuk konsumsi.
Hampir semua anjing tersebut dibunuh segera setelah ditangkap demi mengurangi risiko lepas atau mati di jalan. Bangkai-bangkai anjing itu kemudian disimpan di dalam tumpukan es di dalam kotak-kotak, lalu dibawa ke Sulut dengan mobil pikap. ”Perjalanan dari Makassar (Sulsel), misalnya, bisa dua minggu,” kata Frank.
Tidak ada pemeriksaan karantina hewan di perbatasan Sulut dengan Gorontalo sehingga mobil-mobil itu bisa masuk dengan bebas. Ketika sampai di Tomohon pun, bangkai-bangkai anjing itu hanya diletakkan di dalam timbunan es lagi.
”Saya tidak begitu paham tentang standardisasi transportasi daging, tetapi setahu saya itu harus dalam bentuk beku untuk memastikan higienitas daging. Saya lihat, permasalahan utama itu ada di faktor penegakan hukum dari pemerintah,” kata Frank.
Kedua, rantai pasok itu pun tidak sesuai dengan prinsip kesejahteraan hewan. Ini berlaku pula pada hewan-hewan yang dibawa ke pasar dalam keadaan hidup. Sebagian besar mengalami luka fisik serta trauma psikologis karena kekerasan yang dialami ketika penangkapan.
Ini masih tampak sangat jelas di shelter AFMI pada Sabtu lalu. Beberapa anjing merunduk dengan telinga yang turun pula ketika didekati manusia. Ekspresi mereka jelas ketakutan. Mereka akan memojokkan diri di sudut kandang sambil gemetar. Frank mengatakan, itulah mengapa AFMI memiliki program rehabilitasi sebelum anjing-anjing siap diadopsi.
Kontroversi
Meski demikian, pelarangan daging anjing ini menuai penolakan di kalangan pedagang di Pasar Beriman Wilken. Marlon Supit (40), pedagang yang ditemui pada Selasa (25/7/2023), menyebut daging anjing adalah bagian dari kultur orang-orang Minahasa.
”Kami dari kecil sudah makan daging anjing. Daging itu juga banyak orang cari. Kakinya bisa dijadikan obat demam berdarah buat menaikkan trombosit,” kata Marlon, meski khasiat tersebut belum terbukti secara ilmiah.
Di samping itu, ia juga menilai Pasar Beriman Wilken kehilangan status ekstremitasnya. ”Padahal, itu yang bikin turis datang, bule-bule juga,” tambahnya.
Direktur Utama Perusahaan Daerah Pasar Tomohon Yanes Posumah bahkan langsung menegaskan, pembatasan penjualan daging anjing dan kucing bukanlah keinginan pemkot, melainkan kelompok kecil pencinta hewan. Ia pun menyatakan penjualan daging anjing tidak dilarang di Pasar Beriman Wilken jika sudah dilengkapi surat kesehatan.
Di samping itu, ia juga menyebut pembatasan tersebut justru merugikan pedagang karena konsumen akan pergi ke pasar lain di Minahasa. ”Kalau orang cari daging anjing di pasar lain, pasti mereka akan belanja kebutuhan lainnya di sana sehingga tidak ada yang belanja di sini,” kata dia.
Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Karel Lala juga menyebut, daging anjing memang akan selalu dicari di Tomohon dan Minahasa secara umum. ”Itu sudah menjadi kultur di Kota Tomohon, sudah jadi bentuk kebersamaan sosial di sini,” ujarnya.
Baca juga: Gubernur Olly Dondokambey Akui ASF Sudah Masuk Sulut
Walakin, Karel menegaskan, aturan tetap harus ditegakkan. Daging anjing dan kucing hanya bisa dijual di pasar asalkan pedagang mengantongi surat kesehatan hewan walaupun pada praktiknya surat itu hampir mustahil didapatkan.
Jika merujuk pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, anjing tak dapat digolongkan bahan pangan karena tidak berasal dari peternakan. ”Itu, kan, memang bukan bahan pakan asal hewan,” kata Karel.
Di lain pihak, Frank mengakui, terlalu muluk-muluk untuk mengharapkan kebijakan yang didorong HSI dan AFMI ini akan menghentikan kebiasaan orang makan daging anjing dan kucing. Sebab, aturan pembatasan ini hanya berlaku di Pasar Beriman Wilken. Daging anjing pun bisa saja dijual secara bebas di luar pasar oleh para pedagang.
Meski demikian, Frank yakin, kini tak ada lagi alasan kultural bagi orang Minahasa untuk terus makan daging anjing dan kucing. Tak ada ritual adat maupun keagamaan yang mewajibkan adanya daging hewan domestik tersebut. ”Saya rasa tidak. Itu bukan suatu keharusan,” ujarnya.
Setelah 12 tahun berdiri, setidaknya AFMI telah turut mendorong sebuah langkah progresif dalam mengadvokasi isu kesejahteraan hewan. Kini masa depan organisasi itu belum jelas. Untuk sementara, Frank hanya berharap AFMI telah berhasil membuat masyarakat berpikir dua kali saat akan makan daging anjing dan kucing.
”Ke depan, seiring dengan edukasi, seiring dengan sadarnya masyarakat akan realitas perdagangan ini, masyarakat mungkin pelan-pelan akan mempertimbangkan untuk beralih ke sumber makanan yang lebih baik,” tuturnya.