Aparat Bersenjata di Tambang Emas Ilegal Gunung Botak
Aparat menjaga lokasi tambang emas ilegal Gunung Botak. Pernah ada oknum aparat menembak mati seorang petambang di lokasi tersebut. Pelaku diduga membekingi petambang lain.
Sepeda motor menggunakan ban offroad bersiap mendaki ke lokasi tambang emas ilegal Gunung Botak di Pulau Buru, Maluku, Selasa (20/6/2023) siang. Kepada Arifin (35), tukang ojek, Kompas memperkenalkan diri sebagai calon pemodal yang tertarik menambang di sana. Penyamaran ini semata-mata demi keselamatan.
Lereng Gunung Botak dicapai setelah menempuh perjalanan dengan berganti moda transportasi. Tiba di Ambon, ibu kota Provinsi Maluku, dengan pesawat kemudian menyeberang ke Pulau Buru menggunakan kapal laut selama 8 jam. Selanjutnya, menumpang mobil selama 2 jam lebih.
Saatnya pendakian dimulai. Baru lima menit pertama, laju sepeda motor terhenti di pos pertama. Seorang pria jangkung berambut gondrong dengan wajah terbakar panas matahari, berdiri di balik portal. Tanpa basa-basi, ia menyodorkan sebuah kardus, menagih uang sebesar Rp 5.000 kepada setiap sepeda motor yang hendak melintas.
Setelah pos pertama, medan jalan mulai menanjak tajam melewati kubangan lumpur dengan kedalaman hingga 2 meter. Kemiringannya hingga 80 derajat. Hanya kendaraan sepeda motor dengan ban offroad yang mampu melewatinya. ”Jangan bergerak. Salah sedikit kita jatuh,” ujar Arifin berulang kali mengingatkan.
Masih di medan tanjakan, sepeda motor kembali berhenti. Seorang bocah perempuan berdiri menghadang, meminta jatah yang sama nilainya, yakni Rp 5.000. Bocah itu diperintah orangtuanya yang memantau dari dalam semak. Hingga titik pemberhentian terakhir, terhitung tujuh pos jaga dengan besaran pungutan sama.
Penagihan dilakukan oleh mereka yang mengeklaim diri sebagai pemilik hak ulayat di Gunung Botak. Setiap kali melintas wajib bayar. ”Sekitar 5.000 sepeda motor yang naik turun tiap hari. Satu sepeda motor bisa sampai lima kali per hari,” kata Arifin. Artinya, total tagihan di semua portal mencapai Rp 875 juta per hari.
Aparat bersenjata
Tambang liar itu beroperasi sejak 2011 dengan jumlah petambang diperkirakan belasan ribu orang. Dari puncak Gunung Botak tampak ribuan tenda beratap terpal. Luas areal itu lebih kurang 250 hektar. Di tenda itu petambang menggali lubang dan tinggal sementara. Material tanah hasil galian dibawa turun untuk diolah menjadi emas. Lokasi pengolahan di permukiman, pinggir sungai, dan kebun.
Para petambang bebas menambang tanpa ada rasa takut. Salah satunya Marfi (45), pemodal asal Sulawesi Tenggara. Ia menyiapkan modal Rp 100 juta per lubang penggalian. Sebagian besar modal digunakan untuk pengadaan kayu penahan dinding lubang agar tidak terjadi longsoran. Sebab, kedalaman setiap lubang melebihi 30 meter. Sering terjadi longsor yang menewaskan petambang. Tak ada data resmi jumlah korban.
Selain itu, ada pengeluaran untuk biaya tenaga kerja, makan-minum, sewa ojek pengangkut material, dan biaya pengolahan material menjadi emas. Ada juga sewa lahan dan uang keamanan yang tidak jelas alirannya. Saban hari, ada orang datang menagih ke setiap tenda. Besarannya Rp 20.000 per tenda.
Di sisi lain, hasil dari pengolahan tambang tidak menentu. ”Kalau nasib bagus, satu bulan bisa dapat sampai dua kali lipat dari modal. Tapi kadang juga hasilnya nol. Tambang ini kan seperti berjudi,” tutur Marfi.
Pemodal seperti Marfi kebanyakan datang dari luar Pulau Buru. Mereka mengaku dibekingi pihak tertentu. Namun, Marfi enggan menyebutkan pembeking dimaksud.
Itu hasil penelitian pada 2015 atau delapan tahun silam. Sekarang mungkin jauh lebih tinggi pencemaran di sana. (Yusthinus)
Saat mendengar cerita Marfi, tiba-tiba melintas seorang pria tak berseragam sambil menenteng senjata api standar. Pria itu berjalan dari tenda ke tenda. ”Itu anggota (aparat keamanan). Mereka di sini supaya aman,” ujar Marfi. Ternyata bukan hanya satu. Tak jauh dari tenda Marfi, ada pos aparat keamanan.
Mobilisasi bahan bakar ke tambang emas liar di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, Selasa (20/6/2023).
Keberadaan aparat di lokasi tambang ilegal menimbulkan tanda tanya besar. Praktik ilegal yang terkesan dikawal atau diamankan oleh aparat keamanan. Padahal, praktik itu tidak memberi manfaat bagi negara.
Sekretaris Daerah Kabupaten Buru Ilias Hamid pada kesempatan terpisah mengatakan, tambang ilegal Gunung Botak sama sekali tidak memberi tambahan pada pendapatan asli daerah. Yang terjadi justru sebaliknya, penambangan menimbulkan berbagai masalah seperti kerusakan lingkungan dan berbagai tindakan kriminalitas. ”Daerah tidak dapat apa-apa,” ujarnya.
Dampak kerusakan yang paling mengkhawatirkan adalah pencemaran lingkungan akibat penggunaan merkuri dan sianida dalam pengolahan emas. Profesor Yusthinus T Male dari Universitas Pattimura, Ambon, yang ditemui secara terpisah, mengungkapkan tingginya pencemaran di sana. Air, sedimen, biota laut, bahkan hingga manusia sudah terpapar merkuri.
Konsentrasi merkuri pada udang, ikan, kerang-kerangan, dan kepiting di Teluk Kayeli, muara sungai yang tercemar, melampaui ambang batas aman 0,5 miligram per 1 kilogram sampel. Pada udang ditemukan tiga kali lipat dari batas aman, ikan tujuh kali, kerang enam kali, dan kepiting dua kali.
Temuan pada manusia lebih mengejutkan. Dari sampel rambut pekerja tambang, konsentrasi merkuri 18 mg per 1 kg sampel atau lebih tinggi 36 kali dari standar. Sementara untuk penduduk bukan pekerja tambang, konsentrasi merkuri dua sampai tiga kali standar.
Profesor Yusthinus Thobias Male
”Itu hasil penelitian pada 2015 atau delapan tahun silam. Sekarang mungkin jauh lebih tinggi pencemaran di sana,” ujar Yusthinus, Sabtu (24/6/2023). Ia mengingatkan tragedi penyakit merkuri di Minamata, Jepang, tahun 1956, berpotensi terjadi di Buru.
Baca juga: Aroma Kayu Putih Ditelan Tambang
Penembakan di lokasi
Komandan Komando Distrik Militer 1506 Namlea Letnan Kolonel Arh Agus Nur Fujianto membenarkan ada pos pengamanan TNI AD di Gunung Botak. Menurut dia, keberadaan pos itu semata-mata untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan sesama petambang. Dikatakan, keberadaan pos tidak berarti bahwa institusi TNI AD mengamankan penambangan ilegal.
Agus pun menegaskan sikapnya. Ia tidak setuju dengan penambangan ilegal yang lebih banyak memberi dampak buruk bagi masyarakat. Pihaknya mendukung agar penambangan dikelola secara bertanggung jawab.
Senada dengan Agus, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat juga menyatakan sikap yang sama. Institusi Polri tidak membekingi penambangan ilegal di Gunung Botak. Itu terbukti dengan keterlibatan Polri dalam operasi penertiban di Gunung Botak.
Jika ada oknum anggota Polri yang terlibat, Roem tidak membantahnya. Pada Januari 2022, seorang anggota Brigade Mobil Polda Maluku menembak seorang petambang hingga tewas di tempat. Penembakan di Gunung Botak. Oknum tersebut diduga membekingi petambang lain.
Roem juga mempersilakan masyarakat untuk melapor jika ada oknum aparat yang terlibat di sana. ”Di alam demokrasi seperti sekarang ini, masyarakat punya kebebasan untuk melaporkan pelanggaran aparat. Tentu dengan bukti,” ujarnya.
Petambang makan siang di lokasi tambang emas liar di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, Selasa (20/6/2023). Kebersihan di kawasan itu tidak terjaga.
Sementara itu, Royke Lumowa yang pernah melakukan penelitian doktoralnya terkait penataan tambang ilegal Gunung Botak berkesimpulan bahwa penertiban lokasi tambang ilegal sangat bergantung pada sikap pimpinan setempat. ”Termasuk tidak menerima suap. Terkait Gunung Botak, saya dulu mau disuap belasan miliar per bulan. Saya tolak,” ujar mantan Kapolda Maluku itu.
Selama menjabat Kapolda Maluku periode 2018-2020, Royke menutup total Gunung Botak. Secara periodik, ia kerap memantau langsung ke sana. Setelah Royke dimutasi, petambang kembali lagi ke Gunung Botak. Dalam disertasinya di Universitas Indonesia yang diuji pada Januari 2023, Royke menyarankan agar tambang Gunung Botak dikelola secara profesional melalui skema izin usaha pertambangan atau pertambangan rakyat.
Bagi Royke, keterlibatan oknum aparat dalam membekingi aktivitas ilegal sangat tidak cocok untuk negara demokratis seperti Indonesia. Aparat seharusnya mencegah dan memberantas praktik ilegal.
Melihat peliknya persoalan di sana, Doni Monardo, Komisaris Utama MIND.ID, holding pertambangan di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara, telah mendorong PT Aneka Tambang Tbk untuk menjajaki peluang usaha pertambangan di Gunung Botak. Langkah pertama yang dilakukan adalah menggelar pertemuan dengan tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat menjelang akhir Juni 2023.
Doni berkomitmen untuk menghentikan kerusakan lingkungan di sana. Sama seperti Royke, Doni pernah bertugas di Maluku dengan menjabat Panglima Kodam XVI/Pattimura periode 2015-2017. Saat Doni memimpin, tambang Gunung Botak ditutup total. Setelah Doni pindah tugas, petambang kembali lagi.
Sambil menunggu waktu proses pengelolaan Gunung Botak secara profesional dimulai, penambangan ilegal yang berlangsung saat ini harus segera dihentikan, termasuk penertiban terhadap oknum aparat keamanan yang masih membekingi praktik tersebut. Gunung Botak dan lingkungan sekitarnya harus diselamatkan.