Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Tolak Renovasi Stadion Sebelum Proses Hukum Berkeadilan Tuntas
Pemerintah berencana merenovasi Stadion Kanjuruhan di Malang. Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan menolak stadion itu direnovasi sebelum proses hukum berkeadilan tuntas. Tragedi 1 Oktober 2022 itu merenggut 135 jiwa.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·5 menit baca
MALANG, KOMPAS — Sejumlah keluarga korban Tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, menolak rencana renovasi Stadion Kanjuruhan sebelum proses hukum berkeadilan benar-benar terwujud. Menurut rencana, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan merenovasi stadion itu mulai Agustus ini.
Menurut mereka, stadion yang berada di Kepanjen itu menjadi saksi peristiwa kelabu yang telah menewaskan 135 orang, termasuk anggota keluarga mereka, pada 1 Oktober 2022. Sementara proses hukum yang terjadi selama sembilan bulan terakhir dinilai belum tuntas.
Penolakan itu mereka sampaikan saat audiensi dengan Komisi 3 DPRD Kabupaten Malang, Rabu (12/7/2023). Didampingi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang, keluarga korban menyampaikan unek-unek yang selama ini terpendam.
Selain Komisi 3 DPRD dan keluarga korban, audiensi dihadiri pula oleh suporter Aremania, pihak Kepolisian Resor (Polres) Malang, dan organisasi perangkat daerah Pemerintah Kabupaten Malang yang membidangi masalah Kanjuruhan.
Bambang Rismono, ayah kandung almarhumah Putri Lestari (21) dari Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, mengatakan, sembilan bulan terakhir para orangtua yang ditinggalkan keluarganya terkatung-katung menunggu kepastian hukum atas peristiwa yang merenggut keluarga mereka.
”Dari 135 nyawa, para orangtua yang ada di depan Anda meminta kepada DPRD untuk menolak merenovasi selama kehadiran hukum belum terwujud. Sebelum tragedi dituntaskan, yang merenggut nyawa, stadion itu merupakan bukti dari tragedi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” ucapnya.
Pendapat senada disampaikan Rizal, warga Kecamatan Tumpang. Rizal kehilangan ayah dan dua adik dalam tragedi itu. Sebagai rakyat biasa, dia menuntut agar keadilan benar-benar ditegakkan.
”Saya mohon ke Bapak-bapak Dewan untuk menolak renovasi Kanjuruhan. Kalau dijalankan, kalau kita sudah dapat keadilan tidak apa-apa direnovasi. Kalau kita belum dapat keadilan lalu direnovasi, ya, terus terang hati saya terasa sakit,” katanya.
Devi Athok, ayah dari almarhumah Natasya DR (16) dan Naila DA (14) dari Bululawang, menyampaikan, dirinya satu-satunya keluarga korban yang mengajukan otopsi atas jenazah kedua putrinya. Dia juga sudah mengadu ke sejumlah instansi sampai ke Jakarta.
Devi juga sempat dihadirkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya. ”Saya menuntut keadilan, tidak minta apa-apa. Sampai saya merelakan kedua putri saya untuk otopsi dalam rangka proses hukum,” ucapnya.
Menurut Devi, pihaknya juga sudah membuat laporan model B ke Polres Malang pada 9 November tahun lalu, tetapi hingga sekarang proses hukumnya masih stagnan di tahap penyelidikan. Laporan model B dengan sangkaan dugaan pembunuhan berencana (Pasal 338 dan 340 KUHP) pada tragedi itu.
”Kalau Stadion Kanjuruhan mau direnovasi, ini, kan, TKP (tempat kejadian perkara). Mohon jangan dibongkar dulu. Kita lakukan rekonstruksi dulu. Kalau mau dibongkar, monggo. Tetapi lakukan dulu rekonstruksi,” ucapnya. Dia pun meminta Pintu 13 menjadi monumen karena di situ banyak korban.
Sebagai catatan, saat penanganan proses hukum laporan model A oleh Kepolisian Daerah (Polda) Jatim yang kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya, lokasi rekonstruksi saat itu berada di lapangan Polda Jatim, bukan di Kanjuruhan.
Saya menuntut keadilan, tidak minta apa-apa.
Mengenai renovasi, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Malang Firmando Hasiholan Matondang mengatakan, renovasi tidak akan mengubah atau merobohkan beberapa struktur, tetapi hanya sebagian, seperti mengubah tanda, bangku single seat, tidak ada penonton berdiri, dan pembatasan jumlah penonton.
”Infrastruktur akan ada pembatasan-pembatasan, siapa yang boleh masuk ke stadion nantinya adalah orang yang bertiket. Bagaimana distribusi lalu lintasnya, jalan keluarnya, ini juga merupakan bagian dari penataan Stadion Kanjuruhan,” katanya.
Ketua Komisi 3 DPRD Kabupaten Malang Titik Yunarni, yang memimpin audiensi, mengatakan, pihaknya menampung semua keluh kesah keluarga korban. Dia pun akan menyampaikan hal ini kepada Ketua DPRD guna menentukan langkah berikutnya. Menurut dia, wewenang renovasi ada di pemerintah pusat, bukan di kabupaten.
Laporan model B
Terkait laporan model B, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Malang Inspektur Satu Wahyu Rizki Saputro menjelaskan, sampai saat ini laporan itu belum bisa dinaikkan ke penyidikan lantaran belum terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana pembunuhan dan pembunuhan berencana.
”Laporan model B Pasal 338 dan 340 belum terpenuhi. Memang proses Tragedi Kanjuruhan terdapat tindak pidana. Namun, sampai saat ini kami belum bisa menemukan unsur terkait dengan pemenuhan unsur pembunuhan maupun pembunuhan berencana,” katanya.
Pihaknya, tambah Wahyu, sudah mengonsultasikan hal ini ke beberapa saksi ahli. Pihaknya juga intens berkoordinasi dengan LBH Pos Malang. Menurut dia, Polres Malang membuka ruang apabila ditemukan fakta baru yang mendukung pasal yang disangkakan agar menghubungi Polres Malang ataupun kuasa hukum keluarga korban.
”Kami tidak menutup pintu dan terus terbuka. Kami juga menerima kritik dan saran, masukan, karena dalam proses penyelidikan ini kita tidak bekerja sendiri,” katanya. Terkait laporan ini, Polres Malang juga mendapat asistensi dari Polda Jawa Timur dan Bareskrim Polri.
Koordinator LBH Pos Malang Daniel Alexander Siagian menyebutkan, sejak bulan lalu pihaknya telah berkoordinasi dengan Polres Malang soal penambahan saksi di laporan model B. Menurut dia, sebenarnya ada mekanisme lain yang bisa dilakukan, salah satunya gelar perkara khusus.
Mengingat laporan model A, November 2022, tidak menyatakan tindak pidana, termasuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, dalam Tragedi Kanjuruhan, menurut Daniel, pemenuhan unsur pidana mestinya dilihat juga bagaimana kausalitas meninggalnya 135 jiwa melalui penambahan pasal yang sekiranya relevan.
”Jadi, bukan hanya 359 dan 360 (model A) yang kita sudah tahu hasilnya tidak memuaskan, tidak berkeadilan, tidak ada pasal yang kuat. Salah satunya kekerasan terhadap anak yang menjadi fakta. Dan hari ini banyak keluarga korban dari anak di bawah umur yang bisa ditambahkan melalui gelar perkara khusus melalui laporan model B seperti yang dilaporkan Devi Athok,” katanya.
Selain di Polres Malang, menurut Daniel, pihaknya juga telah melapor ke Mabes Polri, 10 April lalu. Namun, laporan itu ditolak karena dinilai tidak memenuhi unsur dan telah ada laporan berjalan di Polres Malang. Daniel pun meminta Komnas HAM melakukan penyelidikan ulang tentang pelanggaran HAM berat pada Tragedi Kanjuruhan.
Seperti diketahui, dalam sidang kasus Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya, majelis hakim telah menjatuhkan vonis kepada lima terdakwa yang dinilai ringan.
Mereka adalah Ketua Panitia Pelaksana Arema FC Abdul Haris dengan 1 tahun 6 bulan penjara, Security Officer Arema FC Suko Sutrisno 1 tahun penjara, dan Komandan Kompi 1 Brimob Polda Jatim Hasdarmawan 1 tahun 6 bulan penjara. Sementara mantan Kasat Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi dan Kabag Ops Polres Malang Komisaris Wahyu S Pranoto divonis bebas.