Persoalan Sampah di Lampung Butuh Penanganan Serius
Meski telah dibersihkan oleh ribuan orang, kawasan pesisir Sukaraja, Kecamatan Bumiwaras, Kota Bandar Lampung, masih tampak dipenuhi sampah. Hal ini menunjukkan persoalan sampah butuh penanganan serius.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
—
Dari pantauan Kompas, Selasa (11/7/2023), sampah masih terlihat mengotori kawasan perkampungan nelayan di Jalan Ikan Selar, Kelurahan Sukaraja. Sampah didominasi plastik, seperti bekas pembungkus makanan ringan dan mi instan. Ada juga ranting sampah kayu.
Sampah plastik masih menumpuk memenuhi Pantai Sukaraja. Sampah yang sudah lama tertimbun itu bahkan sudah mengeras.
Selasa, tidak ada lagi gerakan bersih-bersih sampah oleh masyarakat maupun pemerintah daerah. Sebagian sampah yang telah dikumpulkan warga juga masih tergeletak dan belum diangkut ke TPA Bakung.
Nelayan setempat sudah beraktivitas menjaring ikan menggunakan payang seperti biasa. Mereka masih menemukan banyak sampah plastik tersangkut di jaring.
”Sampah plastik yang ada di sini juga berasal dari laut,” ucap Asep (45), salah satu nelayan saat ditemui Selasa siang.
Menurut dia, nelayan payang Sukaraja mengapresiasi gerakan bersih-bersih sampah yang diinisiasi oleh Pandawara Group. Meski diperkirakan telah berhasil mengumpulkan 300 ton sampah, gerakan bersih-bersih itu belum mampu menyelesaikan persoalan sampah di pesisir Bandar Lampung yang sudah ada sejak belasan tahun lalu.
Gerakan bersih-bersih sampah di kawasan pesisir Kota Bandar Lampung pada Senin (10/7/2023) memang diisiniasi oleh Pandawara Group. Lima sekawan yang terdiri dari Rafli Pasya, Agung Permana, Gilang Rahma, Muchamad Iksan, dan Rifki Sa'dullah, itu mengajak warga Lampung untuk bergotong royong membersihkan sampah melalui media sosial. Diperkirakan ada sekitar 3.700 orang yang terlibat aksi bersih-bersuh sampah.
Anto (50), nelayan lainnya, menuturkan, kawasan pantai Sukaraja mulai tercemar sampah plastik sejak tahun 2000. Tumpukan sampah semakin banyak karena warga terus-menerus membuang sampah di sungai hingga sampai ke laut.
Sebelum kawasan itu tercemar sampah, nelayan masih mudah mencari ikan. Hasil tangkapan melimpah dan jenis beragam. Namun, kini sejumlah ikan, seperti tongkol dan simba, sulit dicari.
Setiap hari, nelayan payang Sukaraja mencari ikan dengan cara menebar jaring payang sepanjang lebih dari 1 kilometer. Setelah 1-2 jam, jaring ditarik bersama-sama oleh 10-12 nelayan. Dalam sehari, satu kelompok nelayan bisa menjaring 2-3 kali.
Ketua Komunitas Nelayan Sukaraja Maryudi mengatakan, selama ini, nelayan sudah bergotong royong membersihkan tumpukan sampah. Di Sukaraja, sedikitnya ada 250 keluarga nelayan yang bergantung dari usaha mencari ikan. Namun, kondisi perairan Bandar Lampung yang semakin kotor membuat penghasilan nelayan kian menipis.
”Pemerintah sudah sering menggelar kegiatan bersih pantai, tetapi sampah kembali menumpuk. Soal sampah harus ditangani banyak pihak,” katanya.
Ia berharap, pemerintah daerah juga memikirkan nasib nelayan setempat yang membutuhkan tempat pendaratan kapal. Selama ini, nelayan memilih memanfaatkan tumpukan sampah itu sebagai lokasi pendaratan kapal.
Persoalan sampah yang membelit Lampung menjadi catatan persoalan yang selalu disampaikan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung setiap tahun.
Pemerintah sudah sering menggelar kegiatan bersih pantai, tetapi sampah kembali menumpuk. Soal sampah harus ditangani banyak pihak. (Maryudi)
Direktur Eksekutif Walhi Lampung Irfan Tri Musri menyampaikan, pihaknya telah menyampaikan sejumlah rekomendasi pada pemerintah untuk melakukan upaya pengelolaan dan pengurangan sampah.
Selama ini, sampah hanya diangkut ke TPA Bakung tanpa dikelola dengan baik. Akibatnya, masih terjadi pencemaran air dan lingkungan akibat sampah.
Kepala Dinas LIngkungan Hidup Lampung Emilia Kusumawati menyebut, pemprov Lampung telah berupaya menyelesaikan persoalan sampah di kawasan pesisir Lampung. Salah satunya dengan bekerja sama dengan PT Bukit Asam untuk membuat jarring di muara.
Selain itu, PT Pelindo II Cabang Panjang juga telah mengoperasikan kapal pengeruk sampah. Pemerintah juga menggandeng komunitas bank sampah di Lampung untuk mengajak ibu rumah tangga memilah dan menyetorkan sampah di bank sampah. Namun, persoalan sampah di Lampung belum sepenuhnya teratasi.
Volume sampah di Lampung diperkirakan mencapai 1,6 ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 38 persen merupakan sampah plastik.
Saat ini, pemerintah juga masih mengupayakan pembangunan tempat akhir sampah terpadu di Kabupaten Lampung Selatan. Hingga kini, rencana pembagunan TPA terpadu itu masih terus diupayakan karena membutuhkan lahan hingga 50 hektar.