Tantangan Berat Tiga Provinsi Baru di Papua
Gangguan keamanan dan belum optimalnya layanan publik menjadi tantangan bagi tiga provinsi yang baru mekar di Papua. Diperlukan strategi khusus agar kebijakan pemekaran dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Konflik yang terus terjadi dan belum optimalnya layanan publik menghambat pembangunan di Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan. Hal ini menjadi tantangan yang mesti dituntaskan pemerintah dan aparat penegak hukum di tiga provinsi yang dimekarkan dari Papua genap setahun lalu pada 25 Juli 2022.
Oktari Andi memulai aktivitasnya sebagai pedazgang barang kebutuhan di Distrik Sugapa, ibu kota Kabupaten Intan Jaya, Sabtu (15/7/2023) pekan lalu. Pria berusia 40 tahun ini pun sibuk melayani para pembeli di kiosnya.
Tiba-tiba, muncul sesosok pria yang menggunakan jaket berwarna hitam dan celana pendek berbahan jin. Pria itu berpura-pura hendak berbelanja di kios Oktari. Ketika Oktari hendak mengambil barang yang diminta, pelaku langsung menyerangnya dengan parang.
Oktari pun terkapar dengan luka di bagian belakang leher. Pelaku itu langsung kabur setelah melakukan aksinya. Beruntung nyawa Oktari terselamatkan setelah dievakuasi kerabatnya dan warga ke puskesmas setempat.
Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka, yang diklaim negara sebagai kelompok kriminal bersenjata (KKB), menyatakan bertanggung jawab atas penyerangan terhadap Oktari. Teror KKB di Intan Jaya, yang kini merupakan bagian dari Provinsi Papua Tengah, bukanlah yang pertama.
Kasus-kasus serupa telah terjadi selama enam tahun terakhir. Kondisi ini juga terjadi di sejumlah kabupaten lainnya di Papua Tengah, seperti Puncak dan Puncak Jaya. Sementara sejumlah kabupaten di Papua Pegunungan juga mengalami gangguan keamanan karena teror KKB, antara lain Nduga, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang.
Baca Juga: Dalam Enam Bulan, 17 Korban Jiwa akibat Serangan KKB di Papua
Dalam catatan Kompas dan data Polda Papua, sejak Januari 2023 hingga Juli 2023, aksi KKB di Papua Tengah mengakibatkan lima warga dan tiga aparat tewas. Adapun jumlah korban luka, baik aparat keamanan maupun warga sipil, mencapai 19 orang.
Pada rentang waktu yang sama di Papua Pegunungan, teror KKB mengakibatkan lima warga dan enam personel aparat keamanan tewas. Adapun jumlah aparat keamanan dan warga sipil yang terluka sebanyak 13 orang.
Aksi teror KKB pada tahun ini juga menyasar layanan penerbangan komersial di wilayah Papua Pegunungan dan Papua Tengah. Padahal, pesawat merupakan urat nadi untuk mendistribusikan barang kebutuhan pokok dan material bangunan karena jalan darat yang belum tersambung di seluruh wilayah Papua.
Berdasarkan catatan Kompas, terjadi tujuh kasus penyerangan pesawat pada kurun Januari-Juli 2023. Aksi itu menyasar enam pesawat berbadan kecil dan satu pesawat jenis Boeing di Yahukimo, Puncak, Pegunungan Bintang, dan Intan Jaya.
Salah satu peristiwa yang menonjol ketika KKB menembaki pesawat Trigana Air PK-YSC yang mengangkut 66 penumpang. Saat itu, pesawat lepas landas dari Bandara Nop Goliat, Deikai, Kabupaten Yahukimo, menuju Bandara Sentani di Kabupaten Jayapura, Papua, pada 11 Maret 2023.
Dari hasil pemeriksaan oleh aparat kepolisian di Bandara Sentani, terdapat satu lubang di bagian bawah pesawat karena terkena tembakan. Seorang penumpang juga terluka di wajah karena terkena serpihan kursi.
Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri mengakui, gangguan keamanan oleh KKB menjadi salah satu tantangan yang masih dihadapi pihaknya. Mayoritas kelompok ini melakukan aksinya di sejumlah kabupaten di Papua Tengah dan Papua Pegunungan.
Matius memaparkan, aksi teror KKB pada semester I-2023 mencapai 75 kasus. Jumlah ini meningkat 24 kasus apabila dibandingkan dengan aksi KKB pada semester I-2022, yakni 51 kasus.
Baca Juga: Smart Aviation Jadi Pesawat Ketujuh yang Diserang KKB di Papua
”Kami tetap mengupayakan pendekatan yang maksimal dalam penegakan hukum dan persuasif untuk mengatasi gangguan keamanan di wilayah hukum Polda Papua serta meminta tambahan pasukan. Upaya ini melibatkan Kodam Cenderawasih bersama pemerintah daerah setempat,” kata Mathius.
Ia pun menegaskan, pengamanan bandara yang merupakan obyek vital nasional di sejumlah kabupaten akan ditingkatkan. Aksi KKB yang berulang kali menyerang pesawat dan aparat keamanan di bandara sangat merugikan masyarakat setempat. ”Pesawat merupakan alat transportasi yang sangat vital untuk membawa barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat,” tutur Mathius.
Norbert Tunjanan, perwakilan Forum Komunikasi Penerbangan Misi di Papua, menuturkan, penyerangan pesawat membahayakan awak pesawat dan penumpang. Instrumen pesawat juga rentan rusak. Hal ini menyebabkan para pilot sangat ketakutan untuk melayani penerbangan di sejumlah daerah.
”Aksi ini tidak hanya mengancam keselamatan awak pesawat dan penumpang. Layanan transportasi udara bagi warga di daerah terpencil juga terhambat,” kata Norbert yang juga Staf Komite Nasional Keselamatan Transportasi Wilayah Papua.
Dampak aksi penyerangan pesawat juga dirasakan Pemkab Puncak. Upaya mereka mengirimkan bantuan makanan demi mengatasi masalah kelaparan yang kini dialami sekitar 7.000 warga di Distrik Agandugume dan Lambewi terhambat.
Pilot tak berani membawa bantuan makanan yang telah kami siapkan karena takut pesawatnya ditembak kelompok tersebut.
Pemicu kelaparan adalah bencana kekeringan akibat suhu udara yang sangat dingin dan tanpa hujan yang melanda kedua distrik tersebut sejak Mei 2023 hingga kini. Kondisi tersebut menyebabkan tanaman warga, seperti ubi dan keladi, rusak.
”Pilot tak berani membawa bantuan makanan yang telah kami siapkan karena takut pesawatnya ditembak kelompok tersebut. Terpaksa kami menurunkan bantuan makanan di Distrik Sinak. Perwakilan warga dari kedua distrik tersebut harus berjalan kaki ke Sinak untuk mengambil bantuan tersebut,” tutur Bupati Puncak Willem Wandik.
Selain gangguan keamanan akibat aksi KKB, rawan pula terjadi konflik antara aparat keamanan dan warga karena berita bohong serta reaksi dari upaya penegakan hukum yang ditempuh aparat. Hal inilah yang memicu kerusuhan di Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Dogiyai pada tahun ini.
Khusus di Dogiyai, Papua Tengah, telah terjadi dua kali kerusuhan dalam tujuh bulan terakhir. Kerusuhan terakhir terjadi pada 13-14 Juli 2023. Dilaporkan delapan personel aparat keamanan terluka dan tiga warga tewas. Sebanyak 75 bangunan terbakar dalam insiden tersebut.
Menurut Direktur Yayasan Pengembangan Kesejahteraan Masyarakat (Yapkema) Hanok Pigai, konflik yang terjadi berulang kali di Dogiyai mengganggu upaya pendampingan petani kopi di Papua Tengah. Yapkema merupakan lembaga yang fokus pada pemberdayaan petani, layanan pendidikan, dan kesehatan di Dogiyai, Paniai, dan Deiyai.
Baca Juga: Kerusuhan di Dogiyai, Massa Bakar 69 Unit Bangunan
Hanok memaparkan, konflik sosial dan aksi blokade jalan oleh warga juga marak terjadi selama enam bulan terakhir pascapemekaran. Hal ini menyebabkan layanan transportasi darat antarwilayah di Papua Tengah terganggu. Pendampingan bagi para petani binaan lembaga Yapkema juga terhambat.
”Kami memiliki sebanyak 40 petani binaan di Dogiyai, Deiyai, dan Paniai. Dengan adanya konflik dan blokade jalan, upaya kami untuk memasarkan kopi para petani ke Nabire, Jayapura, hingga Papua Barat juga terdampak,” ungkap Hanok.
Ia menilai, aksi blokade jalan dan konflik sosial rawan terjadi karena minimnya lapangan pekerjaan. Selain itu, upaya penegakan hukum dari aparat keamanan dinilai terlalu berlebihan sehingga dapat memicu amarah dan dendam yang semakin besar.
”Diperlukan upaya pemda setempat untuk menyediakan lapangan pekerjaan sehingga masyarakat dapat meningkatkan perekonomiannya. Selama ini, Pemprov Papua Tengah belum memikirkan untuk pembangunan sektor dan masih terfokus dengan pembagian jabatan politik serta lembaga pemerintah lainnya,” tutur Hanok.
Minim layanan
Di luar masalah keamanan, sejumlah masalah lain juga masih dihadapi tiga provinsi baru di Tanah Papua. Salah satu yang dikeluhkan masyarakat adalah belum terlihatnya program yang menyentuh sektor ekonomi, khususnya bagi petani dan nelayan.
Kondisi ini misalnya dialami Hermanus Mahuze (46), nelayan di Distrik Malind, Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Hermanus sudah bertahun-tahun mengajukan permohonan bantuan mesin perahu motor dan jaring. Sayangnya, hingga kini, permintaan itu belum ditanggapi pemda setempat.
Hermanus adalah salah satu ketua kelompok nelayan di Distrik Malind. Mereka biasanya mencari ikan di Sungai Kumbe. Rata-rata nelayan mendapatkan 100 kilogram ikan per minggu. Terdapat tujuh kelompok nelayan di Malind dan setiap kelompok terdiri dari 5 hingga 12 nelayan.
”Mayoritas petani tidak memiliki perahu motor yang memadai sehingga kami hanya bisa mencari ikan di Kali Kumbe. Hal ini berdampak pada penghasilan kami yang maksimal hanya Rp 3 juta per bulan,” tutur ayah dari tujuh anak ini.
Mudah-mudah pemda di daerah yang telah dimekarkan menyiapkan regulasi yang lebih peduli terhadap nelayan lokal.
Ia berpendapat, seharusnya Papua Selatan yang telah dimekarkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi nelayan dan petani setempat. Sebab, salah satu tujuan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) adalah meningkatkan sektor ekonomi, khususnya masyarakat asli Papua.
”Permasalahan yang kami hadapi saat ini adalah pemberian bantuan yang sering kali tidak tepat sasaran. Mudah-mudah pemda di daerah yang telah dimekarkan menyiapkan regulasi yang lebih peduli terhadap nelayan lokal,” ucap Hermanus.
Sementara itu, pelayanan kesehatan di Papua Pegunungan dan Papua Tengah juga belum terlaksana dengan optimal. Pada tahun ini terjadi kejadian luar biasa campak di sejumlah kabupaten di Papua Tengah dan Wamena, ibu kota Papua Pegunungan.
Jumlah anak di Papua Tengah yang positif campak 49 orang dan 2 anak suspek campak meninggal. Sementara di Wamena, 9 anak positif campak dan 260 anak suspek campak. Hal ini disebabkan minimnya cakupan imunisasi dasar lengkap, yakni masih di bawah standar nasional 95 persen.
Baca Juga: 49 Anak di Provinsi Papua Tengah Positif Campak
Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem menilai, kebijakan pascapemekaran masih sebatas pengadaan infrastruktur, penyediaan aparatur sipil negara, serta persiapan Pemilu 2024. Padahal, fungsi utama dari pemekaran adalah meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan.
Penjabat Gubernur Papua Pegunungan Nikolaus Kondomo yang ditemui di Jayapura mengatakan, sejumlah program yang dicanangkan Pemprov Papua Pegunungan telah berjalan, seperti penyediaan 635 aparatur sipil negara.
Nikolaus menyatakan telah menginstruksikan pemda di delapan kabupaten Papua Pegunungan agar mengalokasikan anggaran otsus untuk pelayanan kesehatan minimal 20 persen dan pendidikan 30 persen.
Alokasi anggaran otsus difokuskan pada pelayanan pendidikan gratis dan beasiswa untuk perguruan tinggi, khususnya bagi anak asli Papua. Sementara untuk kesehatan difokuskan pada layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi warga yang tak mampu membayar premi BPJS Kesehatan, penanganan stunting (tengkes), pemberian makanan bergizi, dan imunisasi dasar.
”Papua Pegunungan mendapatkan alokasi anggaran tahun ini senilai Rp 1,9 triliun. Jumlah anggaran ini belumlah cukup untuk mengakomodasi seluruh kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Karena itu, kami akan mengajukan perubahan anggaran pada tahun 2024,” kata Nikolaus.
Kami telah membentuk Tim Percepatan Penanganan Stunting Provinsi Papua Selatan dan mengalokasikan anggaran senilai Rp 20,2 miliar.
Penjabat Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk mengatakan, pihaknya sementara melaksanakan 12 rencana strategis yang diberikan Kementerian Dalam Negeri. Beberapa rencana itu, antara lain, manajemen aset, penyediaan infrastruktur, dan data pemilih di delapan kabupaten Papua Tengah.
”Kami juga sudah menyiapkan regulasi untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi UMKM sesuai hasil verifikasi faktual. Saya pun telah memberikan target bagi jajaran Dinas Kesehatan Papua Tengah untuk meningkatkan cakupan imunisasi hingga 70 persen,” ujar Ribka.
Adapun Penjabat Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo mengatakan, salah satu program prioritas yang terlaksana di Papua Selatan adalah penanganan stunting. Sebab, terjadi peningkatan prevalensi tengkes di Papua Selatan dari 34,4 persen menjadi 36,3 persen berdasarkan data terakhir Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
”Kami telah membentuk Tim Percepatan Penanganan Stunting Provinsi Papua Selatan dan mengalokasikan anggaran senilai Rp 20,2 miliar. Anggaran ini akan digunakan untuk sejumlah kegiatan,” ujar Apolo.
Anggaran itu akan digunakan, antara lain, untuk pembelian susu dan biskuit bagi ibu hamil, pembelian susu untuk anak sekolah, serta pengadaan biskuit khusus bagi anak balita gizi kurang. Selain itu, pengadaan obat dan vitamin serta penyediaan alat USG.
Baca Juga: Makanan Kurang Bergizi dan Penyakit Menular Picu Tingginya Tengkes di Papua
Peneliti demografi dari Universitas Papua, Agus Sumule, mengatakan, terdapat dua pendekatan agar pemekaran tiga provinsi baru itu dapat berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Pertama, menyiapkan kebijakan strategis yang sesuai dengan potensi di daerah. Pendekatan yang kedua adalah alokasi anggaran untuk pelayanan publik, seperti sektor pendidikan dan kesehatan, harus benar-benar terealisasi.
”Tanpa kedua pendekatan ini, program pembangunan di tiga provinsi ini tak akan berdampak bagi masyarakat. Hal inilah yang terjadi di sejumlah kabupaten pemekaran di Papua dengan angka kemiskinan yang masih tinggi. Salah satunya Kabupaten Supiori dengan angka kemiskinan yang mencapai 37,91 persen pada akhir 2021,” papar Agus.