Menitipkan nama anak pada kartu keluarga milik keluarga berbeda hingga membuat KK palsu dilakukan sebagian orang untuk menembus sistem penerimaan peserta didik baru.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA, NINO CITRA ANUGRAHANTO, ABDULLAH FIKRI ASHRI, Raynard Kristian Bonanio Pardede, TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Penerimaan peserta didik baru atau PPDB dengan sistem zonasi dirundung kecurangan. Sejumlah orangtua diduga menitipkan nama anak pada kartu keluarga milik keluarga yang alamatnya dekat dengan sekolah atau membuat kartu keluarga palsu agar dapat masuk ke sekolah negeri yang diinginkan.
Kondisi ini antara lain yang membuat tim pengaduan dalam pelaksanaan PPDB 2023 di Jawa Barat menerima ribuan laporan. Rata-rata aduan terkait kecurangan data kependudukan.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, di Bandung, Jumat (14/7/2023), menyatakan, kisruh PPDB tidak hanya terjadi di Jabar, tetapi juga daerah lain.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Jabar, aduan terkait PPDB kepada pemerintah hingga kemarin mencapai 2.643 laporan. Ini bagian dari pendaftar SMA dan SMK di Jabar yang mencapai 519.845 calon siswa.
”Laporan masuk 2.000-an dan 90 persen sudah diselesaikan Disdik (Jabar). Rata-rata pengaduannya pemalsuan dokumen. Ini jadi evaluasi. Penyelesaiannya dengan berbagai cara, termasuk pembatalan dari beberapa kasus pemalsuan yang ditemui,” ujar Ridwan Kamil.
Ombudsman Republik Indonesia telah menerima 21 aduan terkait PPDB. ”Jenis aduannya bervariasi, tetapi lebih ke proses pendaftaran PPDB yang sudah daring dan tak semua masyarakat paham. Mulai dari kesulitan masuk ke akun PPDB sampai data yang tidak sesuai. Ada juga aduan dari jalur prestasi terkait sertifikat,” kata Asisten Ombudsman RI Kartika Purwanti.
Ombudsman RI Daerah Istimewa Yogyakarta (ORI DIY) juga mengungkap kasus PPDB. Kasus paling menonjol berupa penitipan data pada KK milik pengelola kantin SMP negeri di Kota Yogyakarta. Alamat KK pengelola kantin berada dalam lingkungan sekolah tersebut.
Lembaga itu memperoleh data fotokopi KK dari satu alamat yang sama. Ada dua KK dilampirkan, yakni milik pengelola kantin dan menantunya. Dari kedua dokumen, sedikitnya 11 anak dititipkan namanya agar anak itu bisa lolos jalur zonasi radius dalam PPDB SMP dan SMA di DIY tahun ini.
Menurut Kepala ORI DIY Budhi Masturi, fenomena ”titip KK” dari tahun ke tahun selalu ada. Tahun ini, temuannya sangat mencolok karena ada lima hingga enam anak dititipkan pada satu dokumen yang sama.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY Didik Wardaya menerjunkan tim khusus untuk mengurangi kecurangan ”titip KK” lewat jalur zonasi radius. Tim akan memverifikasi data anak terkait. Apabila tidak sesuai, sistem akan menganulir anak itu.
Di Kota Bogor, Jabar, dari 8.230 pendaftar PPDB tingkat SMP, 3.251 pelajar diterima via jalur zonasi. Ada 208 pelajar dianulir (Kompas, 14/7/2023).
Mereka didiskualifikasi karena hasil verifikasi menunjukkan ketidaksesuaian alamat calon siswa dan orangtua dengan KK yang dicantumkan dalam pendaftaran PPDB. Ada KK yang anggota keluarganya tidak tahu ada nama baru di dalam daftar kartunya. Ada KK terbit kurang dari satu tahun atau alamat tidak ditemukan.
Protes
Di Kota Cirebon, Jabar, sejumlah warga juga memprotes hasil PPDB. Koordinator Aliansi Masyarakat Menggugat Kota Cirebon Achmad Sofyan menuturkan, ada calon peserta didik yang rumahnya lebih dekat dengan sekolah tujuan, tetapi tak lulus. ”Sementara, ada yang rumahnya lebih jauh malah diterima di sekolah itu,” ujarnya.
Ayip Adam (31), warga RT 002 RW 003 Bojong Jaya Kota Tangerang, Banten, berang ketika adiknya, SJR (16), dinyatakan tidak lolos PPDB jalur zonasi.
Sebelumnya, SJR masuk dalam 153 kuota calon peserta didik di SMAN 5 Kota Tangerang melalui jalur zonasi. Perhitungan awal, jarak antara rumah SJR dan sekolah 412 meter masih memenuhi syarat PPDB zonasi. Namun, pada Jumat (7/7/2023), SJR dinyatakan tidak lolos dan jarak sekolah dengan rumahnya jadi 467 meter.
Kesal, Ayip membawa meteran untuk membuktikan jarak dari rumahnya menuju sekolah adalah tepat. Ia juga melaporkan kejadian ini ke Inspektorat Provinsi Banten dan Ombudsman Jakarta Raya.
Wakil Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Kota Tangerang Friantha Rukmawan menjelaskan, ia telah menerima laporan itu, Senin (10/7/2023). ”Sekolah tidak punya akses, perhitungan jarak secara otomatis oleh sistem. Penolakan juga dari sistem. Sekolah hanya bertugas memverifikasi dokumen dan data calon siswa,” ujarnya.
Masalah klasik lain adalah mutu pendidikan masih tidak merata. Akibatnya, orangtua melakukan berbagai cara agar anaknya lolos di sekolah favorit lewat jalur zonasi, terutama bagi yang punya akses ke otoritas.
Penasihat di Paramadina Institute for Education Reform (PIER) Universitas Paramadina, Muhammad Abduhzen, menjelaskan, kekisruhan PPDB jalur zonasi antara lain karena pembagian zona terlalu ketat karena hanya didasarkan pada jarak. Perhitungan seharusnya juga memasukkan jumlah sekolah dalam satu kecamatan atau kelurahan dibandingkan dengan jumlah calon peserta didik baru.
”Masalah klasik lain adalah mutu pendidikan masih tidak merata. Akibatnya, orangtua melakukan berbagai cara agar anaknya lolos di sekolah favorit lewat jalur zonasi, terutama bagi yang punya akses ke otoritas,” ujarnya.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR, Rabu (12/7/2023), Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah Kemendikbudristek Iwan Syahril menjelaskan, dalam pelaksanaan PPDB, pemerintah daerah diberi keleluasaan dalam menentukan formula terbaik sesuai kondisi wilayahnya. Pemda menetapkan kebijakan pada setiap jenjang melalui musyawarah atau kelompok kerja kepala sekolah.
”Hal ini disebabkan pemerintah daerah yang paling mengetahui kondisi dan kebutuhan terkait penyelenggaraan pendidikan di daerah masing-masing. Kemendikbudristek mendukung pemda melakukan koordinasi, audit, dan evaluasi terhadap pelaksanaan teknis PPDB demi perbaikan pelaksanaan PPDB di daerahnya masing-masing,” katanya.