Polda Aceh Sita 57 Kilogram Sabu, Lima Tersangka Ditangkap
Penyelundupan sabu dari luar negeri kembali digagalkan di Aceh. Perairan Selat Malaka sepanjang pantai Aceh Besar hingga Kabupaten Aceh Timur menjadi pintu masuk penyelundupan barang terlarang tersebut.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Kepolisian Daerah Aceh menggagalkan penyelundupan sabu seberat 57 kilogram dari Malaysia ke Aceh. Lima orang tersangka yang berperan sebagai penjemput dan pemilik narkotika itu ditahan.
Kepala Kepolisian Daerah Aceh Inspektur Jenderal Ahmad Haydar, dalam konferensi pers di Markas Polda Aceh, di Banda Aceh, Rabu (12/7/2023), mengatakan, sindikat penyelundup narkotika itu ditangkap pada 4 Juli dan 5 Juli 2023. Mereka dibekuk di perairan Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.
Para tersangka kini ditahan di Polda Aceh untuk diproses hukum. ”Sabu tersebut diselundupkan melalui jalur laut dari Malaysia ke perairan Aceh Besar,” kata Haydar.
Haydar menjelaskan, timnya mendapatkan informasi bahwa akan ada penyelundupan sabu dalam jumlah besar melalui perairan Aceh Besar. Bermodalkan informasi rahasia itu, tim khusus diturunkan untuk melakukan penangkapan.
Pada Selasa (4/7/2023) sekitar pukul 21.20 WIB, petugas memantau sebuah kapal cepat bermesin 40 PK sedang melaju di perairan Aceh Besar. Dalam gelap malam, tim mengejar kapal itu.
Menyadari adanya kapal polisi, kapal pelaku memutar haluan dengan kecepatan tinggi. Dalam waktu bersamaan, pelaku membuang tiga karung berisi sabu ke laut. Polisi mengejar sembari melepaskan tembakan peringatan.
Empat pelaku dalam kapal itu pun melompat ke laut, tetapi kemudian mereka dapat ditangkap oleh petugas. Sementara, satu pelaku lainnya ditangkap pada hari yang sama di lokasi yang berbeda. ”Tim menyisir lokasi menemukan karung berisi sabu seberat 57 kilogram,” kata Haydar.
Kelima tersangka yang ditangkap adalah AH (43), II (32), RI (31), Y (39), dan N (39). AH, yang berprofesi sebagai nelayan di Sabang, merupakan pemilik dan mengendalikan penyelundupan itu.
Haydar menuturkan, selain 57 kilogram sabu, petugas juga menyita satu kapal, beberapa telepon genggam, dan satu senjata air softgun. Para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Narkotika dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Penyelundupan narkotika kelas I, termasuk sabu, dari luar negeri kerap dilakukan melalui jalur laut. Perairan Selat Malaka sepanjang pantai Aceh Besar hingga Kabupaten Aceh Timur menjadi pintu masuk penyelundupan barang terlarang itu.
Setiap tahun, aparat penegak hukum di Aceh, Polri, Badan Narkotika Nasional (BNN), TNI, serta Bea dan Cukai menyita ratusan kilogram sabu. Aceh menjadi salah satu pintu masuk sabu ke Indonesia.
Pada tahun 2020, Kepolisian Daerah Aceh menangani 1.025 kasus kriminal penyalahgunaan narkotika. Dari kasus itu, 2.144 orang ditetapkan sebagai tersangka serta 141 kilogram sabu dan 100.000 butir ekstasi disita.
Pada 2019, jumlah kasus 1.521 dengan jumlah tersangka 1.714 orang. Adapun barang bukti yang disita sebanyak 121 kilogram sabu dan 4.348 butir ekstasi.
Sejak Januari-Maret 2021, Polda Aceh telah memusnahkan 404 kilogram sabu. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan tangkapan akumulasi selama dua tahun. Barang bukti ini belum termasuk tangkapan yang dilakukan oleh BNN.
Pencegahan harus diperkuat, fasilitas rehabilitasi harus diperbanyak, dan semua lintas sektor harus terlibat.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Tuanku Muhammad, menuturkan, ada kecenderungan pengguna narkoba di Aceh meningkat disebabkan peredaran narkoba kini masuk ke desa-desa. Artinya, pengguna kian mudah mendapatkan narkotika.
Tuanku mendorong aparat desa dan keluarga untuk memperkuat ketahanan di akar rumput agar narkotika tidak semakin menyebar di masyarakat. Pemerintah hingga keluarga harus total melindungi warganya agar tidak terjerumus ke dunia narkotika. Sebab, jika sudah terperosok, akan sulit untuk keluar.
”Pencegahan harus diperkuat, fasilitas rehabilitasi harus diperbanyak, dan semua lintas sektor harus terlibat,” kata Tuanku.
Sebelumnya, Ketua Inspirasi Keluarga Anti-Narkoba (IKAN) Aceh Syahrul Maulidi mengatakan, saat ini yang terlihat serius dan total dalam memerangi narkoba adalah aparat penegak hukum. Pemerintah daerah, menurut dia, tidak memperlihatkan dukungan penuh.
Menurut Syahrul, benteng terakhir dalam melawan narkotika ada di keluarga. Anggota keluarga harus saling menjaga dan mengawasi agar tidak ada yang terjerumus ke lubang gelap narkoba.