Benih Bioteknologi Tingkatkan Produksi Jagung Nasional
Bayer meluncurkan benih jagung bioteknologi di Dompu, Nusa Tenggara Barat. Kehadiran benih jagung tersebut berkontribusi terhadap ketersediaan benih varietas unggul, sekaligus bisa meningkatkan produksi jagung nasional.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·5 menit baca
DOMPU, KOMPAS — Benih bioteknologi bakal diandalkan untuk meningkatkan produksi jagung nasional. Harapannya, penggunaan bibit itu bisa meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kesejahteraan petani.
Hal itu dikatakan Koordinator Kelompok Substansi Penilaian dan Penyebaran Varietas Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Andi M Saleh. Dia menyampaikan hal itu dalam peluncuran benih bioteknologi DEKALB DK95R dari Bayer di Desa Banggo, Kecamatan Manggalewa, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, Rabu (26/7/2023).
Dalam acara itu, hadir Bayer Crop Science Country Cluster Head for Southeast Asia & Pakistan Stacy Markovich dan Bupati Dompu Kader Jaelani.
Selain itu, hadir pula Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB Mirza Amir Hamzah, Ketua Komite Tetap Pengembangan Industri Pangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Hermanto Siregar, serta para petani jagung dari NTB dan NTT.
”Benih merupakan komponen utama yang secara nyata berkontribusi dominan dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman,” kata Andi.
Andi memaparkan, berdasarkan data luas tanam pada Sistem Informasi Pengumpulan Data Pangan Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan data provitas Badan Pusat Statistik, produksi jagung di Indonesia pada 2022 mencapai 25,18 juta ton pipilan kering. Jumlah itu, katanya, meningkat dibandingkan produksi 2021 sebanyak 23,04 juta ton pipilan kering.
Menurut dia, keberhasilan meningkatkan produksi jagung disumbang oleh penggunaan benih varietas unggul. Realisasi penggunaan benih jagung bersertifikat pada 2022 mencapai 73,59 persen. Dibandingkan 2021, jumlahnya tumbuh 1,96 persen, dari 72,17 persen.
Oleh karena itu, kata Andi, pemerintah bakal terus mendorong peningkatan penggunaan benih varietas unggul. ”Baik peningkatan kegiatan distribusi benih melalui pasar bebas maupun bantuan,” ujarnya.
Ia menyebutkan, rata-rata realisasi bantuan benih jagung hibrida nasional selama tiga tahun terakhir dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) seluas 491.604 hektar. Sementara dari tugas perbantuan provinsi seluas 581.298 hektar.
Khusus NTB, paparnya, realisasi bantuan benih jagung hibrida untuk tiga tahun terakhir dari APBN seluas 43.290 hektar dan tugas perbantuan provinsi seluas 24.049 hektar.
Andi menjelaskan, pemerintah terus mendorong pengembangan varietas-varietas baru baik melalui teknologi hibrida maupun bioteknologi. Hingga saat ini telah dilepas 317 varietas jagung hibrida dan delapan varietas jagung hidrida produk rekayasa genetika.
Rekayasa genetika, ujarnya, membuka peluang yang luas bagi pemulia (tanaman) untuk mengakses gen baru dari sumber eksotik dan beragam untuk dimasukkan ke dalam varietas atau hibrida unggul.
Mengingat varietas tersebut merupakan hasil rekayasa teknologi tinggi dengan pembiayaan besar, pemerintah terus mendorong swasta untuk mengembangkannya. Termasuk, di antaranya, yang dilakukan Bayer lewat bioteknologi DEKALB DK95R.
”Kami berharap komersialisasi benih jagung bioteknologi dari Bayer Indonesia akan berdampak nyata pada penyediaan benih, khususnya jagung, dan peningkatan produksi jagung nasional,” kata Andi.
Pada 2022, Bayer Indonesia dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian menandatangani perjanjian kerja sama untuk mempercepat adopsi benih jagung bioteknologi ini.
Hal itu termasuk memfasilitasi akses dan penyebaran teknologi tersebut melalui ekosistem bisnis pertanian berbasis masyarakat yang disebut program Better Life Farming. Tujuan program itu ialah meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kesejahteraan petani.
Bayer Crop Science Country Cluster Head for Southeast Asia & Pakistan Stacy Markovich mengatakan, Bayer terus berkomitmen membawa inovasi atau teknologi baru untuk meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia.
Dibandingkan benih jagung konvensional, DK95R mengandung sifat roundup ready yang toleran atau aman terhadap glifosat atau bahan aktif dalam herbisida roundup. Jadi, saat penyemprotan gulma, tanaman jagung dengan benih DK95R tidak ikut rusak.
Karakter itu mendorong efisiensi. Menurut Stacy, hasil uji coba yang mereka lakukan di lima provinsi musim lalu menunjukkan, petani yang menggunakan DK95R mendapat potensi peningkatan hingga 30 persen dibandingkan praktik konvensional.
”Peningkatan pendapatan ini diperoleh dari kombinasi hasil panen yang lebih tinggi dan pengurangan biaya input,” ujarnya.
Hamzanwadi (38), petani dari Kelompok Tani Kesaming Masam Desa Labuan Kuris, Kecamatan Lape, mengatakan, selain memberikan potensi hasil yang tinggi, benih bioteknologi juga mampu mengurangi biaya produksi petani.
Peningkatan itu, katanya, karena banyak efisiensi. Karakter benih DK95R, misalnya, membuat ia dan petani lain hanya perlu sekali tenaga untuk menyemprot atau mengendalikan gulma dari semula tiga kali. Pupuk juga bisa terserap dengan optimal.
”Benih ini tahan dengan herbisida yang selama ini jadi racun tidak hanya buat gulma, tetapi juga jagung sendiri. Kalau sampai kena herbisida, jagung bisa ikut mati. Tetapi, dengan DK95R, tanaman aman,” tuturnya.
Hermanto Siregar menambahkan, ada kesenjangan besar antara pasokan dan permintaan jagung di Indonesia. Oleh karena itu, industri benih harus mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Hermanto mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah Bayer yang turut ambil bagian dengan menghadirkan benih bioteknologi. Termasuk membentuk model bisnis closed-loop bersama Seger Agro Nusantara, pembeli jagung hasil panen petani. Dengan begitu, pada akhirnya para petani dan semua mitra dalam rantai nilai jagung akan mendapatkan manfaat.
Bupati Dompu Kader Jaelani menuturkan, masyarakat Dompu selama ini selalu ingin merambah hutan untuk memperluas lahan demi meningkatkan produksi. Hal itu berpotensi menimbulkan bencana alam, seperti longsor dan banjir.
”Tetapi, dengan produk ini, walaupun kita punya lahan 1 hektar, kita bisa menggenjot hasil yang kita capai,” kata Kader.
Terkait hal itu, Stacy menegaskan, mereka juga tentu tidak ingin terus ada ekstensifikasi lahan. Hal itu membuat pengembangan akan terus dilakukan.
”Termasuk produk berikutnya bisa memberikan hasil produksi yang lebih tinggi lagi tanpa menghilangkan keunggulan yang dimiliki varietas sebelumnya,” ucapnya.