Bilebante dan Tujuh Desa Wakili Indonesia di Seleksi Desa Wisata Tingkat Dunia
Desa Bilebante di Lombok Tengah, NTB, menjadi salah satu dari delapan desa yang mewakili Indonesia dalam seleksi desa wisata berkelanjutan yang diselenggarakan United Nations World Tourism Organization.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Delapan desa wisata mewakili Indonesia dalam seleksi desa wisata berkelanjutan yang diselenggarakan United Nations World Tourism Organization atau organisasi pariwisata dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Salah satunya adalah Desa Wisata Hijau Bilebante dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Pengelola desa wisata tersebut optimistis bisa meraih juara.
Direktur Wisata Hijau Bilebante Pahrul Azim, yang dihubungi dari Mataram, Rabu (12/7/2023), mengatakan, selain Bilebante, ada tujuh desa wisata lainnya Indonesia yang mewakili Indonesia. ”Delapan desa wisata, termasuk kami dari Bilebante, merupakan hasil seleksi dari 47 desa wisata di Indonesia,” katanya.
Tujuh desa lainnya, yakni Batulayang, Kabupaten Bogor (Jawa Barat); Kakilangit Mangunan, Kabupaten Bantul (DIY); Kubu Gadang, Kota Padang Panjang (Sumatera Barat); Pela, Kabupaten Kutai Kertanegara (Kalimantan Timur); Penglipuran, Kabupaten Bangli (Bali); Taro, Kabupaten Gianyar (Bali); dan Kreatif Terong, Kabupaten Belitung (Kepulauan Bangka Belitung).
Pahrul menambahkan, setelah terpilih, delapan desa wisata itu kemudian menyiapkan seluruh berkas untuk pendaftaran secara daring ke laman United Nations World Tourism Organization (UNWTO). ”Berkas sudah kami unggah bersama-sama pada akhir Juni lalu. Sekarang, menunggu pengumuman,” katanya.
Menurut dia, baik di tingkat nasional maupun UNWTO, seleksi akan dilakukan berdasarkan isu-isu keberlanjutan. Di tingkat nasional, desa yang terpilih harus sudah memiliki sertifikat desa berkelanjutan.
”Di seleksi UNWTO juga demikian. Tidak lagi hanya bicara keindahan, tetapi bagaimana hubungan masyarakat dengan alam kaitannya dengan isu keberlanjutan,” ucap Pahrul.
Menurut Pahrul, dari delapan desa akan dipilih tiga desa terbaik dari Indonesia. Desa-desa tersebut akan masuk laman UNWTO dan dibantu promosi.
Penilaian, kata Pahrul, akan melihat beberapa aspek. Ini, misalnya, dari bagaimana paket yang dijual desa wisata berkaitan dengan upaya menjaga alam. ”Bagaimana menjual alam tanpa merusaknya dan pada saat yang sama juga memberi dampak ke masyarakat,” ujarnya.
Pahrul optimistis bisa masuk salah satu dari tiga terbaik UNWTO. Apalagi, sejak awal dirintis, Bilebante telah mendorong desa wisata berkelanjutan. Hal ini salah satunya adalah transformasi dari desa tambang galian C menjadi desa wisata hijau.
Terkait itu, kata Pahrul, berbagai paket wisata berbasis kearifan lokal telah mereka kembangkan, termasuk paket edukasi tanaman obat herbal. Ada pula paket keliling desa dengan sepeda dan cidomo, juga membangun penginapan berbasis masyarakat tanpa membangun rumah baru.
”Kami juga membuat sungai larangan sebagai upaya menjaga sungai dari plastik, sekaligus edukasi masyarakat tidak membuang sampah ke sana. Juga tidak menangkap ikan pada bulan-bulan tertentu,” kata Pahrul.
Selain lewat dokumen, penentuan terbaik dari tiga besar akan dilakukan juga melalui kunjungan langsung. Pahrul mengatakan siap menerima kunjungan juri. Pengumuman dilakukan pada September 2023.
”Pada intinya kami siap (untuk kunjungan juri). Apalagi, yang kami sampaikan di dokumen yang diunggah adalah keseharian kami di Bilebante. Tidak ada yang dibuat-buat atau dipoles hanya karena ada wisatawan mau datang saja,” kata Pahrul.
Apalagi, kami terpilih bersama desa-desa wisata lain di Indonesia yang juga sangat keren.
Meski demikian, kata Pahrul, apa pun hasilnya nanti akan mereka terima. Menurut dia, masuk delapan besar juga sudah sangat menggembirakan. ”Apalagi, kami terpilih bersama desa-desa wisata lain di Indonesia yang juga sangat keren,” ujarnya.
Desa Wisata Hijau (DWH) Bilebante berada sekitar 15 kilometer arah tenggara Mataram, ibu kota NTB. Jarak desa ini sekitar 24 kilometer arah barat laut Bandara Lombok. Sebelum menjadi desa wisata, Bilebante dikenal sebagai desa tambang galian C sejak tahun 1990-an.
Pada 2016, Bilebante resmi menjadi desa wisata. Dalam perjalanannya, Bilebante meraih berbagai penghargaan. Salah satunya adalah penghargaan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi sebagai desa terbaik dalam ajang Desa Wisata Award 2017.
Oleh karena itu, tidak hanya pengelola DWH Bilebante, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah juga berharap Bilebante bisa meraih hasil positif di UNWTO. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah Lendek Jayadi sangat mendukung Bilebante berkiprah di tingkat internasional.
”Bilebante adalah salah satu desa yang kami dorong menjadi desa wisata berkelanjutan. Berbagai anugerah sudah diraih. Prestasinya sekarang, menjadi pintu promosi, tidak hanya bagi Bilebante, tetapi juga desa-desa wisata lain di Lombok Tengah,” kata Lendek.
Dia berharap, prestasi Bilebante bisa memotivasi desa wisata lain di Lombok Tengah untuk terus berinovasi. Apalagi, Lombok Tengah memiliki destinasi superprioritas Mandalika dengan sirkuit kelas dunia.
”Oleh karena itu, kami juga menggunakan pendekatan pengembangan yang telah dilakukan di Bilebante ke desa-desa wisata lain. Ini, misalnya, mendorong semua kementerian atau lembaga terkait hadir dalam peningkatan kapasitas desa wisata,” kata Lendek.
Saat ini, Lombok Tengah memiliki 61 desa wisata. Dari jumlah itu, 28 desa telah memiliki status desa mandiri, maju, dan berkembang. Sisanya masih berpotensi untuk menjadi desa wisata rintisan.