Jangan Lagi Ugal-ugalan Beri Pupuk dan Pestisida Kimia ke Lahan Pertanian
Pemakaian pupuk dan pestisida kimia berlebihan akan menurunkan produksi dan merusak lingkungan. Petani dan penyuluh pun dilatih untuk bertani ramah lingkungan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Deretan greenhouse pertanian cerdas kerja sama Pemerintah Indonesia dengan The Korea Agency of Education Promotion and Information Service in Food Agriculture Forestry and Fisheries (EPIS) di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (26/7/2023) sore.
MALANG, KOMPAS — Jangan lagi ada pemberian pupuk kimia dan pestisida berlebihan ke lahan pertanian. Selain hasil produksi pertanian tidak semakin meningkat, pola ugal-ugalan dalam pemberian pupuk dan pestisida juga akan berdampak pada rusaknya lingkungan.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian, Dedi Nusyamsi, saat Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh Volume 7 dengan tema ”Pertanian Ramah Lingkungan” di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (26/7/2023) sore.
Pelatihan berlangsung pada 26-28 Juli secara daring serentak di unit pelaksana teknis pelatihan pertanian, kantor dinas pertanian provinsi dan kabupaten/kota, balai penyuluh pertanian di seluruh Indonesia, dan titik kumpul lainnya.
”Stop kelola tanah, kelola air, dan udara secara ugal-ugalan. Stop, jangan lagi ada pemberian pupuk berlebihan. Pestisida berlebihan. Itu merusak tanah, air, udara, dan merusak lingkungan. Boro-boro hasil meningkat, tidak. Malah produksi turun, bahkan merusak lingkungan termasuk pemborosan,” katanya.
Menurut Dedi, banyak teknologi pertanian yang dihasilkan oleh petani yang tergabung dalam Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S), seperti biofertiliser, pupuk organik, dan biopestisida.
”Tinggal implementasi secara masif di seluruh Indonesia, termasuk di lahan-laha pertanian intensif. Selama ini, lahan pertanian intensif kerap menjadi biang kerok perusakan lahan pertanian yang ada,” katanya.
Salah satu petani asal Desa Bangorejo, Kecamatan Bangorejo, Kabupaten Banyuwangi, Bayu Effendi (36), mengatakan, petani di wilayahnya sudah mulai meninggalkan pupuk kimia. Mereka sudah mulai sadar dengan sendirinya. Bangorejo sendiri merupakan sentra jeruk.
Ada beberapa pemicu, salah satunya kelangkaan pupuk yang akhir-akhir ini terjadi sehingga otimatis petani harus kreatif di samping juga adanya kampanye dari pemerintah. ”Sudah banyak P4S-P4S di sana. Mereka sudah mulai memproduksi pupuk sendiri. Pupuk kimia hanya untuk stimulan. Kompos yang lebih dominan saat ini,” ujarnya.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian, Dedi Nusyamsi (depan, tengah) dan Project Manager EPIS Lee Kwang Woo (dua dari kiri) menggunting pita dalam rangka peresmian Smart Greenhouse di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (26/7/2023) sore.
Menurut Bayu, petani mulai menggunakan bahan organik sejak 2-3 tahun ini. Sebelumnya, mereka masih bergantung dengan pupuk pabrik karena ketersediaan barang di pasaran masih banyak. Ia mengakui mengubah kebiasaan memang susah. Namun dengan contoh nyata penerapan di lapangan, hal itu bisa dilakukan.
Pertanian Cerdas Korea
Selain pelatihan kepada petani dan penyuluh, pada saat yang sama juga dilakukan peresmian Smart Greenhouse, pertanian cerdas Korea (K-Smart), serta gelar produk P4S Jawa Timur binaan BBPP Ketindan.
K-Smart merupakan kerja sama Pemerintah Indonesia dengan The Korea Agency of Education Promotion and Information Service in Food Agriculture Forestry and Fisheries(EPIS).
Ada beberapa tujuan dari proyek ini, antara lain meningkatkan minat petani milenial agar terlibat dalam pertanian sebagai usaha bisnis, meningkatkan kapasitas petani milenial dalam penggunaan teknologi K-Smart Farm, dan mendukung ketahanan pangan dengan mengadopsi pertanian K-Smart Farm menggunakan sumber energi terbarukan.
Ke depan, menurut Dedi, petani harus bisa memanfaatkan sistem pertanian cerdas. Melalui green house, misalnya, tempat itu bisa mengendalikan iklim secara mikro. Suhu, kelembaban udara, sinar matahari, dan nutrisi yang diperlukan oleh tanaman bisa diatur di sana.
Petani harus bisa memanfaatkan sistem pertanian cerdas.
“Kita bangun terus kerjasama pembangunan K-Smart Agriculture agar bisa diimplementasikan di seluruh pelosok tanah air. Dengan K-Smart maka produktivitas kita kualitasnya akan membaik. Bagaimana produk pertanian kita bisa berdaya saing sehingga bisa diekspor,” katanya.
Pertanian cerdas juga menjadi jawaban akan kondisi cuaca. Dedi menyebut beberapa cara dalam pertanian cerdas bisa digunakan untuk mengantisipasi datangnya musim kemarau berkepanjangan akibat El Nino. Akibat El Nino, pengairan berkurang signifikan dan ini akan berpengaruh pada produktivitas pertanian.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian, Dedi Nusyamsi tengah meninjau gelar produk P4S Jawa Timur di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (26/7/2023) sore.
”Kalau kita tidur, drop pertanian kita. Makanya kita mesti lakukan aksi mitisgasi adaptasi terhadap perubahan iklim agar produktivitas tidak terganggu signifikan,” katanya.
Dengan pola pertanian cerdas, Dedi mencontohkan, petani bisa menggabungkan pemupukan dan irigasi. Bagaimana menggunakan irigasi tetes, yang disiram hanya sekitar akar tanaman sehingga air tidak banyak terbuang dan hemat.
Cara seperti ini memang tidak bisa diterapkan secara massal dan dalam waktu sekejap. ”Ini salah satu proses, pendidikan, edukasi. Untuk jangka panjang,” katanya.
Untuk jangka pendek menangani El Nino, menurut dia, banyak program Kementan bekerja sama dengan pemerintah daerah, petani, dan penyuluh. Mulai dari membuat embung, sudetan sungai, pipanisasi, bantuan benih varitas unggul genjah, dan varitas tanah kekeringan, dan lainnya.
Project Manager EPIS Lee Kwang Woo mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia terkait apa saja yang dibutuhkan dalam bidang pertanian di masa yang akan datang. Dan, jawabannya adalah pertanian cerdas.
Adapun komoditas pertanian yang dikembangkan saat ini adalah stroberi, paprika, tomat, dan jeruk dalam green house. Untuk tanaman pangan bisa tetapi kurang efisien. Skema lain untuk pengembangan tanaman pangan sedang dibicarakan, seperti bagaimana meningkatkan produksi padi, dengan varietas ataupun peralatan.
Apakah ke depan hasil pertanian dalam kerja sama ini akan diekspor ke Korea? Lee mengatakan, langkah pertama akan dikonsumsi di dalam negeri. ”Sekarang kedua negara tengah bicara, hasil (pertanian) paprika akan diekspor ke Korea. Tapi ini belum ditentukan, baru pembicaraan saja,” ujarnya.