Pemerintah Usut Kasus Pungutan Liar SMK Negeri di Rembang
Dugaan pungutan liar mencuat setelah ada salah satu pelajar sebuah SMK negeri di Rembang, Jateng, menceritakan adanya pembayaran infak di sekolahnya. Kasus itu sedang dalam investigasi pemerintah setempat.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
REMBANG, KOMPAS — Belakangan, kasus pungutan liar yang dilakukan di salah satu sekolah menengah kejuruan negeri di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, ramai diperbincangkan. Pemerintah berjanji bakal mengusut tuntas kasus tersebut. Setelah kasus itu terbongkar, kepala sekolah yang diduga kuat terlibat dibebastugaskan.
Kasus pungli itu pertama kali terungkap ketika Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengisi sebuah seminar yang digelar di Pendopo Kabupaten Rembang, Senin (10/7/2023). Dalam seminar yang diikuti oleh pelajar dan mahasiswa calon penerima beasiswa pendidikan dari Pemerintah Kabupaten Rembang tersebut, ada seorang pelajar SMK Negeri 1 Sale, Rembang, mengaku diminta membayar sejumlah uang ke pihak sekolah dengan alasan untuk infak. Padahal, sekolah negeri di Jateng dilarang menarik pungutan dalam bentuk apa pun.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng Uswatun Hasanah, Kamis (13/7/2023), mengatakan, pihaknya langsung mengecek dan menyelidiki kasus tersebut. Pemeriksaan kepada Kepala SMKN 1 Sale juga sudah dilakukan.
”Yang bersangkutan mengakui adanya pungutan infak untuk membangun mushala atau sarana ibadah. Menurut kepala sekolah, ide awal penarikan infak muncul dari pihak komite sekolah, yang kemudian mendorong kepala sekolah menentukan besaran pungutan yang akan dibebankan kepada siswa,” kata Uswatun.
Pungutan infak di SMKN 1 Sale itu sudah dilakukan pada tahun 2022. Dari total 534 siswa, sebanyak 460 siswa sudah membayar. Sisanya, sebanyak 44 siswa tidak membayar karena tergolong tidak mampu dan 30 siswa tidak membayar dengan pertimbangan sudah memasuki tahun keempat bersekolah.
Hingga kini, jumlah dana yang terkumpul sekitar Rp 130 juta. Sebagian uang tersebut sudah dipakai untuk pembangunan mushala yang saat ini progresnya mencapai 40 persen.
Uswatun menambahkan, pihaknya kecewa dengan adanya pungli di wilayahnya. Sebab, sudah berulang-ulang ia mewanti-wanti supaya sekolah negeri tidak melakukan pungutan dalam bentuk apa pun. Surat edaran juga telah dikeluarkan dari jauh-jauh hari sebagai bentuk antisipasi. Bahkan, setiap kepala sekolah sudah menandatangani pakta integritas untuk tidak melakukan pungli.
Sejak kasus itu terungkap, Kepala SMKN 1 Sale dibebastugaskan dari jabatannya. Kini, yang bersangkutan ditarik menjadi staf di Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah III Jateng. Tugasnya di SMKN 1 Sale digantikan oleh pelaksana harian yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng.
Sebelumnya, Ganjar meminta agar kepala sekolah mengembalikan uang pungutan yang telah ditarik dari para siswa. Dalam waktu dekat, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng akan mengkaji kemungkinan pengembalian uang tersebut bersama dengan pihak komite sekolah. ”Kami akan mengkaji apakah orangtua siswa rida (merelakan) uang itu karena sudah jadi bentuk fisik,” ujar Uswatun.
Ganjar menyebut, tindakan yang dilakukan pemerintah kepada Kepala SMKN 1 Sale itu ditempuh agar kejadian serupa tidak terulang. Ia berharap, kasus tersebut menjadi pengingat bagi guru ataupun kepala sekolah yang lain untuk tidak coba-coba melakukan pungli dengan modus apa pun.
Menurut Ganjar, masih banyak cara lain yang bisa ditempuh untuk membangun sekolah, misalnya bekerja sama dengan alumni, sehingga tidak perlu membebani wali murid.
Ganjar meminta masyarakat melapor apabila mendapati adanya kasus pungli di lingkungan pendidikan. ”Kami butuh bantuan masyarakat. LaporGub! sudah cukup untuk bisa melaporkan,” ujarnya.
Berdasarkan data LaporGub!, total aduan pungutan di sekolah per kabupaten/kota sejak 1 Januari hingga 10 Juli 2023 sebanyak 284 aduan. Dari total data aduan tersebut, sebanyak 152 aduan telah selesai diproses, 69 aduan dalam tahap verifikasi, 45 aduan dalam progres, 17 aduan masuk kategori spam, dan 1 aduan belum dijawab.
Kesepakatan
Pengamat pendidikan dari Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Tukiman Taruno, menilai, Pemprov Jateng berhati-hati dalam memeriksa kasus pungutan yang dilakukan di SMKN 1 Sale tersebut. Sebab, ada kemungkinan penarikan pungutan itu tidak melanggar aturan. Hal itu apabila penarikan pungutan dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang komite sekolah disebutkan, kepala sekolah dan komite sekolah boleh melakukan pungutan dengan catatan sudah ada kesepakatan bersama antara kepala sekolah, komite sekolah, dan wali murid. Jika terbukti dilakukan tanpa ada kesepakatan, baru pungutan itu bisa dikatakan melanggar.
”Kalau perwakilan orangtua, sekolah, dan komite terlibat memutuskan jumlah iuran berapa dan digunakan untuk apa, itu menurut saya tak bisa disebut pungli. Jadi, catatan saya adalah harus tahu persis duduk permasalahannya seperti apa,” ucap Tukiman.