Nilai Korupsi Proyek RSP Boking 94,65 Persen, Harus Diusut Tuntas
Polisi masih terus melakukan pendalaman terhadap kasus Rumah Sakit Pratama di Boking, Timor Tengah Selatan, NTT. Tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka baru.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama (RSP) di Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, diduga menelan kerugian negara hingga Rp 16,53 miliar atau 94,46 persen dari anggaran pembangunan yang bernilai Rp 17,5 miliar. Semua pihak yang terlibat dalam kasus itu harus diusut dan dihukum.
”Betapa ironis, hampir 100 persen anggaran itu dikorupsi. Di satu sisi kehadiran rumah sakit itu sangat dibutuhkan masyarakat di pedalaman sana. Kami minta ini diusut tuntas. Pihak-pihak yang terlibat harus dihukum,” kata Yusuf N Soru, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan, Sabtu (15/7/2023).
Berdasarkan hasil audit keuangan negara nomor PE.04.03/LHP-586/PW24/5/2022 tertanggal 29 Desember 2022, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 16,5 miliar. Sementara itu, berdasarkan nilai kontrak proyek tersebut, anggaran pembangunannya sebesar Rp 17,46 miliar.
Pihak-pihak yang terlibat harus dihukum. (Yusuf Soru)
Menurut Yusuf, dana pembangunan itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan tahun 2017. Proyek tersebut merupakan salah satu aspirasi yang paling mendesak kala itu. Masyarakat pedalaman sangat membutuhkan kehadiran rumah sakit di sana.
RS Boking berada di sisi timur Pulau Timor. Jarak Boking dengan Soe, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan, lebih kurang 152 kilometer dengan waktu tempuh sekitar empat jam. Di kabupaten itu hanya ada satu rumah sakit yang berada di Soe. Oleh karena itu, kehadiran RS Boking sangat diperlukan.
Selama ini, pasien gawat darurat dari Boking dan desa-desa sekitarnya dibawa ke RSUD Soe. Tak ada ambulans, warga menyewa mobil bak terbuka untuk mengangkut pasien. Banyak pasien tidak tertolong. Di jalur itu tidak ada angkutan umum yang beroperasi.
Kepala Bidang Humas Polda NTT Komisaris Besar Arya Sandi menuturkan, polisi masih terus melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut. Tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka baru. Pada 12 Juli 2023, penyidik telah melakukan gelar perkara. Kasus itu naik ke tahap penyidikan dengan penetapan lima orang sebagai tersangka.
Pengumuman penetapan tersangka disampaikan langsung oleh Kapolda NTT Inspektur Jenderal Johanis Asadoma sehari kemudian, Kamis (13/7/2023). Para tersangka antara lain BY sebagai pejabat pembuat komitmen, GA selaku konsultan perencana, MZ sebagai pihak kontraktor, dan HD selaku konsultan pengawas.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Para tersangka terancam hukuman 4 tahun hingga maksimal 20 tahun. Mereka juga diganjar denda dengan nilai hingga Rp 1 miliar.
Sementara itu, Dian Patria, Kepala Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kupang, Rabu (12/7/2023) malam, mengatakan, pihaknya mendorong upaya pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan pemerintahan kabupaten/kota se NTT. Sejumlah kasus di NTT dalam pencermatan KPK.
Dalam lingkungan pemerintahan, upaya pencegahan korupsi itu tecermin dalam Monitoring Center for Prevention (MCP). Kabupaten Timor Tengah Selatan berada pada angka 49,86 persen. Angka ini masuk dalam kategori rendah.