Surabaya Cross Culture International Folk Art Festival, yang selama pandemi Covid-19 absen, dihidupkan lagi tahun ini. Berlangsung 16-20 Juli 2023, festival ini meneguhkan diplomasi antarbangsa melalui seni budaya.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Setelah tertunda tiga tahun akibat pandemi Covid-19, Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, kembali mengadakan Surabaya Cross Culture International Folk Art Festival atau SCCIFAF pada 16-20 Juli 2023. Festival ini diharapkan menghidupkan kembali jalinan lintas budaya dan hubungan persaudaraan antardaerah, antarbangsa, dan antarnegara.
SCCIFAF merupakan ajang tahunan di ibu kota Jatim ini untuk mengapresiasi dan mempromosikan seni budaya lintas negeri. Festival tahun ini merupakan yang ke-16 dan direncanakan diikuti delapan negara dan sembilan daerah di Indonesia. Dalam festival akan dipentaskan terutama musik, tari, dan teater.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata Kota Surabaya Wiwiek Widayati, Selasa (11/7/2023), delegasi seni budaya negara yang akan hadir adalah Perancis, Yunani, India, Sri Lanka, Uzbekistan, Filipina, Korea Selatan, dan Meksiko.
Adapun peserta dari Nusantara ialah Pangkal Pinang (Bangka Belitung); Jakarta, Surabaya, dan Mojokerto (Jawa Timur); Mengwi (Bali); Flores (Nusa Tenggara Timur); Banjarmasin (Kalimantan Selatan); Polewali Mandar (Sulawesi Barat); Bone (Sulawesi Selatan); dan Kendari (Sulawesi Tenggara).
”Festival bertujuan membangun dan memperkuat hubungan diplomatik melalui seni budaya,” kata Wiwiek. Surabaya berkepentingan terus mengenalkan ”Bumi Pahlawan” dan Indonesia ke mancanegara. Festival itu diharapkan terus menjaga semangat pelestarian dan pengembangan seni budaya tradisional yang menjadi kekayaan dalam negeri.
Festival dimulai dengan parade budaya dari Jalan Tunjungan ke Balai Kota Surabaya pada Minggu (16/7/2023) pukul 08.00-10.00. Semua peserta direncanakan mengikuti kirab tersebut. Parade berlanjut dengan Festival Remo dan Yosakoi sampai pukul 12.00 di Taman Surya, Balai Kota Surabaya. Pada pukul 18.00-21.00, di Balai Pemuda (Alun-Alun Surabaya), akan disuguhkan tampilan seni dari peserta festival.
Wiwiek melanjutkan, di hari selanjutnya atau Senin, peserta mengikuti jelajah kota. Rute yang direncanakan ialah obyek-obyek historis, antara lain Tugu Pahlawan, Museum Sepuluh Nopember, Museum Bank Indonesia, Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria (eks Katedral Surabaya), dan Surabaya Kriya Galeri. Pada petang sejak pukul 18.00 sampai selesai, diadakan pembukaan pementasan festival di Balai Kota Surabaya.
Pada Selasa (18/7/2023) diadakan lokakarya seni untuk masyarakat di Balai Pemuda pukul 09.00-14.00. Dalam acara itu akan kembali diperkenalkan gerak tari, alat musik, dan busana adat peserta festival kepada pengunjung. Selanjutnya, pada pukul 18.00-22.00, kembali diadakan pentas seni budaya, tetapi berlokasi di Sentra Kuliner G-Walk Citra Raya Surabaya.
Di hari berikutnya, peserta akan mengikuti lagi jelajah kota dengan obyek-obyek bernuansa alam. Ini, antara lain, Mangrove Gunung Anyar, Taman Suroboyo, dan Tamah Hiburan Pantai Kenjeran. Tur keliling kota itu berlangsung pukul 08.00-11.00.
Pada malam atau sejak pukul 19.00 sampai selesai, lagi-lagi disuguhkan pentas seni budaya di dua lokasi, yakni pusat belanja Ciputra World dan Royal Plaza. Puncak acara sekaligus penutupan diwujudkan dengan Malam Budaya pada Kamis (20/7/2023) di Balai Kota Surabaya.
Secara terpisah, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, festival sudah menjadi agenda tahunan sejak dirinya masih berstatus aparatur Pemerintah Kota Surabaya. Ketika meneruskan estafet kepemimpinan dari Tri Rismaharini (kini Menteri Sosial), program Surabaya Cross Culture diyakini tetap harus dilanjutkan karena menguatkan hubungan persaudaraan antardaerah, antarbangsa, dan antarnegara.
”Setelah tidak bisa dibuat lagi karena pandemi, perlulah dihidupkan lagi jalinan persaudaraan yang telah ada melalui Surabaya Cross Culture,” kata Eri, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya. Acara-acara yang melibatkan lintas bangsa penting untuk menguatkan citra Surabaya, termasuk dalam metropolitan terkemuka di Indonesia, tetapi juga mancanegara.
Dalam perjalanan sejarah dunia, nama ibu kota Jatim ini dikenal karena Pertempuran Surabaya pada November 1945 untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Menurut catatan Ady Setyawan, penulis buku Kronik Pertempuran Surabaya, pecahnya konflik bersenjata antara pejuang Indonesia dan tentara Sekutu pimpinan Inggris itu diberitakan oleh sejumlah koran terkemuka di Eropa dan Australia.
Di masa Hindia-Belanda, Surabaya merupakan basis maritim Belanda yang terbesar dan terkuat se-Asia. Selain itu, Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Pieter Merkus dikebumikan di Makam Belanda Peneleh, Surabaya, satu-satunya pejabat utama kolonial yang dimakamkan di luar Ibu Kota (Batavia atau kini Jakarta).
Surabaya juga merupakan tanah kelahiran Soekarno, Proklamator Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bersama Mohammad Hatta, sekaligus Presiden pertama RI. Semasa hidup dan memimpin Indonesia, Soekarno disegani kalangan pemimpin dunia.