Identifikasi Korban Kecelakaan Pesawat SAM Air Rampung, Perbaiki Sarana Penerbangan di Papua
Proses identifikasi jenazah enam korban kecelakaan pesawat SAM Air berhasil terlaksana setelah pemeriksaan DNA, catatan medis, dan data antemortem.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Setelah enam hari, semua jenazah korban kecelakaan pesawat SAM Air di Kabupaten Yalimo, Papua Pegunungan, teridentifikasi, Rabu (12/7/2023). Ke depan, pemerintah diminta segera melengkapi fasilitas transportasi penerbangan yang belum ideal di tanah Papua.
Sebelumnya, pesawat itu jatuh di Distrik Welarek, Yalimo, setelah tujuh menit lepas landas dari Bandara Elelim, Yalimo, pada 23 Juni 2023 pukul 10.53 WIT. Pesawat hendak menuju Kampung Poik, Distrik Welarek.
Hasil identifikasi enam jenazah itu disampaikan di Rumah Sakit Bhayangkara Jayapura pada Rabu sore. Hadir dalam kesempatan itu, Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Papua Komisaris Besar dr Nariyana dan Inspektur Pengawasan Daerah Polda Papua Komisaris Besar Alfred Papare. Ada juga perwakilan SAM Air dan keluarga korban.
Identitas korban disebutkan adalah Kapten Hari Permadi selaku pilot dan Levi Murib sebagai kopilot. Sementara empat penumpang adalah Petrus Kepno, Roni Haleroan, Abeth Haleroan, dan Dormina Haleroan.
Nariyana memaparkan, proses identifikasi dilakukan dengan memeriksa DNA dan catatan medis. Selain itu, ada data antemortem, seperti pakaian terakhir korban serta tanda khusus di tubuh. Pemeriksaan DNA dilakukan di Laboratorium Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri.
”Pemeriksaan harus menggunakan metode DNA karena sidik jari dan bagian tubuh lainnya tidak dapat teridentifikasi. Kondisi tubuh korban luka bakar hingga 90 persen,” ucap Nariyana.
Winarno, mewakili Maskapai SAM Air, mengatakan, pihaknya masih berkoordinasi dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk penyelidikan kecelakaan. Namun, pihaknya akan memfasilitasi pemulangan jenazah enam korban ke daerahnya masing-masing.
”Kami akan membawa jenazah empat penumpang ke Kabupaten Yalimo. Sementara jenazah Kapten Hari akan dibawa ke Kabupaten Nabire dan jenazah Levi dimakamkan di Jayapura,” papar Winarno.
Ia mengungkapkan, berdasarkan keterangan warga di Kampung Poik, saat kejadian, kondisi cuaca berkabut di area pegunungan. Namun, sejauh ini belum tersedia menara pengawas di Lapangan Terbang Kampung Poik untuk melaporkan kondisi cuaca itu kepada pilot.
Berdasarkan data Dinas Perhubungan Provinsi Papua tahun 2017, banyak bandara dan lapangan terbang di Papua belum dilengkapi landas pacu yang memadai dan menara pengawas. Bahkan, 80 persen dari 381 landasan pacu di Papua belum beraspal.
”KNKT telah mengumpulkan data terkait penyebab kecelakaan pesawat kami di Yalimo. Kami berharap pemerintah bisa meningkatkan fasilitas, seperti menara pengawas. Tidak hanya di bandara, tetapi juga lapangan terbang,” kata Winarno.
Ketua Komisi A DPRD Yalimo Edi Peyon, mewakili kerabat dari empat penumpang, berharap maskapai penerbangan tetap membuka layanannya di pedalaman Papua. Hal itu sangat membantu aktivitas warga. Namun, ia juga meminta pemerintah menjamin fasilitas pendukung penerbangan yang memadai.
”Kami mewakili masyarakat Yalimo mengucapkan terima kasih atas jasa kapten Hari dan rekannya, Levi. Selama ini beliau selalu setia melayani penerbangan di pegunungan Papua,” ucap Edi.