Atraksi Budaya Dayak Deah Jadi Daya Tarik Baru Wisata Kalsel
Pesta syukuran panen bertajuk Mesiwah Pare Gumboh menjadi daya tarik baru pariwisata Kalsel. Ritual itu merupakan bagian dari tradisi budaya masyarakat Dayak Deah di daerah Pegunungan Meratus, Kabupaten Balangan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BALANGAN, KOMPAS — Pesta syukuran panen bertajuk Mesiwah Pare Gumboh menjadi daya tarik baru pariwisata Kalimantan Selatan. Atraksi budaya masyarakat Dayak Deah di daerah Pegunungan Meratus, Kabupaten Balangan, itu berhasil masuk Karisma Event Nusantara 2023 setelah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda pada tahun 2022.
Acara budaya Mesiwah Pare Gumboh dilaksanakan di Desa Liyu, Kecamatan Halong, Balangan, pada 21-23 Juli 2023. Tahun ini merupakan penyelenggaraan kelima dengan mengusung tema ”Osotn Ne Erai Katos Gawi Ne Kerai Koyat” (Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing).
Inspektur II Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kamal Rimosan mengatakan, ritual Mesiwah Pare Gumboh yang dimiliki masyarakat Dayak Deah menjadi salah satu daya tarik wisata di Balangan. Ritual ini dapat dikemas sebagai sebuah event daerah yang memiliki nilai jual unik sehingga dapat menunjang perkembangan pariwisata baik di Balangan maupun Kalsel.
”Alam dan budaya adalah roh pengembangan pariwisata. Dengan penyelenggaraan event yang berkualitas serta memiliki keunikan, maka dapat menarik wisatawan,” kata Kamal saat membuka acara budaya Mesiwah Pare Gumboh di Desa Liyu, sekitar 230 kilometer dari Kota Banjarmasin, Jumat (21/7/2023).
Menurut Kamal, alam dan budaya perlu didukung aspek 3A (atraksi, amenitas, dan aksesibilitas) serta sapta pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah, dan kenangan) agar bisa menarik wisatawan. Khusus di Balangan, aspek amenitas atau fasilitas pendukung destinasi wisata masih perlu ditingkatkan.
”Selain itu, masih ada PR (pekerjaan rumah) besar, bagaimana kegiatan (Mesiwah Pare Gumboh) ini berkelanjutan. Untuk itu, tata kelola event perlu dikembangkan dengan baik, ekosistem penyelenggaraannya harus ditata sehingga bisa menarik wisatawan datang ke Desa Liyu,” ujarnya.
Kamal pun berharap penyelenggaraan Mesiwah Pare Gumboh berjalan dengan lancar serta dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Acara itu juga diharapkan membuka peluang usaha dan menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya. ”Majukan pariwisata dan ekonomi kreatif serta kembangkan terus potensi kreativitas di daerah,” katanya.
Ketua Panitia Mesiwah Pare Gumboh Megi Raya Suseno mengatakan, Mesiwah Pare Gumboh adalah momen yang istimewa bagi masyarakat Dayak Deah untuk bersatu, merayakan hasil panen, dan menjaga warisan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Acara ini diisi dengan rangkaian kegiatan yang mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi masyarakat Dayak Deah. Salah satu acara yang paling menarik adalah serangkaian ritual Mesiwah Pare. Selain itu, ada arak-arakan nyerah ngemonta, yaitu perarakan warga membawa hasil panen ke balai adat sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.
Pesta ini juga menampilkan atraksi dan tari mandi api yang merupakan bagian integral dari budaya Dayak Deah. Ada pula pertunjukan musik bertajuk Suara dari Jantung Borneo dan Liyukustik, parade tarian tradisional, serta aneka permainan tradisional.
”Acara ini diharapkan dapat menarik minat wisatawan dalam negeri maupun luar negeri untuk datang dan mengenal lebih dekat budaya Dayak Deah yang kaya akan tradisi dan kearifan lokal. Harapan kami, pariwisata Kalsel lebih dikenal di Indonesia dan di dunia,” kata Megi yang juga Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Rano Liyu, Desa Liyu.
Bupati Balangan Abdul Hadi mengatakan, adat dan budaya Dayak Deah dan juga subsuku Dayak lain di lereng Pegunungan Meratus mempunyai ciri yang sangat khas, yaitu sangat lekat hubungannya dengan hutan dan ladang. ”Tidak ada yang memahami hutan lebih baik dari orang Dayak Deah dan subsuku Dayak di lereng Meratus,” ujarnya.
Menurut Hadi, sejak dulu kala, orang Dayak di lereng Pegunungan Meratus menjalin persahabatan yang erat dengan hutan. Bukti persahabatan itu adalah lestarinya hutan-hutan di sekitar wilayah hidup suku Dayak selama tidak ada campur tangan dari luar daerah.
”Sebagai kepala daerah, saya mendukung Desa Liyu untuk terus mengembangkan pariwisata dan menggali potensi-potensinya, lalu mengemasnya sekreatif mungkin untuk menarik kunjungan wisatawan lokal maupun wisatawan dari luar daerah,” katanya.
Acara ini diharapkan dapat menarik minat wisatawan dalam negeri maupun luar negeri untuk datang dan mengenal lebih dekat budaya Dayak Deah.
Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Gubernur Kalsel Sulkan mengatakan, tradisi Mesiwah Pare Gumboh adalah identitas suku Dayak Deah yang harus dijaga dan dilestarikan. Tradisi ini bukan sekadar ritual adat atas hasil panen, melainkan terdapat prosesi yang mengandung pesan-pesan simbolis dan doa-doa yang bermakna bagi kehidupan.
”Mudah-mudahan event ini dapat mengenalkan sekaligus mengangkat potensi pariwisata di Kalsel, khususnya di Balangan dan juga Desa Liyu. Harapannya, Kalsel bisa menjadi tujuan wisatawan lokal maupun mancanegara dan berkesan di hati para pengunjung,” ucapnya.
Sulkan juga berharap event seperti Mesiwah Pare Gumboh mampu memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat demi terwujudnya Kalsel maju, makmur, sejahtera, dan berkelanjutan. ”Mari bersama-sama kita lakukan pembenahan fasilitas wisata dengan kesadaran memelihara dan menjaganya dengan baik agar manfaat yang diperoleh dapat berkelanjutan,” katanya.