Ogan Komering Ilir Bentuk Tim Audit untuk Turunkan Angka Tengkes
Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir membentuk tim audit untuk memastikan intervensi kasus tengkes sudah berada di jalurnya. Langkah ini penting agar target prevalensi tengkes 14 persen dapat tercapai pada tahun 2024.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
KAYUAGUNG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, membentuk tim audit untuk memastikan kasus tengkes atau stunting dapat diredam. Pengawasan secara berkala ini penting untuk memastikan penanganan kasus stunting bisa lebih komprehensif.
Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menjadi daerah terbaik dalam penanganan tengkesdi Sumsel. Dalam satu tahun, kabupaten terluas di Sumsel ini menekan prevalensi tengkeshingga 17,1 persen. Jika pada tahun 2021 prevalensinya sebesar 32,2 persen, angkanya turun menjadi 15,1 persen pada tahun 2022.
Kepala Dinas Pengendalian Pendudukan dan Keluarga Berencana OKI HM Lubis, Rabu (12/7/2023), mengatakan, pencapaian ini merupakan kerja dari semua pihak, terutama tim percepatan penanganan tengkes. Mereka telah melakukan sejumlah program intervensi yang diawali dengan pendataan kasus tengkes di OKI.
Ke depan, agar kasus tengkes tidak lagi merebak, Pemkab OKI membentuk tim audit. Tim akan mengawasi, mendampingi, mengidentifikasi, dan menyeleksi kasus berdasarkan kelompok sasaran. Setelah proses identifikasi selesai, tim segera melakukan kajian serta rencana tindak lanjut. Kemudian, mereka akan melakukan diseminasi audit kasus tengkes secara reguler dan langkah terakhir adalah memberikan respons dan tindak lanjut rekomendasi.
”Tim ini juga bertugas memberikan pemahaman kepada masyarakat agar dapat terhindar dari stunting,” ujarnya.
Sebelumnya, Bupati OKI Iskandar menjelaskan, sejumlah langkah intervensi sudah dilakukan untuk menekan angka tengkes. ”Kami mulai dari hulu dengan mengedukasi para calon pengantin, remaja, dan pasangan usia subur untuk diperiksa kesehatan atau menunda kehamilan jika berisiko,” kata Iskandar.
”Selain itu, dibentuk tim pendamping keluarga (TPK). Ada 1.806 personel pendamping keluarga yang mendampingi keluarga berisiko tengkes yangterdiri dari kader PKK, bidan desa, kader Keluarga Berencana,” paparnya.
Selain sektor kesehatan, intervensi dilakukan melalui program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), yaitu pengembangan rumah pangan yang dibangun dalam suatu dusun, desa, atau kecamatan. Implementasinya memanfaatkan pekarangan, dukungan pemerintah dan desa terhadap ketersediaan sanitasi dan air bersih, serta insentif kepada para kader penggerak posyandu melalui dana desa.
Kerja kolektif itu, tambahnya, menghasilkan sejumlah indikator positif. Beberapa di antaranya berupa penurunantengkes dan kematian ibu dan bayi menjadi satu kasus serta peningkatan angka harapan hidup masyarakat menjadi 69 tahun pada tahun 202.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Sumsel Medi Heryanto mengatakan, semua pihak tidak boleh lengah. Ia meminta semua pihak terus fokus untuk bekerja dengan baik. ”Dalam teori maupun teknisnya, Kabupaten OKI sudah berada di jalur yang benar. Program yang dinilai baik dari daerah lain perlu ditiru. Sebaliknya, jika ada program yang baik di OKI bisa digunakan di daerah lain,” katanya.
Gubernur Sumsel Herman Deru berharap penanganan kasus tengkes diawali dengan data yang valid. Proses itu dapat dimulai dengan mengaktivasi kembali peran dari pos pelayanan terpadu. Dia juga meminta setiap pemda lebih peka menyerap dana yang disediakan untuk penanganan tengkes.
”Dana tersebut menjadi stimulan agar program intervensi lain dapat terlaksana di lapangan,” ujarnya.
Dengan cara ini, lanjutnya, target Sumsel menurunkan angka tengkes 5 persen pada tahun 2023 bisa tercapai. Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi tengkes di Sumsel turun dari 24,8 persen pada 2021 menjadi 18,6 persen setahun kemudian. Angka ini lebih rendah dari prevalensi nasional sebesar 21,6 persen.