Perdes Retribusi Pariwisata di Palau Pahawang Dikeluhkan
Pemerintah Desa Pulau Pahawang mengeluarkan Peraturan Desa Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pungutan Desa. Namun, penerapan perdes yang mewajibkan wisatawan membayar retribusi Rp 10.000 dikeluhkan pelaku jasa wisata.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
PESAWARAN, KOMPAS — Pemerintah Desa Pulau Pahawang mengeluarkan Peraturan Desa Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pungutan Desa. Namun, penerapan perdes yang mewajibkan wisatawan membayar retribusi Rp 10.000 dikeluhkan pelaku jasa wisata.
Juru bicara Asosiasi Pelaku Pariwisata Pesawaran, Adin Rohayudin, menuturkan, pihaknya merasa tidak mendapatkan sosialisasi terkait penerapan perdes tersebut. Ia juga mengeluhkan cara petugas saat menarik retribusi karena dinilai mengganggu kenyamanan wisatawan.
”Kami bukannya menolak adanya perdes tersebut, tetapi kalau bisa tata cara penerapannya bisa lebih baik dan nominalnya dikurangi,” kata Adin saat dihubungi dari Bandar Lampung, Selasa (25/7/2023).
Selama ini, wisatawan telah membayar retribusi untuk Pemerintah Kabupaten Pesawaran di dermaga saat hendak menyeberang ke Pulau Pahawang. Jumlah retribusi yang dibayar lebih murah, yakni hanya Rp 2.000 per wisatawan.
Saat ini, sebagian besar fasilitas pariwisata di Pulau Pahawang juga merupakan milik perorangan. Pemerintah desa belum menawarkan fasilitas yang bisa dimanfaatkan wisatawan. Karena itulah, pelaku jasa wisata berharap penerapan retribusi diimbangi dengan penambahan fasilitas.
Ia menilai, selama ini, pelaku jasa wisata berkontribusi dalam mempromosikan pariwisata Pulau Pahawang. Pihaknya juga telah bekerja sama dengan pelaku jasa wisata yang sebagian besar juga warga Desa Pulau Pahawang.
Kisruh soal retribusi pariwisata yang diterapkan di Desa Pulau Pahawang sempat beredar di media sosial. Dalam video tersebut, sejumlah orang terlihat berdebat soal penarikan retribusi wisata. Adin khawatir kenyamanan wisatawan terganggu akibat adanya kebijakan baru tersebut.
Sementara itu, Afri Pujianto (35), pengelola vila di Desa Pulau Pahawang berharap pemerintah desa bermusyawarah dengan para pelaku jasa wisata membahas persoalan retribusi tersebut. Sebagai pelaku jasa wisata dan warga Pulau Pahawang, Afri mendukung perdes tersebut sebagai upaya untuk memajukan pariwisata desa.
Kendati begitu, Afri menilai penerapannya memerlukan sosialisasi yang lebih masif. ”Petugas yang menarik retribusi juga harusnya sopan dan memakai seragam yang jelas sehingga tidak memberikan kesan mereka seperti preman,” ucapnya.
Ia sempat kesal dengan petugas yang meminta retribusi kepada wisatawan yang sedang istirahat di vila miliknya. Menurut dia, hal itu dapat mengganggu kenyamanan wisatawan dan membuat citra buruk bagi pelayanan pariwisata di Palau Pahawang.
Terkait hal itu, Kepala Desa Pulau Pahawang Ahmad Salim menyatakan, penerbitan Perdes No 2/2023 tentang Pungutan Desa telah sesuai mekanisme. Pemerintah desa juga telah berkonsultasi dengan pemerintah daerah dan lembaga publik dalam merancang perdes.
”Kami menjalankan perdes tentang pungutan wisata yang penyusunannya sudah dari tahun 2022. Perdes itu bukan dari kami desa saja, ada rapat juga dengan pemerintah, pelaku pariwisata, termasuk agen tur kita undang. Namun, tidak semua hadir waktu penyusunan,” tutur Ahmad.
Ia menjelaskan, pengelolaan retribusi dikelola oleh badan usaha milik desa. Pungutan sebesar Rp 10.000 sesuai dengan perdes tersebut dilakukan untuk mendukung keberlanjutan pariwisata di Desa Pulau Pahawang.
”Retribusi itu akan dimanfaatkan untuk pengelolaan pariwisata, seperti menjaga kebersihan hingga pembangunan dan perbaikan fasilitas pariwisata. Perdes ini baru berjalan tiga bulan sehingga belum ada pembangunan fisik,” katanya.
Dia pun mengaku tak mengetahui alasan sejumlah pihak agen travel yang merasa keberatan dengan adanya pungutan tersebut. ”Yang membayar itu bukan agen tur, melainkan wisatawan. Semestinya mereka tinggal mengomunikasikan hal itu dengan konsumen,” katanya.
Ia berharap perdes itu bisa berjalan secara maksimal dan disetujui semua pihak. Ia mengatakan bakal mengambil langkah tegas terhadap agen travel yang menolak perdes dan membuat kegaduhan.