Pembangunan fasilitas Bandara Mentawai di Dusun Rokot, Desa Matobe, sudah rampung. Pengoperasian dan peresmian bandara ini menunggu sertifikasi kelayakan bandara.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
TUAPEJAT, KOMPAS — Pembangunan Bandara Mentawai di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, tinggal merampungkan penyempurnaan dan pekerjaan minor. Sejalan dengan itu, pengelola bandara sedang menunggu sertifikasi kelayakan bandara.
Penjabat Bupati Kepulauan Mentawai Fernando Jongguran Simanjuntak di Tuapejat, Selasa (25/7/2023), mengatakan, tiga pekan lalu, ia meninjau Bandara Mentawai di Dusun Rokot, Desa Matobe, Kecamatan Sipora Selatan. Secara umum, fasilitas bandara dapat dikatakan rampung.
”Dilaporkan pengelola dan kepala bandara, kami tinggal menunggu sertifikasi kelayakan bandara. Secara garis besar, saya lihat seluruh fasilitas itu hampir selesai, tinggal sambil menyelesaikan yang sedikit itu. Ini proses pengurusan sertifikasi bandara juga sudah berjalan,” kata Fernando.
Bandara Mentawai berjarak 22 kilometer dari Kantor Bupati Mentawai atau 36 menit ditempuh menggunakan kendaraan darat. Salah satu transportasi umum yang tersedia melintasi bandara ini adalah bus Damri dengan rute Tuapejat-Sioban, tiga kali sehari.
Pantauan Kompas di sekitar Bandara Mentawai, Senin (24/7/2023) siang, bangunan terminal bandara dan landasan pacu telah rampung. Kecuali perbaikan kecil pada jalan akses ke dalam bandara oleh beberapa tukang, tidak lagi tampak pengerjaan bangunan di lokasi.
Bangunan kelengkapan bandara yang sebelumnya bernama Bandara Rokot, seperti plang nama dan tugu sikerei yang masih terbungkus plastik, di gerbang bandara juga sudah selesai. Walakin, lokasi di bandara tampak sepi dari aktivitas masyarakat karena belum beroperasi.
Fernando melanjutkan, sejalan dengan rampungnya pembangunan bandara ini, pemerintah kabupaten juga akan mematangkan kerja sama dengan maskapai penerbangan komersial. Bandara ini diproyeksikan akan digunakan pesawat ATR berkapasitas sekitar 70 orang, di samping pesawat perintis.
”Penerbangan dari Bandara Internasional Minangkabau (Padang Pariaman) ke Bandara Mentawai dan sebaliknya. Landasan pacu kami, kan,1.500 meter, jadi belum bisa pakai pesawat Boeing,” ujarnya.
Ia belum tahu pasti kapan bandara yang dibangun menggunakan dana surat berharga syariah negara (SBSN) ini akan diresmikan. ”Target peresmian memang tahun ini. Kami berusaha tahun ini sudah harus beroperasi,” katanya.
Fernando menambahkan, beroperasinya Bandara Mentawai ini akan meningkatkan aksesibilitas ke Tuapejat yang berada di Pulau Sipora. Selama ini, transportasi ke ibu kota kabupaten ini mengandalkan transportasi laut dengan kapal cepat dan feri.
”Dampaknya nanti akan meningkatkan kunjungan orang ke Mentawai. Kalau kunjungannya meningkat, kami berharap sektor turunannya, seperti perhotelan dan rumah makan, juga meningkat. Kemudian, untuk jangka panjang, juga mendorong ekonomi masyarakat di Mentawai,” tuturnya.
Pinda Tangkas Simanjuntak (43), warga Desa Tuapejat, mengatakan, beroperasinya Bandara Mentawai akan berdampak positif terhadap mobilitas warga ke luar daerah. Frekuensi perjalanan kapal cepat Tuapejat-Padang empat kali sepekan. Pesawat bisa mengisi kekosongan jadwal itu.
”Bertambah banyak pilihan kami ke Padang. Kalau ada urusan mendadak, warga bisa langsung berangkat, tidak menunggu hari berikutnya. Lebih cepat juga sampainya dengan pesawat, sekitar 45 menit perjalanan. Pakai kapal cepat 3,5 jam,” kata Pinda, yang berkunjung ke Padang dua bulan sekali.