Cegah Penyebaran Antraks, Puluhan Ribu Vaksin Didistribusikan di Perbatasan Jateng-DIY
Pemprov Jateng mewaspadai penularan antraks di wilayahnya. Antisipasi mulai dari menyalurkan vaksin, mengetatkan lalu lintas ternak, hingga mengedukasi masyarakat terkait pencegahan dan penanggulangan antraks.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus berupaya mencegah penularan antraks di wilayahnya, menyusul adanya temuan kasus di Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu upaya yang ditempuh adalah mendistribusikan 25.000 dosis vaksin antraks ke daerah-daerah, terutama yang berbatasan dengan DIY ataupun daerah yang pernah terdapat kasus antraks di masa lalu.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jateng Agus Wariyanto, Senin (10/7/2023), menyebut, penyakit antraks dipicu bakteri Bacillus anthracis. Penyakit itu tergolong zoonosis atau dapat menular dari hewan kepada manusia dan sebaliknya.
Menurut Agus, spora yang ditimbulkan oleh penyakit antraks bisa bertahan hingga 75 tahun meski bangkai hewan yang tertular telah dikubur. Untuk itu, dia meminta masyarakat Jateng tetap waspada, tetapi tidak panik. Penularan antraks bisa dicegah dengan prosedur ketat. Masyarakat diminta segera melapor jika mengetahui adanya temuan antraks.
”Kalau yang tertular manusia, bisa ditangani dinas kesehatan. Tapi, kalau yang tertular hewannya, laporkan kepada kami. Hewan yang terkena antraks ini harus diperlakukan khusus. Tidak cukup dikubur begitu saja, bila perlu dicor, terus ditandai bahwa di situ ada hewan antraks yang dikubur biar generasi selanjutnya tahu dan bisa lebih waspada,” kata Agus.
Sementara itu, hewan yang masih sehat akan dijaga supaya tidak terjangkit, salah satunya dengan cara divaksin. Hingga Senin siang, sekitar 25.000 dosis vaksin telah didistribusikan ke sejumlah wilayah yang berbatasan dengan DIY, seperti Wonogiri, Klaten, Karanganyar, Sragen, Sukoharjo, Boyolali, Magelang, Purworejo, Pati, dan Kota Salatiga.
Wonogiri mendapat alokasi vaksin paling banyak, yakni 8.000 dosis. Kemudian Klaten dan Karanganyar mendapatkan alokasi vaksin terbanyak kedua dan ketiga, yakni sebanyak 5.000 dosis dan 2.600 dosis.
Sementara itu, Sragen, Sukoharjo, dan Boyolali mendapatkan masing-masing 2.000 dosis. Selain itu, masing-masing 1.000 dosis vaksin didistribusikan ke Magelang, Purworejo, dan Pati. Sebanyak 400 dosis vaksin dialokasikan untuk Kota Salatiga.
Tak hanya vaksin antraks, sejumlah obat-obatan juga disalurkan ke sepuluh daerah tersebut. Obat-obatan yang didistribusikan yaitu antihistamin, analgesik antipiretik, antibiotik, dan vitamin.
”Total sapi di Jateng itu sekitar 2 juta ekor, tapi vaksin yang disalurkan baru sekitar 25.000 dosis, jadi masih kurang banyak. Sementara ini memang diprioritaskan di daerah yang rentan, yakni yang berbatasan langsung dengan DIY ataupun yang pernah ada kasus antraks. Daerah lain yang jauh akan kami masukkan pada prioritas selanjutnya,” ucap Agus.
Berdasarkan catatan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jateng, kasus antraks pernah ditemukan di sejumlah wilayah, seperti di Klaten tahun 1990, Kabupaten Semarang pada 1991, Kota Surakarta di tahun 1991 dan 1992, serta Boyolali tahun 1990 hingga 1992, dan 2012. Kasus juga pernah ditemukan di Karanganyar tahun 1992, di Pati pada 2007, serta tahun 2010 dan 2011 di Sragen dan Wonogiri.
Semua langkah pencegahan kami lakukan sebaik-baiknya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, pihaknya telah meningkatkan pengawasan dengan mengetatkan lalu lintas ternak menuju Jateng, terutama ternak yang berasal dari Gunungkidul. Pemprov Jateng juga telah merencanakan penandatanganan nota kesepahaman serta perjanjian kerja sama lintas batas dengan Pemerintah DIY ataupun Jawa Timur terkait sistem ONeHealth dalam pengendalian dan pencegahan penularan antraks.
”Tetap waspada semua walau hingga saat ini Jateng masih bebas antraks. Semua langkah pencegahan kami lakukan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Seiring dengan munculnya kasus antraks di Gunungkidul, Medik Veteriner Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jateng, Slamet, mengimbau masyarakat untuk tidak memakan daging ternak yang sakit atau mati karena sakit. Sebab, spora antraks dapat berpindah melalui kontak dengan hewan dan memakan daging hewan yang terinfeksi bakteri Bacillus anthracis.
”Penting bagi warga atau peternak melakukan pencegahan dini. Bila menemukan hewan sakit dan memiliki ciri ada darah yang keluar dari mulut, kuping, kemudian hidung, dubur, dan alat kelamin harus waspada,” ujar Slamet.
Dia menambahkan, jika tertular pada manusia, ada ciri spesifik yang bisa dilihat, yakni munculnya borok cekung di kulit. Jika tak segera diobati, luka tersebut bisa menyebar ke bagian tubuh lain. Untuk itu, seseorang dengan gejala tersebut, terutama yang gejalanya muncul setelah berkontak atau makan daging sapi, diharapkan segera memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat untuk dicek sampel darahnya.