Empat Orang Jadi Tersangka dalam Kasus Tambang Emas Ilegal di Banyumas
Polisi menetapkan empat tersangka penambangan emas ilegal. Mereka adalah pemilik tanah, pemodal, dan pengelola tambang.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Satuan Reserse Kriminal Polresta Banyumas menetapkan empat orang tersangka dalam kasus tambang emas ilegal di Desa Pancurendang, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Keempatnya berperan sebagai pemilik tanah, pemodal, dan pengelola tambang. Kepolisian juga mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang dari kasus ini.
”Kami menetapkan empat orang tersangka di mana dari keempat orang ini salah satunya adalah pemilik lahan, yaitu SN. Ada tiga orang lagi sebagai pengelola dan pendana,” kata Kepala Polresta Banyumas Komisaris Besar Edy Suranta Sitepu di Purwokerto, Jumat (28/7/2023).
Edy menyampaikan, SN (76) sebagai pemilik lahan, KS (43) dan WI (43) adalah pengelola sumur, dan DR (40) adalah pemodal. Mereka semua adalah warga desa setempat. ”Ada saudara DR masih dilakukan pencarian karena melarikan diri. Ini juga sudah ditetapkan tersangka, saya mengimbau tersangka untuk menyerahkan diri,” tuturnya.
Edy mengatakan, penyidikan itu sudah melalui tahap penyelidikan dan pemeriksaan terhadap 23 saksi. ”Terhadap tersangka dijerat dengan Undang-Undang Minerba Pasal 158 subsider 161 tentang setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin. Ini masih berproses, setelah semua tertangkap, kami akan menyasar barang tambang ini dijual ke mana,” paparnya.
Ditanya terkait kemungkinan adanya peran oknum aparat dalam penambangan ilegal ini, Edy menyampaikan pihaknya akan tegas menindak siapa pun yang terbukti terlibat di dalamnya. ”Itu akan kami lakukan pemeriksaan siap saja yang terlibat akan dilakukan penindakan,” ujarnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Dwi Subagio menambahkan, penetapan tersangka ini merupakan langkah awal penyidikan dan bisa berlanjut pada penyelidikan tindak pidana pencucian uang.
”Kami akan menganalisis dan melihat proses perkembangannya dan nanti akan diputuskan apakah akan diterapkan tindak pidana pencucian uang karena ini sudah berlangsung sudah cukup lama,” kata Dwi.
Ahli hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Hibnu Nugroho, menyampaikan, peristiwa ini cukup memilukan karena ternyata mata pencarian ini berakibat fatal lantaran dilakukan di tempat tidak berizin. ”Mencari itu harus ada izinnya. Harus lihat konteksnya apakah tanahnya bisa atau tidak,” kata Hibnu.
Hibnu mengapresiasi upaya penetapan tersangka bukanlah para pekerja, melainkan pemodal, pemilik tanah, dan pengelola. Namun, ke depannya, perlu diperdalam siapa pengepul emas dari tambang ilegal itu. ”Jangan sampai hanya memidana orang, tapi sebagai efek jera bagaimana pemulihan tanah atau reklamasi. Ini yang paling berat bagaimana ini bisa bermanfaat kembali,” kata Hibnu.
Dalam penelitian Eni Muryani dan kawan-kawan berjudul ”Analisis Tingkat Kerentanan Pencemaran Air Tanah pada Wilayah Penambangan dan Pengolahan Emas Rakyat Desa Pancurendang, Kabupaten Banyumas” yang terbit pada Jurnal Ecotrophic (2019) ditemukan ada 2 klasifikasi tingkat kerentanan pencemaran air tanah, yaitu sedang dan tinggi.
Total skor 100-140 termasuk dalam indeks Drastic dengan tingkat kerentanan sedang. Adapun total skor 141-200 termasuk dalam indeks Drastic dengan tingkat kerentanan tinggi.
Eni Muryani dan kawan-kawan melakukan penelitian terhadap sembilan sumur milik warga di sekitar penambangan. Dari sejumlah sampel yang diambil, ditemukan kandungan merkuri 0,00184 mg/L atau melebihi baku mutu 0,001 mg/L.
Disebutkan bahwa kondisi ini sangat berbahaya karena masyarakat Desa Pancurendang masih menggunakan air tanah dari sumur untuk dikonsumsi dan kegiatan sehari-hari. Kandungan merkuri yang masuk ke dalam tubuh manusia dapat berdampak negatif bagi kesehatan.
Apabila merkuri sudah masuk ke dalam tubuh berpotensi menyebabkan kerusakan pada organ pencernaan, hati, limfa, ginjal, syaraf yang dapat menyebabkan mati rasa, dan kehilangan keseimbangan (Alimano dan Darmutji, 2007).
Seperti diketahui, delapan petambang terjebak pada Selasa malam sekitar pukul 22.00. Tambang ini tanpa izin dan sudah beroperasi sejak 2014. Delapan orang atau survivor yang terjebak air itu berasal dari Kabupaten Bogor. Mereka adalah Cecep Supriyana (29), Rama Abd Rohman (38), Ajat (29), Mad Kholis (32), Marmumin (32), Muhidin (44), Jumadi (33), dan Mulyadi (40).
Mereka terjebak di dalam sumur dengan kedalaman sekitar 60 meter. Hingga hari ketiga ini, tim masih berupaya menyedot air di dalam sumur tambang dan baru surut sekitar 2 meter setelah mengerahkan delapan mesin pompa. Operasi pencarian direncanakan berlangsung selama tujuh hari atau hingga Selasa (1/8/2023).