Cegah Kelangkaan Pangan, Lampung Berencana Batasi Distribusi Gabah ke Luar Daerah
Pemerintah Provinsi Lampung tengah membahas regulasi terkait distribusi gabah ke luar Lampung sebagai upaya untuk pengendalian pasokan pangan di daerah.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Lampung tengah membahas regulasi terkait distribusi gabah ke luar Lampung sebagai upaya untuk pengendalian pasokan pangan di daerah. Pemerintah daerah berencana mengusulkan revisi peraturan gubernur agar pengendalian distribusi gabah bisa lebih ketat.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Lampung Kusnardi menuturkan, regulasi yang tengah dibahas adalah Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2017 tentang Pengelolaan Distribusi Gabah dan Peraturan Gubernur Nomor 71 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Distribusi Gabah. Pihaknya menilai, sejumlah pasal dalam regulasi tersebut perlu direvisi untuk mengendalikan pasokan pangan di daerah.
”Kami akan perbaiki peraturan gubernur. Kami sedang membahas bagaimana caranya agar distribusi gabah ke luar daerah dibatasi sehingga tidak terjadi kelangkaan pangan di Lampung,” kata Kusnardi, di Bandar Lampung, Selasa (18/7/2023).
Menurut dia, usulan revisi aturan tersebut dilakukan karena pemerintah melihat tren kenaikan harga beras dua tahun terakhir. Menjelang akhir masa panen gadu, harga beras di Lampung tinggi, yakni mencapai Rp 12.000-Rp 13.000 per kilogram. Saat ini, harga beras juga masih bertahan tinggi pada harga Rp 11.000-Rp 12.000 per kg.
Selain itu, ada indikasi distribusi gabah keluar daerah dalam jumlah cukup besar. Hal itu membuat harga gabah di Lampung cenderung mengalami peningkatan dan mengancam usaha penggilingan padi skala kecil. Selain itu, juga tidak memberi nilai tambah dan mengancam stok pangan di daerah.
Karena itu, pemerintah juga ingin mendorong agar pelaku usaha di bidang pengolahan padi berinvestasi di Lampung. ”Kalau mau, mereka yang mau membeli gabah dari Lampung investasi saja di sini, jangan di luar daerah,” ujarnya.
Secara terpisah, anggota Komisi IV DPRD Lampung, Midi Ismanto, menuturkan, pihaknya menerima keluhan dari sejumlah pelaku usaha penggilingan padi di Lampung. Selain sulit mencari gabah di petani, harga jual gabah kering panen juga terus mengalami kenaikan.
Selain memperketat regulasi, pemerintah daerah juga harus mampu memastikan agar implementasi perda dan pergub tersebut berjalan dengan baik. Ia menilai, lemahnya penegakan aturan membuat hasil panen padi petani Lampung lebih banyak dijual ke luar daerah. Akibatnya, Lampung mengalami kelangkaan beras pada akhir tahun.
Berdasarkan data Dinas Ketahangan Pangan dan Holtikultura Lampung, pada tahun 2022, produksi beras di Lampung sebanyak 2,1 juta ton. Dari jumlah itu, kebutuhan pangan masyarakat Lampung sebanyak 800.000 ton sehingga Lampung masih surplus 1,3 juta ton.
Midi menilai, pemda semestinya bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang menjual gabah ke luar Lampung dalam jumlah besar. Pemberian sanksi berupa pencabutan izin usaha bisa diberikan kepada pelaku usaha yang melanggar.