Sistem PPDB Zonasi Perlu Dievaluasi, Kelulusan 31 Siswa SMA Favorit di Medan Dibatalkan
Juknis PPDB sistem zonasi perlu dievaluasi. Kelulusan 31 calon siswa SMA favorit di Medan dibatalkan karena kecurangan. Pemerataan kualitas sekolah setelah tujuh tahun sistem zonasi belum terlihat.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kelulusan 31 calon siswa SMA favorit di Medan, Sumatera Utara, dibatalkan karena kecurangan data kependudukan. Pemerataan kualitas sekolah setelah tujuh tahun sistem zonasi, dinilai belum terlihat karena tidak diikuti peningkatan mutu guru dan kepala sekolah.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara Abyadi Siregar, di Medan, Sabtu (15/7/2023), mengatakan, melakukan investigasi di SMAN 1 Medan dan SMAN 2 Medan setelah pengumuman kelulusan PPDB sistem zonasi. Investigasi dilakukan setelah muncul pengaduan dugaan kecurangan.
Setelah ditelusuri, ada 31 calon siswa yang curang. Sebagian besar masuk dalam kartu keluarga (KK) warga yang alamatnya dekat dengan sekolah.
Modus kecurangan itu dilakukan dengan mengelabui aturan petunjuk teknis PPDB online. Agar bisa lolos aturan, pelaku mengurus surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan terkait penggunaan KK itu.
Namun, surat keterangan itu tidak bisa diberikan untuk semua orang. Surat hanya berlaku untuk anggota keluarga baru seperti ada anak yang baru lahir. Akibat tidak memenuhi syarat itu, kelulusan 31 calon siswa itu dibatalkan.
”Kami menemukan ada calon siswa bersuku Batak lebih dari setahun berada dalam satu kartu keluarga dengan etnis Tamil yang rumahnya sangat dekat dengan SMA Negeri 1 Medan. Mereka tidak ada hubungan keluarga. Ini sudah jelas dititipkan,” kata Abyadi.
Menurut Abyadi, juknis PPDB sistem zonasi harus disempurnakan untuk menutup celah kecurangan. Ia mengingatkan, sistem zonasi dibuat karena sebelumnya banyak sekali kecurangan dalam PPDB. Sebelum sistem zonasi, Ombudsman Sumut pernah menemukan orangtua siswa membayar Rp 40 juta untuk masuk ke SMA Negeri 1 Medan.
Abyadi menyebut, celah dalam juknis PPDB sistem zonasi harus ditutup. Salah satu yang harus dilakukan adalah melakukan verifikasi faktual di lapangan. Namun, hal itu sulit dilakukan dengan kondisi saat ini. Petugas seleksi di satu sekolah hanya 5-10 orang. Mereka harus memverifikasi hingga 3.000 pendaftar.
Selain di proses seleksi, Abyadi juga meminta aparatur pemerintah yang menerbitkan data kependudukan untuk mencurangi PPDB sistem zonasi juga perlu diberi sanksi.
Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan Sri Minda Murni mengatakan, perlu evaluasi menyeluruh terhadap PPDB sistem zonasi. ”Kenyataannya sekarang semua orang tahu, anak yang rumahnya jauh bisa mengurus kartu keluarga ke lokasi yang memungkinkan dia masuk sekolah yang dia cita-citakan,” kata Sri.
Sri menyebut, sistem zonasi sebenarnya memberi kesempatan bagi anak-anak untuk mendapat akses ke sekolah berkualitas, terutama yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Sistem zonasi juga diharapkan bisa membuat kualitas pendidikan sekolah-sekolah menjadi lebih merata. Tidak ada lagi sekolah favorit yang mendapat siswa-siswa terbaik dan fasilitas terbaik.
”Namun, hal positif dari sistem zonasi hanya bisa didapatkan jika diikuti dengan perbaikan kualitas sekolah-sekolah, khususnya pemerataan kualitas guru dan kepala sekolah,” kata Sri.
Jika hanya dengan sistem zonasi, kata Sri, yang terjadi justru kualitas beberapa sekolah menurun, khususnya sekolah-sekolah favorit. Sementara, sekolah lain yang tidak favorit kualitasnya juga tidak meningkat.
Dengan sistem zonasi, kelapa sekolah harus berasal dari guru terbaik sehingga dapat melakukan suvervisi dan menyusun program lewat rencana kegiatan dan anggaran sekolah. ”Kepala sekolah harus bisa merancang dana bos agar dapat mencapai sasaran,” kata Sri.
Sistem zonasi juga harus diikuti dengan peningkatan mutu guru. Hal ini belum terlihat sejak sistem zonasi diterapkan. Padahal, Kurikulum Merdeka yang kini digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga menempatkan guru pada peran yang sangat sentral dalam meningkatkan kualitas sekolah. Sri tidak melihat ada antusiasme dari para guru untuk melaksanakan kurikulum yang memberikan ruang lebih luas bagi guru itu.