Kisah Jambret Cirebon dan Hilangnya Sejahtera di Tengah Pembangunan
Maraknya jambret dan kejahatan jalanan di Cirebon menyisakan ironi kemiskinan. Hal itu terjadi di antara geliat kota yang terus membangun beragam macam hal.
Kasus penjambretan handphone atau HP di Kota Cirebon, Jawa Barat, viral di media sosial. Polisi telah menangkap para pelaku. Namun, kasus ini masih menyisakan persoalan, dari rawannya pencurian di jalan hingga alasan penjambretan demi membayar uang sekolah anaknya.
Ika Novia (40) berjalan tertatih di halaman Markas Kepolisian Cirebon Kota, Senin (24/7/2023). Kedua lututnya lecet.
Telapak tangan kanannya juga memar. Dagunya bengkak, membiru. Ia hadir sebagai korban kasus penjambretan HP yang sempat ramai di media sosial dan daring.
Petaka tersebut bermula pada Minggu (23/7/2023) sekitar pukul 07.45. Saat itu, warga Kelurahan Drajat, Kecamatan Kesambi, ini ingin melihat anaknya lomba lari.
Menjelang garis finis di Jalan Sisingamangaraja, Ika merekam video peserta lari dengan HP di tangan kanannya.
”Pas, saya lagi nge-videoin, enggak tahunya dari belakang ada yang narik (HP). Saya coba kejar, mempertahankan HP. Tapi, saya malah keseret sekitar dua meter di aspal sambil teriak,” ungkap Ika. Gawainya bermerek Samsung A22 yang harganya hampir Rp 3 juta pun raib.
Pelaku, yang mengenakan jaket hitam dengan penutup kepala, kabur menggunakan sepeda motor butut. Tidak ada pelat nomor di bagian belakang motor.
Pelaku pun tak terkejar, termasuk oleh pelari yang tampak bingung. Sejumlah warga yang menyaksikan lomba lari pun langsung menolong korban.
Beruntung, seorang warga di belakang Ika, yang juga memvideokan lomba lari, merekam persitiwa itu. Video penjambretan itu sontak viral di media sosial.
Di salah satu akun Instagram media di Cirebon, video itu sudah ditonton lebih dari 254.000 kali dan disukai lebih 11.900 kali. Korban baru melaporkan kasus itu ke Polres Cirebon Kota pukul 11.00.
”Waktu kejadian, saya nge-blank (bingung). Jadi, terlambat lapor. Selama ini, saya sering videoin anak lari di pinggir jalan. Tetapi, baru kali ini jadi korban jambret. Saya harus lebih hati-hati,” katanya.
Atas laporan korban, polisi lalu mencari pelaku. ”Timsus (tim khusus) langsung bergerak menyelidiki kasus ini. Pada Minggu pukul 19.00, ditemukan satu orang pelaku yang sedang ingin melarikan diri,” ungkap Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Rano Hadiyanto.
Polisi menangkap MF (39), warga Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, di Jalan Kalijaga. Kepada polisi, ia mengakui perbuatannya mencuri ponsel Ika.
Namun, setelah videonya viral, ia menyerahkan HP itu kepada AS (39) dan A (26). Keduanya juga warga Panjunan.
Kedua tetangganya itu mendatanginya dan menawarkan akan menyelesaikan permasalahan MF. Mereka berjanji bakal menyerahkan HP hasil curian itu kepada polisi.
Akan tetapi, itu cuma akal bulus. Mereka malah menjual HP itu kepada R yang hingga kini masih buron.
AS dan A memperdagangkan hasil curian itu dengan harga Rp 1,3 juta. “Para tersangka akan menggunakan uang itu untuk kebutuhan sehari-hari. Kami telah menyita barang bukti 1 unit HP Samsung A22 beserta dus, satu unit kendaraan bermotor, dan uang hasil penjualan,” ujarnya.
Atas perbuatannya, MF bakal dijerat melanggar Pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal penjara 9 tahun. Adapun AS dan A dijerat Pasal 480 KUHP terkait kejahatan penadahan. Mereka terancam penjara paling lama 4 tahun.
Rano berkomitmen menindak tegas pelaku kriminal, termasuk pencurian dengan kekerasan atau curas. Namun, pihaknya juga meminta warga waspada.
“Warga diharapkan lebih berhati-hati jika membawa HP di jalan. Ini untuk mencegah kejadian serupa,” ungkapnya.
Terlebih lagi, kasus curas HP bukan kali ini saja terjadi di wilayah hukum Polres Cirebon Kota. Sebulan terakhir, terjadi dua kasus serupa.
Selain Jalan Sisingamangaraja, ada juga di Jalan Pekalangan yang masih dalam penyelidikan polisi. Dalam setahun, terdapat puluhan kasus curas.
Demi sekolah
MF mengaku, baru kali mencuri HP. ”Butuh duit untuk bayar SPP (sumbangan pembinaan pendidikan) sekolah anak. Sumpah demi Tuhan, saya enggak menjual (hasil curian). Mereka (AS dan A) yang bawa barangnya. Saya belum terima duit (penjualan HP itu),” katanya.
Ia mengaku hidupnya tidak bahagia beberapa waktu terakhir. Dia telah menunggak pembayaran SPP anaknya yang duduk di bangku salah satu SMK swasta di Kota Cirebon.
Biayanya Rp 250.000 per bulan atau Rp 1,75 juta selama tujuh bulan. MF juga membiayai anaknya yang masih duduk di bangku SD.
Sementara penghasilannya sebagai penjual es keliling tidak menentu, dari Rp 20.000, Rp 50.000, hingga tertinggi Rp 100.000 per hari.
”Boro-boro (bayar SPP). Saya sudah coba pinjam (uang) sana-sini, tetapi enggak dapat. Jadinya, terpaksa begitu (menjambret),” ungkapnya.
Bagimanapun, bagi MF, anaknya harus melanjutkan sekolah hingga ke jenjang pendidikan tinggi. Tidak seperti dirinya.
Apalagi, tidak semua anak di Cirebon bisa mengakses pendidikan. Tahun 2022, masih ada 31,5 persen anak usia 16–18 tahun yang tidak mengenyam SMA/SMK.
Kasus jambret HP itu tidak hanya menjadi alarm kewaspadaan di jalan, tetapi juga menunjukkan rentannya perekonomian warga seperti MF.
Badan Pusat Statistik mencatat, persentase penduduk miskin di kota berpenduduk sekitar 340.000 jiwa itu tahun lalu, 9,82 persen atau 31.470 orang.
Angka itu menurun dibandingkan tahun 2021, yakni 10,03 persen atau 31.980 orang. Meski demikian, persentase penduduk miskin di Kota Cirebon itu masih di atas angka kemiskinan di Jabar, yakni 8,06 persen tahun 2022. Angka kemiskinan itu juga lebih tinggi daripada 2016–2020.
Data kemiskinan dan kasus penjambretan dengan alasan membutuhkan biaya sekolah itu menjadi ironi di tengah pembangunan kota seluas 39 kilometer persegi itu. Tercatat 90 mal, supermarket, hingga minimarket di Kota Cirebon. Ada 20 hotel bintang dan 41 hotel nonbintang berdiri.
Saat peringatan Hari Jadi Ke-654 tahun Kota Cirebon, Rabu (19/7/2023), Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis mengatakan, pandemi Covid-19 sejak 2020 telah berdampak pada bidang sosial dan ekonomi warga. Namun, pihaknya berupaya mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat.
”Selain memberikan bantuan sosial, kami juga membuka kesempatan kerja hingga menekan inflasi. Inflasi kami selalu terendah di Jawa dan Bali. Indeks pembangunan manusia di Cirebon juga tergolong tinggi, peringkat enam di Jabar,” ungkapnya.
Azis mengajak berbagai pihak untuk bergotong royong membangun Cirebon yang kini berusia 654 tahun. Tanpa peran pemerintah dan warga, lanjutnya, pembangunan kota tidak bisa terwujud. Dan, bukan tidak mungkin, kisah warga menjambret demi biaya sekolah terulang lagi.