Atasi Dampak Perubahan Iklim, Strategi Adaptasi Disiapkan
Pemerintah menyiapkan sejumlah strategi adaptasi untuk membantu masyarakat terdampak perubahan iklim. Untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah menggandeng pihak-pihak lain, seperti organisasi pendanaan internasional.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
PEKALONGAN, KOMPAS — Dampak perubahan iklim telah dirasakan masyarakat di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Sejumlah strategi adaptasi pun disiapkan pemerintah agar potensi kerusakan yang ditimbulkan akibat perubahan iklim bisa berkurang dan konsekuensinya bisa diatasi.
Perubahan iklim telah menimbulkan berbagai dampak, antara lain memanasnya suhu bumi dan naiknya permukaan air laut. Selain itu, perubahan iklim juga membuat pola curah hujan berubah. Akibatnya, bencana alam menjadi lebih sering terjadi dengan tingkat keparahan yang lebih parah.
Untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, adaptasi dilakukan. Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkuangan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanthi, adaptasi yang dilakukan bertujuan untuk menciptakan masyarakat dan ekosistem yang berketahanan terhadap risiko dan dampak perubahan iklim. Ketahanan yang dimaksud merupakan ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan sumber penghidupan, serta ketahanan ekosistem dan lanskap.
”Adaptasi merupakan pilar dalam pengendalian perubahan iklim. Jadi, kami fokus (pada) adaptasi untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap berbagai dampak perubahan iklim,” kata Laksmi di sela-sela Pekan Adaptasi Perubahan Iklim di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Kamis (20/7/2023).
Menurut Laksmi, ada sejumlah strategi adaptasi yang disiapkan pemerintah, yakni mengembangkan instrumen kebijakan, mengintegrasikan rencana pembangunan, dan mengatur pendanaan. Tak hanya itu, pemerintah juga terus berupaya meningkatkan literasi masyarakat tentang iklim, senantiasa melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dan menerapkan teknologi-teknologi yang adaptif.
Laksmi menambahkan, dalam melakukan adaptasi perubahan iklim, ada sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah, salah satunya tantangan sumber daya manusia. Tantangan sumber daya manusia yang dihadapi tidak hanya dari kuantitas, tetapi juga kualitas. Untuk itu, bonus demografi yang diperkirakan bakal didapatkan Indonesia pada tahun 2045 perlu dikelola dengan edukasi dan literasi agar tidak malah menjadi beban dalam proses adaptasi.
”Tantangan lainnya adalah pendanaan. Jenis pendanaan yang kita punya relatif terbatas. Artinya, yang perlu kita upayakan adalah mekanisme pendanaan multipihak,” imbuh Laksmi.
M Zainul Abidin, Analis Kebijakan pada Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, mengatakan, kerugian yang timbul akibat dampak perubahan iklim terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2023, potensi kerugian akibat dampak perubahan iklim diperkirakan mencapai Rp 112,28 triliun. Jumlah itu lebih tinggi dari potensi kerugian ekonomi pada tahun 2022 dan 2021, yakni masing-masing Rp 109,03 triliun dan Rp 105,72 triliun.
Pada tahun 2024, potensi kerugian ekonomi yang timbul akibat dampak perubahan iklim diprediksi mencapai Rp 115,53 triliun. ”Aksi adaptasi yang dilakukan sepanjang tahun ini berpotensi menekan kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim pada 2024 sebesar 15 persen menjadi Rp 95,7 triliun,” ucap Zainul.
Kementerian Keuangan mencatat, akumulasi realisasi belanja aksi perubahan iklim pemerintah pusat sejak 2016 hingga 2022 mencapai Rp 569 triliun dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 17,8 persen per tahun. Selama ini, pendanaan perubahan iklim dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD) dan memobilisasi dana dari berbagai sumber selain APBN.
Para tahun 2016-2022, belanja aksi perubahan iklim dilakukan menggunakan APBN dengan rata-rata per tahun mencapai Rp 81,3 triliun. Menurut Zainul, masih diperlukan pembiayaan yang cukup besar di luar APBN.
Pada ranah domestik, pendanaan di luar APBN bisa diperoleh dari perdagangan karbon, investasi pihak swasta dan tanggung jawab sosial perusahaan, sektor jasa keuangan, pasar modal, filantropis dan badan usaha milik negara. Adapun pada ranah internasional, pemerintah bisa melakukan kerja sama bilateral dengan pemerintah maupun pihak swasta di negara lain. Selain itu, pemerintah bisa mengakses bantuan pendanaan dari organisasi pendanaan di luar negeri.
Pekalongan
Selama ini, pemerintah juga mendapatkan bantuan pendanaan dari berbagai pihak mengatasi dampak perubahan iklim. Di Kota Pekalongan misalnya, bantuan pendanaan berasal dari Adaptation Fund sebesar Rp 89 miliar. Dalam penyaluran bantuan tersebut, AF dibantu oleh Kemitraan.
Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif mengatakan, ada sejumlah program yang sudah, sedang, dan akan dilakukan di Kota Pekalongan untuk membantu masyarakat setempat beradaptasi dengan perubahan iklim. Program itu, antara lain, penanaman mangrove untuk menjaga pantai, membuat pemecah gelombang, dan mempersiapkan masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan yang telah terdampak perubahan iklim.
”Kami berharap, masyarakat bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Di Kota Pekalongan ini banyak sawah yang terendam banjir rob sehingga para petani harus berganti pekerjaan, misalnya menjadi petani hidroponik atau menjadi petambak,” ujar Laode.
Kemitraan membantu warga yang sebelumnya tidak punya keterampilan menanam secara hidroponik maupun kemampuan keterampilan di tambak untuk memiliki kemampuan tersebut. Selain membantu meingkatkan keterampilan warga terdampak yang harus berganti pekerjaan, upaya itu juga diharapkan bisa membantu menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi warga lain.
Kami berharap masyarakat bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Di Kota Pekalongan ini banyak sawah yang terendam banjir rob sehingga para petani harus berganti pekerjaan, misalnya menjadi petani hidroponik atau menjadi petambak.
Salah satu yang menjadi tantangan dalam program tersebut adalah memastikan supaya masyarakat bisa tetap melanjutkan program ketika masa pendanaan telah usai. Untuk mengatasi hal tersebut, Kemitraan membantu pemerintah setempat membentuk kelompok kerja (pokja) perubahan iklim di delapan kelurahan yang terdampak banjir rob. Masing-masing pokja tersebut didorong untuk memasukkan program-program terkait adaptasi perubahan iklim ke dalam rencana pembangunan kelurahan.