Kawasan Konservasi Rawa Singkil Aceh Kehilangan 1.324 Hektar Tutupan Hutan
Saat ini deforestasi masih terus terjadi di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Aceh. Sebagian lahan yang dirambah telah bersalin menjadi perkebunan sawit.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sejak 2019 hingga Juni 2023, kawasan konservasi Suaka Margasatwa Rawa Singkil di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam, Provinsi Aceh, kehilangan tutupan hutan 1.324 hektar. Perambahan kawasan lindung itu dilakukan sejumlah oknum untuk ditanami kelapa sawit.
Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mencatat, setiap tahun Suaka Margasatwa Rawa Singkil menyusut ratusan hektar. HAkA memantau secara rutin kondisi tutupan hutan, baik melalui satelit maupun verifikasi lapangan.
”Dalam lima tahun terakhir sedikitnya telah kehilangan 1.324 hektar tutupan hutan,” kata Manager Geographic Information System Yayasan HAkA Lukmanul Hakim, Senin (24/7/2023).
Lukmanul menjelaskan, selama Juni 2023 terjadi penyusutan sekitar 66 hektar. Sementara sejak Januari hingga Juni 2023, Suaka Margasatwa Rawa Singkil diperkirakan mengalami kehilangan tutupan hutan seluas 372 hektar atau meningkat 57 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Secara administrasi, Suaka Margasatwa Rawa Singkil terletak di Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam dengan luas total 82.188 hektar. Ini lebih luas dari keseluruhan wilayah Provinsi DKI Jakarta yang hanya 66.123 hektar.
Lukmanul mengatakan, hingga saat ini deforestasi masih terus terjadi di kawasan lindung itu. Sebagian lahan yang dirambah telah bersalin menjadi perkebunan sawit.
Menurut dia, penyusutan tutupan hutan di Rawa Singkil telah memicu bencana alam seperti banjir dan kekeringan. Hutan Rawa Singkil merupakan habitat alami orangutan dan satwa lainnya. Jika kerusakan tidak dihambat, dapat timbul konflik antara satwa dan manusia.
Lukmanul menambahkan, dalam skala yang lebih global, emisi karbon yang dilepas dari rawa gambut ini jauh lebih besar dibanding hutan di lahan mineral. Hal ini dapat memicu percepatan pemanasan global yang lebih ekstrem.
Hasil investigasi Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh pada Maret hingga Mei 2023 menemukan aktivitas perambahan di Rawa Singkil masih terus terjadi. Pembukaan lahan dengan cara dibakar dan menggunakan alat berat belum terbendung.
Hasil investigasi itu dirangkum dalam sebuah film dokumenter dengan judul Demi Sawit, Karpet Merah di Lahan Basah. Film berdurasi 30 menit itu diputar di Jakarta, pada Minggu (23/7/2023), yang dihadiri oleh jurnalis dan pekerja konservasi.
Koordinator FJL Aceh Munandar Syamsuddin mengatakan, hutan gambut Rawa Singkil dirambah untuk ditanami kelapa sawit. Dia menyebut para pelaku melibatkan aparatur desa hingga aparat keamanan. ”Kawasan suaka margasatwa itu dijual ke pemodal untuk dijadikan perkebunan sawit,” kata Munandar.
Tim investigasi FJL Aceh menemukan bahwa para pemodal juga mendanai warga untuk membuka lahan dan menanami sawit di kawasan itu. Sekilas lahan tersebut milik warga, padahal ada pemodal di belakangnya.
Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Afifuddin Acal mengatakan, Rawa Singkil masih bermasalah dengan tapal batas sehingga masih rawan untuk dirambah.
Afifuddin juga menilai penegakan hukum belum tegas dan hanya menyasar warga biasa, sedangkan oknum pejabat dan aparat keamanan yang terlibat tidak ditindak. ”Banyak yang bermain di Rawa Singkil,” katanya.
Pengendali Ekosistem Hutan Muda Direktorat Perencanaan Kawasan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Taufik Syamsudin mengatakan, pihaknya akan terus berupaya menyelesaikan permasalahan yang terjadi di kawasan Rawa Singkil.
Dia mengatakan, pemerintah telah membentuk satuan tugas khusus untuk menyelesaikan masalah perkebunan sawit ilegal di dalam kawasan konservasi. KLHK juga akan menurunkan tim untuk memverifikasi mana kluster sawit korporasi dan masyarakat. Untuk sawit masyarakat, penyelesaiannya akan diperlakukan berbeda.
”Kami belum dapat laporan resmi dari teman-teman KSDAE Aceh terkait siapa saja yang ada di kawasan SM Rawa Singkil,” kata Taufik.
Menurut Taufik, pihaknya perlu mengetahui siapa saja pihak yang terlibat di Rawa Singkil agar mudah menyelesaikan permasalahannya. ”Yakinlah pemerintah akan hadir di situ menyelesaikannya. Kita tidak diam, kita tidak menonton, kita akan selesaikan, kita akan cari solusinya,” ujar Taufik.