Wapres: Pengembangan Potensi Pala Tomandin di Fakfak Berpeluang Besar
Peluang pala sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, sangat terbuka lebar. Konsistensi pemerintah pusat, daerah, serta pelaku usaha dan petani untuk meningkatkan kualitas produk perlu dijaga.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
FAKFAK, KOMPAS — Potensi pala tomandin atau pala Fakfak perlu terus dioptimalkan karena peluangnya besar. Peluang ekspor biji pala dan produk turunannya masih sangat besar.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menilai pengembangan budidaya ataupun pengolahan hingga ekspor pala dan produk turunannya masih berpeluang besar. Karena itu, Wapres berjanji akan membicarakan kemungkinan pemerintah memberikan fasilitas bantuan kepada petani dan pelaku usaha pala di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
”Harapannya, model (pengolahan pala) seperti ini bisa dikembangkan lagi, karena sebenarnya (peluang) produksinya masih besar dan supaya dikelola dengan cara yang baik,” ujar Wapres seusai meninjau rumah produksi pengolahan pala tomandin di Fakfak, Kamis (13/7/2023).
Rumah produksi yang dikunjungi Wapres itu adalah Papua Global Spices, perusahaan jual beli pala di Fakfak. Di rumah produksi ini, proses pemilahan biji pala ataupun bunga pala (mace papua) kualitas baik dan buruk ditangani langsung secara mandiri. Pengeringan pala dilakukan dengan alat pengering dingin, bukan dengan pemanasan yang menyebabkan kadar aflatoksin tinggi.
Bupati Fakfak Untung Tamsil menjelaskan, lahan pala di wilayahnya mencapai lebih dari 16.000 hektar. ”Sementara ini kita lagi memprogramkan untuk menanam (pala) terus. Jadi, lahan-lahan tidur, yang kosong, kita lagi mendorong (untuk ditanami pala). Kita dorong melalui sumber dana otonomi khusus,” tuturnya.
Kepala Dinas Perkebunan Fakfak Petrus Agus Trihatmojo menambahkan, dari pala yang dikerjakan lebih dari 4.600 petani tersebut, saat ini produksinya 2.000 ton per tahun. Jumlah ini setara dengan Rp 200 miliar atau sekitar 20 persen dari pendapatan asli daerah Kabupaten Fakfak.
Pala Fakfak atau disebut juga pala tomandin sejak 2017 menjadi tanaman unggul berkualitas. Sejak 2018, daerah ini juga ditetapkan Kementerian Pertanian sebagai Lokasi Kawasan Pertanian Nasional atau Perkebunan Pala Rakyat.
Dari pala yang dikerjakan lebih dari 4.600 petani tersebut, saat ini produksinya 2.000 ton per tahun.
Kabupaten Fakfak juga mendapatkan bantuan program Green Economic Growth dari Pemerintah Inggris yang hadir melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi sejak 2018. Selain pembenahan sumber daya manusia, diselenggarakan banyak pelatihan, seperti pelatihan pembuatan sirop pala, lemak pala (nutmeg butter), balsem pala, dan sabun pala, pelatihan penggunaan alat ukur kadar air dan cara mengetahui aflatoksin pada komoditas pala. Dari program ini, diadakan pula 15 unit pengering pala (cold dry-solar dry) yang empat di antaranya ada di Papua Global Spices.
Amanda McLoughlin, Development Director Kedutaan Besar Inggris, menambahkan, program Green Economic Growth yang dimulai 2017 berakhir tahun ini. Namun, Pemerintah Inggris terus mencari peluang program, termasuk bila diundang pemerintah dan masyarakat untuk mendorong ekonomi kerakyatan. Harapannya, program yang dikerjakan bisa mengembangkan komoditas lokal dan mendorong produk masuk pasar internasional.
McLoughlin juga menyebutkan, dukungan tidak terbatas pada pala, tetapi juga kakao, rumput laut, dan kopi yang sangat potensial di masyarakat. Selain itu, dia gembira bisa mendukung pemimpin masyarakat seperti yang dikerjakan Hans Sahupala dan istrinya, Sofia Ekawati, di Papua Global Spices.
Ekspor pala
Hans menambahkan, sejauh ini pihaknya terus mengekspor pala ke Vietnam dan China. Bila pada tahun 2021 proses ekspor dilakukan melalui Surabaya, sejak 2022 semua proses administrasi dikerjakan di Fakfak. ”Permintaan (biji pala kering) sangat tinggi. Pada 2022, kami ekspor 10 ton mace papua atau bunga pala. Pada 2023 awal kirim, saat ini 10 ton (biji pala). Periode berikut bulan sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas, setiap bulan 15 ton nutmeg (pala),” ujarnya.
Sejauh ini, dia menyebut ada kebutuhan bunga pala 30-50 ton per tahun. Biji pala juga diperlukan sekitar 200 ton per tahun. Papua Global Spices berharap bisa mengekspor setidaknya 100 ton tahun 2023 ini.
Selain itu, menurut Hans, pasar untuk lemak pala (nutmeg butter) juga sangat terbuka. Pelatihan membuat lemak pala juga sudah ada. Bahkan, katanya, ada permintaan pasar sekitar 200 kilogram. Adapun harga jual lemak pala Rp 950.000 per kilogram.
Lemak pala sebagai produk turunan pala biasa digunakan pada produk kosmetik.
Namun, produksi lemak pala di Fakfak baru mencapai 10 kilogram per hari. Karena itu, diperlukan 20 hari untuk memproduksi 200 kilogram lemak pala dan ini terlalu lama. Dia berharap ada dukungan alat pres pala untuk meningkatkan nilai tambah pala di Fakfak, apalagi dari setiap 1 kilogram pala tomandin bisa dihasilkan 10-20 persen lemak pala.
Lemak pala sebagai produk turunan pala biasa digunakan pada produk kosmetik. Produk turunan pala lain yang dikembangkan di Fakfak antara lain sirop, balsem pala, parfum, manisan, dan sabun pala.
Bagi petani pala, seperti Kwartos Ndroutndrout (38), tanaman pala sudah ada secara turun-temurun. Namun, penduduk hanya memanen ketika harga dinilai baik. Saat ini, Kwartos menilai harga Rp 500.000 untuk setiap seribu butir pala cukup baik. Dahulu, menurut dia, harga pala hanya berkisar Rp 200.000-Rp 300.000 per seribu butir.
Ketika musim panen, Kwartos dan beberapa temannya bisa menyuplai sampai 10.000 butir pala per hari.
Pengumpul pala, Citralin, juga gembira dengan keberadaan pelaku usaha seperti Papua Global Spices. Dia bisa mendapatkan harga Rp 700.000 per seribu butir pala.